Oleh Aidh Al Qarni
Tidak Punya Kesiapan Menerima Hidayah.
Sesungguhnya hal ini telah saya sebutkan, yaitu bahwa hati orang yang bersangkutan tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah, tidak punya kemauan untuk itu, tidak menyukainya, tidak mencarinya, dan tidak pula menginginkannya dengan keinginan yang keras.
Sesungguhnya sebagian orang ada yang tidak memperhatikan apakah dirinya beroleh petunjuk ataukah sesat. Dia pun tidak punya perhatian untuk menimba ilmu atau meraih faidah yang berguna. Dia sama sekali tidak perhatian untuk menuntut ilmu agama atau tidak menuntutnya.
Akan tetapi, seandainya keluarganya tidak punya roti (beras), tentulah problem ini lebih penting baginya daripada mengetahui makna surat al Fatihah atau hal-hal yang dpat menunjukinya kepada masalah-masalah agamanya yang bersfiat fardhu ‘ain atau sunnah Nabi Shallahu alahi wasslam dalam shalatnya.
Orang seperti ini tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah dan tidak pula memperhatikannya. Sehubungan dengan hal ini Allah Ta’ala telah berfirman:
“Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu.” (QS. al-Anfal [8] : 23)
Dalam kitab Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wassalam bersabda,“Perumpaan hidayah dan ilmu yang diperintahkan oleh Allah kepadaku untuk menyampaikannya sama dengan hujan yang menimpa bumi”.
Selanjutnya, Rasululllah Shallahlu alaihi wassalam membagi-bagi bumi ini ke dalam beberapa bagian sesuai dengan kondisinya.”Maka sebagian di antara bumi ini ada yang subur”, dalam teks lain disebutkan “baik, mau menerima air sehingga dapat menumbuhkan tetumbuhan dan rumput yang banyak”.
Ini adalah perumpaan orang-orang yagn mau menerima hidayah, kemudian menyebarkannya kepada orang lain.
“Sebagiannya ada yang dapat menahah air, maka Allah menjadikannya berguna bagi manusia, sehingga mereka dapat beroleh minuman dan bercocok tanam”.
Ini adalah perumpamaan orang-orang yang mau menimba ilmu, tetapi tidak mengajarkannya kepada orang lain. Golongan ini relatif baik, tetapi tidak seperti golongan yang pertama.
“Dan sebagian yang lainnya ada kawasan yang tiada lain hanyalah ketandusan belaka, tidak dapat menahan air tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan”.
Ini adalah perumpaan tentang orang-orang yang telah berpaling dari hidayah. Selanjutnya, Rasulullah saw. bersabda,“Seperti itulah perumpaan orang yang beroleh manfaat dari ilmu yang diperintahkan Allah kepadaku untuk menyampaikannya, kemudian menjadi orang yagn berilmu, lalu mengajarkannya (kepada orang lain), dan perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan hal tersebut serta tiak pula mau menerima hidayah Allah yang disampaikan olehku”.
Orang Yang Lalai Itu Ada Dua Macam:
Pertama, sebagian dari mereka terdiri dari golongan yang fasiq lgi bobrok tak ubahnya seperti hewan atau kedudukannya sama seperti hewan ternak. Semoga Allah melindungi kit adari hal i tu. Kepentingannya hanyalah hawa nafsunya. Dia tidak mengenal, baik Al-Qur’an maupun Sunnah. Adakalanya dia menjalani siang dan malam harinya tanpa mengetahui hendak ke manakah dia pergi dan apakah yang ada dihadapnnya?
Kedua, golongan yang lainnya adalah golongan yang lalai lagi kurang akalnya. Mereka banyak di dapati di daerah pedalaman da tempat-tempat yang tidak mendapat penerangan dari cahaya Islam dan tidak pula pernah tersentuh oleh dakwahnya. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi para ulama, para mahasiswa, da para da’i untuk pergi ke sana guna mengajari mereka agama Islam, karena sesungguhnya mereka, tidak diragukan lagi, mempunyai tanggung jawab untuk mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan dakwha kepada orang-orang itu.
Berteman dan Bergaul Dengan Orang-Orang Yang Jahat.
Salah seorang yang shalih mengatakan: “Jauhilah oleh kalian teman yang buruk dan tiada yang membahayakan Abu Thalib selain teman-teman sekedudukannya, karna sesungguhnya tatkala ditawarkan kepadanya kalimah laa ilaaha illallooh, lalu dia hendak mengucapkannya, maka teman-teman sekedudukannya berkata kepadanya: “Jangan kau ucapkan kalimat itu!” Ali Ra pernah berkata: “Berbekallah kalian dari teman-teman sekedudukan yang baik, karena sesungguhnya mereka adalah penolong di dunia dan di akhirat”.
Mereka bertanya, “Wahai Abul Hasan (Ali Ra), kalau menjadi penolong di dunia kami mengerti, tetapi bagaimana dengan menjadi penolong di akhirat?”
Ali menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta’ala yang menyebutkan:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Az-Zukhruf [43] : 67)
Semoga Allah selalu melindungi kita dari teman-teman yang jahat, karena sesungguhnya Rasulullah Shallahu alaihi wasslam, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahihain menyebut mereka seperti peniup perapaian pande besi. Rasulullah Shallahu alaihi wassla pernah besabda,“Seseorang itu akan dihimpunkan bersama dengan orang yang disukainya”.
Dalam hadist lain Beliau Shallahu alaihi was salam pernah bersabda pula,“Seseorang itu dinilai berdasarkan tuntunan teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang diantara kalian memperhatikan sispa yagn akan dijadikan teman dekatnya”. (HR. Abu Dawud dan Tirmizi)
Oleh karena itu, Imam Syafi’i rahimahumullah mengatakan dengan rendah diri dalam bait-bait syairnya:
“Aku menyukai orang-orang shalih,
meskipun diriku bukan termasuk di antara mereka,
mudah-mudahan aku beroleh syafa’at dari mereka,
Dan aku benci,
terhadap orang-orang yang kerjanya hanya maksiat,
meskipun kita mempunyai pekerjaaan yang sama.
Semoga Allah melindungi kita dari teman-teman yang buruk,
yaitu orang-orang yang tidak membantu untuk berdzikir.”
Penyakit syubhat adalah penyakit keraguan. Penyakit ini sulit disembuhkan. Allah Ta’ala berfirman,
بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ ۚ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا ۖ بَلْ هُم مِّنْهَا عَمُونَ
“Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana), malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta darinya”. (QS. An-Naml [27] : 66).
Kemudian, penyakit syahwat dapat menjerumuskan farji dan lisan kebanyakan kaum muslimin, terkecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah, kedalam perbuatan fahisyah (zina), dan menggelincirkan telapak kakinya ke dalam kenistaan yang membuat Tuhan murka, karena kemaksiatan da hal-hal yang diharamkan-Nya. Penyakit ini sulit disembuhkan, meskipun lebih ringan daripada penghalang sebelumnya, karena penyakit ini menyebar melalui kemaksiatan dan dosa-dosa besar.
Penawa kedua penyakit ini dengan mempertebal keyakinan, mempertajam padangan hati, dan memperbanyak pengetahuan agama Islam. Sementara penawar penyakit syahwat, bersikap sabar dengan semua ketentuan dan hukum Allah. Wallahu’alam.