Dipilihnya Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi dan Rasul terakhir mengandung arti strategis yang dalam. Demikian juga dengan ketetapan Allah atas Islam sebagai agama terakhir umat manusia yang diridhai-Nya sampai akhir zaman mengandung arti strategis yang luar biasa. Maka, strategi penyebaran dan penegakan Islam sebagai the way of life juga memerlukan strategi yang unggul sehingga dapat mengungguli semua upaya dan strategi manusia yang memusuhinya dan menginginkan agar Islam itu tidak tersebar, cahayanya redup dan tidak tegak di atas muka bumi.
Hijrah adalah salah satu strategi yang luar biasa dari Allah. Sebab itu, peristiwa hijrah mengajarkan kepada kita arti sebuah strategi dalam berdakwah. Sejak dari hijrah para sahabat Rasul ke Habasyah, hijrah Rasul ke Thaif dan terakhir ke Madinah, semuanya mengajarkan bahwa dalam berdakwah itu harus ada strategi. Namun startegi itu akan lemah jika mengandalkan kemampuan akal dan pemikiran manusia, siapaun dia. Strategi itu hanya akan kuat dan unggul jika datang dari Allah, karena strategi-Nya pasti mengungguli strategi semua manusia yang memusuhi Islam dan Rasul Saw. Siapapun mereka. Pemahaman seperti ini yang diajarkan Allah kepada Rasul-Nya sejak awal Beliau menerima amanah dakwah. (QS. Al-‘A’raf [7] : 182–183, Al-Qalam [68] : Al-Jathiyah [45], Al-Muddaththir [74] : 11–17, Al-Muzzammil [73] : 11–14)
Sebab itu, hijrah yang dilakukan Rasul itu adalah sepenuhnya perintah dan strategi Allah. Hal itu terbukti saat Abu Bakar datang kepada Rasul untuk menyarankan Beliau segera berhijrah karena mayoritas sahabat sudah meninggalkan Makkah dan berhijrah ke Madinah. Saat itu Rasul Saw. berkata : Sabar wahai sahabatku, semoga Allah memilih engkau sebagai sahabatku dalam berhijrah. Tidak lama kemudian, Rasul mendapat isyarat dari Allah untuk melakukan hijrah ke Madinah pada waktu yang tepat (on the right time). Abu Bakarpun terpilih sebagai sahabat yang menemani Beliau hijrah ke Madinah.
Satu hal yang perlu kita catat, bahwa dalam menjalankan strategi Allah itu bukan berarti kita akan melewati hidup dan perjuangan dakwah ini di atas hamparan karpet merah, menerima pujian dan sambutan hangat manusia bagai super star sejagad. Namun, yang akan terjadi adalah sebaliknya dan berbagai hal yang memilukan dan bersabung nyawa.
Hal tersebut dapat kita lihat dengan nyata dalam peristiwa hijrah Rasul saw. khususnya saat beliau merancang hijrah ke Madinah. Berbagai peristiwapun terjadi. Sejak dari pengepungan rumah yang dilakukan oleh semua pemuda kabilah Arab yang ada di Makkah untuk melakukan pembunuhan terhadap Beliau, nyaris ditangkap saat bersembunyi di gua Tsaur, dan begitu juga dengan Da’sur yang nyaris berhasil mneghentikan perjalanan hijrah Beliau.
Mungkin di antara kita ada yang bertanya : Untuk apa semua peristiwa memilukan dan menakutkan dalam hijrah itu terjadi, kalau memang hijrah itu sebuah strategi dari Allah? Kenapa tidak Allah terbangkan saja Rasul Saw. itu ke Madinah seperti menerbangkan Beliau saat Isra dan Mi’raj? Bukankah Madinah itu jauh lebih dekat ketimbang Palestina? (Jarak Makkah ke Madinah hanya sekitar 350 km, sedangkan jarak Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsha sekitar 1300 km.)
Atau, kenapa harus hijrah segala? Apakah Allah tidak mampu memenangkan Rasul dan agama-Nya di Makkah yang menjadi kampung dan negeri tempat kelahiran Beliau sendiri? Toh performance, image, track record, koneksi, network, persahabatan, citra positif dan sebagainya sudah terbangun dalam diri Muhammad Saw. dan sebagian sahabatnya di Makkah dengan sempurna? Untuk apa semua kesulitan dan pengorbanan itu harus ditempuh dan dialami Rasul dan para sababatnya?
Jawabannya ialah :
- Itulah strategi Allah dalam menjalankan dakwah Islam. Strategi Allah itu mengharuskan Rasulullah, para sahabat dan siapa saja umatnya yang menjalankan dakwah Islam untuk melewati jalan dakwah yang penuh onak dan duri.
- Keunggulan strategi Allah hanya akan dirasakan dan berpihak kepada para da’i yang istiqamah dalam menjalankan strategi Allah yang penuh keringat, air mata dan darah. Karena, Allah hanya mau menyertai dan mendampingi mereka dalam jalan dakwah yang mengikuti startegi-Nya itu seperti yang dirasakan Rasul Saw. saat berada dalam gua Tsaur ketika Abu Bakar ketakutan dan mencemaskan keselamatan diri Beliau dari tangkapan kaum Musyrik Makkah yang sudah sampai ke pintu gua tempat Beliau dan Abu Bakar bersembunyi untuk sementara waktu.
-
Pertolongan Allah hanya akan turun kepada para da’i yang siap menjalankan dakwah Islam sesuai strategi yang dirancang-Nya yang penuh tantangan dan pengorbanan. Bukan kepada mereka yang tidak siap menanggung beban ujian dan cobaan serta mencari jalan damai dan negosiasi dengan pihak kebantilan. Allah berfirman :
إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Jikalau kamu (kaum Mislimin di Madinah) tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah), sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia (Rasulullah) berkata kepada sahabatnya (Abu Bakar): "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta / bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Dia menjadikan kalimat (agama) orang-orang kafir itu rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah [9] : 40)