إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
"Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)," (QS. Ghafir [40] : 51)
Jika Iman adalah syarat kemenangan di dunia dan akhirat, maka Hijrah adalah syarat mutlak untuk melakukan perubahan. Dalam banyak ayat Al-Qur’an, kita menemukan Hijrah itu urutan kedua setelah Iman. Sedangkan Jihad urutan ketiga setelah Iman dan Hijrah. Tidak akan pernah ada perubahan jika tidak pernah melakukan hijrah. Maka, ketiga pilar tersebut tidak bisa dipisahkan dan bahkan tidak bisa diputarbalikkan urutannya.
Hijrah itu syarat mutlak perubahan.. Paling tidak ada dua bentuk perubahan yang dihasilkan hijrah :
1) Perubahan dari kondisi terjajah dan tertindas kepada kondisi kebebasan dan kemerdekaan serta dari kondisi sistem hidup jahiliyah yang penuh kezhaliman dan kerusakan kepada sistem Islam yang penuh berkah dan adil. Perubahan dari dzillah (kehinaan dan terhina) kepada kondisi izzah (kemuliaan) dan harga diri,
Dalam kondisi dimana umat Islam tidak bisa lagi menjalankan aqidah dan nilai-nilai keislamannya dengan bebas dan baik, maka Hijrah Makaniyah (hijrah dari satu wilayah asal ke wilayah lain) adalah solusinya. Kalau tidak, mereka tidak akan pernah lepas dari cengkraman penguasa zhalim dan masyarakat jahiliyah. Inilah yang dilakukan Rasul Saw. saat menyuruh sahabatnya hijrah ke Habasyah (Ethiopia) dan kemudian Beliau juga mencoba hijrah ke Thaif dan kemudian sampai Allah tetapkan mereka hijrah terakhir ke Yatsrib atau Madinah.
Menariknya, bagi kaum Muslim yang tidak mau hijrah ke Madinah yang sudah menjadi wilayah yang aman bagi Rasul dan kaum Muslimin lainnya dan mereka tetap memilih tinggal di Makkah sampai ajal menjemput mereka, maka merekadianggap mati dalam keadaan menganiaya diri dan tidak akan meraih keselamatan akhirat, kendati dengan alasan sebagai kaum tertindas. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)." Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah ke sana?" Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa’ [4] : 97)
2) Perubahan dari kondisi jauh dari Allah dan Rasul-Nya kepada dekat kepada Allah dan Rasul-Nya. Perubahan dari keimanan yang bercampur syirik dan khurafat kepada keimanan yang bersih dari syirik dan khurafat. Perubahan dari ibadah yang bercampur bid’ah kepada ibadah yang sesuai dengan sunnah. Perubahan dari kondisi jahil (mamahami) Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw) kepada memahami dan mengamalkannya. Perubahan dari kondisi ma’shiyat kepada ketaatan. Perubahan dari kondisi memusuhi Islam kepada mencintai Islam. Perubahan dari permusuhan terhadap sesama Muslim kepada persaudaraan dan persatuan. Perubahan dari sistem hidup Jahiliyah kepada sistem Islam dan seterusnya… Hijrah seperti itu disebut dengan Hijrah Qiyam Imaniyah (Hijrah Nilai Keimanan).
Sesungguhnya umat Islam hari ini dituntut untuk melakukan hijrah nilai keimanan, karena dengan seperti itulah mereka akan mampu melakukan berbagai perubahan, baik dalam diri, keluarga, masyarakat maupun negara dan bahkan dalam skala dunia Islam global yang akan menggantikan tatanan dunia baru yang penuh kezhaliman dan penjajahan. Allahu a’lam…