Dalam tulisan lalu kita sudah membahas berbagai masalah terkait partai dalam Al-Qur’an. Di antaranya, kriteria Partai Allah dan Partai Setan. Pembahasan-pembahasan berikutnya adalah topik-topik yang terkait langsung dengan Partai Allah VS Partai Setan agar gambarannya menjadi utuh dan jelas.
Di antara topik tersebut ialah, Kemenangan Versi Partai Allah dan Partai Setan, Orientasi Partai Allah dan Partai Setan, Strategi Partai Allah dan Partai Setan, Aktivitas Partai Allah dan Partai Setan, Langkah-Langkah Partai Allah dan Partai Setan, Hakikat Konflik Antara Partai Allah VS Partai Setan dan banyak lagi topik lain yang relevan.
Sebelum membahas topik-topik di atas dan agar memudahkan kita mencerna tema tulisan ini dengan baik, kita perlu membangun landasan berfikir dengan bangunan yang kokoh dan kuat, agar paradigma dan filosofi berpikir kita menjadi lurus dan sesuai dengan fitrah manusia yang telah Allah ciptakan. Kemudian, tujuannya juga harus jelas, agar kita terhindar dari ketersesatan berfikir dan bertingkah laku di tengah jalan.
Adapun landasan berfikirnya ialah firman Allah surat Al-Baqarah ayat 208 dan 209. Sedangkan tujuan kita membahas Partai Allah vs Partai Setan dengan segala permasalahannya tidak lain adalah mencari kebenaran agar kita dapat selalu berada dalam shaf Partai Allah dan terhindar dari bergabung dengan Partai Setan. Pemahaman tersebut haruslah didasari ilmu yang benar, bukan hanya sekedar klaim atau akuan belaka (amaniy). Dengan demikian Insya Allah kita bisa selamat di dunia dan mencapai kemenangan besar di akhirat, yakni masuk Syurga Allah.
Memahami landasan berfikir dan tujuan pembahasan masalah Partai Allah VS Partai Setan tersebut juga sangat penting agar kita terhindar dari debat kusir yang tidak berguna dan bahkan bisa menyimpangkan kita dari pembahasan yang sebenarnya. Pada akhirnya kita akan sulit keluar dari berbagai jebakan setan yang sesungguhnya, baik dari kalangan jin maupun manusia.
Di antara jebakan setan yang paling ampuh adalah membangun perasaan dan klaim berada dalam kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, namun tidak didukung oleh dalil-dalil yang benar-benar dari Allah dan Rasul-Nya dan atau tidak pula bisa dibuktikan dalam amal perbuatan. Jadilah kita seperti yang dilukiskan Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 103-104 :
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ﴿١٠٣﴾ الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ﴿١٠٤﴾
“Katakan (wahai Muhammad), maukah kamu sekalian Kami beritakan akan orang-orang yang paling merugi amal perbuatan (mereka)? Mereka adalah orang-orang yang tersesat usaha (amal perbuatan) nya semasa hidup di dunia sedangkan mereka mengira bahwa mereka berbuat baik”. (Q.S. Al-Kahfi : 103 – 104)
Landasan Berfikir.
Seperti yang disinggung di atas, bahwa landasan berfikir dalam membahas Partai Allah VS Partai Setan adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208 dan 209 berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (209)
“Wahai orang-orang beriman! Masuklah kamu sekalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan sekali-kali jangan kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia (setan itu) bagi kamu adalah musuh yang nyata. Jika kamu tergelincir (dari jalan Islam dan pasti meniti jalan setan) setelah datang kepadamu penjelasan-penjelesan (Al-Qur’an) maka ketahuilah bahwa sesungguhnhya Allah itu Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” (Q.S. Al-Baqarah : 208 – 209)
Dari dua ayat tersebut di atas dapat kita petik sepuluh hal penting berikut :
- Yang memanggil atau menyeru ialah Allah, Tuhan Pencipta manusia dan alam semesta yang telah menurunkan wahyu Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup dan mengutus Muhammad Saw sebagai Rasul yang harus ditaati dan diteladani dalam memanage (mengelola) semua sapek kehidupan. Sedangkan yang diseru atau dipanggil adalah orang-orang beriman yang telah mengakui Allah sebagai Tuhan mereka dan Muhammad Saw. sebagai Nabi dan Rasul Allah terakhir.
- Inti seruan Allah adalah sebuah perintah agar orang-orang beriman masuk ke dalam Islam atau menerima ajaran Islam secara utuh atau secara keseluruhan.
- Sebaliknya, pada waktu yang sama Allah melarang orang-orang beriman agar tidak mengikuti langkah-langkah setan.
- Dalam larangan tersebut juga dapat dipahami agar orang-orang beriman waspada dan setiap saat menyadari bahwa setan itu adalah musuh mereka yang nyata.
- Jalan hidup itu hanya dua; jalan Islam (Allah) atau jalan setan.
- Ayat tersebut juga mengisyaratkan, seorang Muslim, jamaah Islam atau negara Islam sangat mungkin – inilah fakta sepanjang sejarah setelah masa Khulafaurrasyidin berakhir sampai hari ini – meniti sebagian jalan Islam dan sebagian lain adalah jalan setan sebagai akibat dari kebodohan, lupa (tidak sadar) atau disebabkan godaan setan yang amat menggiurkan terhadap mereka.
- Allah tidak mengharapkan sama sekali orang-orang beriman tergelincir dari jalan Islam sehingga meniti jalan setan, kendati hanya sebagian.
- Jika kasus tersebut terjadi, Allah akan melihat kasus tersebut sebagai murni karena kelemahan manusia atau karena sengaja dan tergoda oleh setan dan kemudian tidak mau kembali kepada jalan Islam dan bahkan dengan mencari-cari legalitasnya dari Islam. Jika murni karena kelemahan / kebodohan atau tergelincir karena godaan setan namun mau kembali ke jalan Islam dengan bertaubat, maka Allah Maha Bijaksana dan akan mengampuninya dan menunjukinya selalu di jalan yang lurus, seperti yang terjadi pada manusia pertama, bapak semua manusia, yakni Adam alaihissalam. Namun jika tergelincir karena menikmati penyimpangan atau maksiat seperti berbagai prilaku Bani Israel atau karena kesombongan dan gengsi seperti yang terjadi pada Iblis, maka Allah akan memperlihatkan Kemahaperkasaan-Nya dengan membiarkan mereka yang tergelincir tersebut tetap berada dalam ketergelincirannya dan tidak akan memberi mereka petunjuk ke jalan Islam yang lurus.
- Sebab itu, Allah menyeru orang-orang beriman dengan seruan penuh kasih sayang, namun tegas dan keras, agar selalu berada pada jalan Islam secara total dan menghindari jalan setan secara total pula, baik sebagai individu, jamaah, partai ataupun negara.
- Seruan masuk kepada Islam secara total dan meninggalkan semua langkah setan mengisyaratkan sebuah tema yang amat besar, yakni percaturan antara Islam dengan jahiliyah dengan segala warna warninya. Sebab itu, tema tersebut mencakup semua umat manusia yang hidup sejak risalah Nabi Muhammad Saw diturunkan, atau persisnya sejak kedua ayat tersebut diturunkan sampai hari kiamat nanti. Sebab itu, tema tersebut bukan hanya menyangkut kelompok, jamaah atau partai-partai yang ada, melainkan untuk seluruh manusia di atas bumi ini.
Untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang landasan berfikir yang harus kita bangun, alangkah baiknya kita meyimak uraian Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an tentang ayat 208 dan 209 surat Al-Baqarah di atas sebagai berikut :
“Sesungguhnya itu adalah seruan untuk oarng-orang Mukmin dengan dasar keimanan. Mereka diseru dengan sifat/karakter yang amat mereka cintai dan sifat itu yang membuat mereka istimewa serta menyebabkan mereka tersambung dengan Allah, Dzat yang menyeru mereka. Sebuah seruan untuk orang-orang beriman agar mereka masuk Islam secara total”.
Pemahaman dasar Dakwah (Islam) ini ialah bahwa kaum Mukmin itu harus mampu menyerahkan diri kepada Allah dengan segala yang mereka miliki; diri mereka; dalam urusan kecil maupun besar. Mereka harus menyerahkannya dengan bulat sehingga tidak ada lagi, setelah penyerahan itu, sisa-sisa konsepsi atau perasaan, niat atau perbuatan, keinginan atau kebencian yang tidak tunduk kepada Allah dan tidak ridha (puas) terhadap hukum dan keputusan-Nya.
Penyerahan ketaatan yang penuh tsiqah (percaya), yang tenang dan ridha. Penyerahan itu kepada Tangan yang menggiring langkah mereka sedangkan mereka sangat percaya bahwa Tangan tersebut menginginkan kebaikan, nasehat dan jalan lurus bagi mereka. Mereka merasakan ketenangan dalam perjalanan di dunia ini yang sedang menuju tempat kembali di akhirat kelak.
Diarahkannya seruan tersebut kepada orang-orang beriman saat itu, menunjukkan bahwa saat itu masih ada jiwa-jiwa yang dihinggapi keragu-raguan dalam ketaatan mutlak dalam kondisi sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Merupakan suatu fenomena umum atau alami bahwa terdapat dalam Jama’ah Rasullah (jiwa-jiwa yang belum bisa taat mutlak) di samping jiwa-jiwa yang sudah tenang, percaya dan ridha. Karena ia adalah seruan yang diarahkan setiap saat kepada orang-orang beriman agar mereka ikhlas dan totalitas. Langkah-langkah dan orientasi mereka selaras dengan apa yang dimaui Allah bagi mereka serta sejalan pula dengan arah yang dibimbing oleh nabi dan agama mereka, tanpa mencla-mencle, ragu-ragu dan lirik sana-lirik sini.
Saat seorang Muslim menerima seruan itu dengan sepenuh hati, maka ia akan masuk ke dalam dunia ini semuanya ketentraman dan semuanya keselamatan. Sebuah dunia yang semuanya tsiqah (trust) dan ketenangan. Semuanya ridha dan ketenangan di mana tidak ada lagi kebingungan dan kegelisahan… Tidak ada lagi keterusiran/marginal dan ketersesatan… Kedamaian bersama diri dan hati….Kedamaian bersama akal dan logika… Kedamaian bersama manusia dan semua mahkluk hidup… Kedamaian bersama alam semesta dan semua yang ada di dalamnya…. Kedamaian yang berkibar di lubuk hati yang dalam… Kedamaian yang menaungi kehidupan dan masyarakat dan kedamaian di bumi dan di langit.
Pertama kali yang dilimpahkan oleh kedamaian itu ke dalam hati ialah limpahan kebenaran konsepsi/gambaran terhadap Allah, Tuhan Penciptanya. Sebuah konsepsi yang cemerlang dan sederhana. Sesungguhnya Ia adalah Tuhan yang Esa di mana seorang Muslim berorientasi hanya kepada-Nya saja, yang akan membuat hatinya tenang. Sebab itu, ia tidak akan menempuh lagi jalan-jalan lain selain jalan-Nya. Tidak pula memiliki kiblat (direction) yang beragam. Tidak juga terlempar dari satu tuhan kepada tuhan-tuhan lain yang datang dari sana atau sini – sebagaimana halnya kehidupan manusia di zaman jahiliyah -. Sesungguhnya hanya Tuhan yang Esa yang menjadi tujuannya dengan penuh kepercayaan, ketenangan, kecemerlangan dan penuh kejelasan.
Ialah Tuhan yang Maha Adil dan Bijaksana. Kekuatan dan Kehendak-Nya cukup sebagai garansi dari menghadapi kezaliman, jebakan hawa nafsu dan kerugian. Bukah seperti tuhan-tuhan berhala jahiliyah yang memiliki dorongan ego dan syahwat. Sebab itu, seorang Muslim berlindung kepada Tuhan-nya dengan sandaran yanag amat kuat dimana ia mendapat keadilan, perawatan dan keamanan. Ialah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Pemberi nikmat, Pengampun dosa dan Penerima taubat. Setiap saat memperkenankan permintaan (doa) orang-orang yang tertindas dan melepaskan mereka dari keburukan. Seorang Muslim harus dapat merasakan rasa aman yang ramah dalam pangkuan-Nya. Merasa selamat, beruntung dan dikasihi bila ia lemah dan diampuni saat ia bertaubat.
Demikianlah seorang Muslim berjalan bersama sifat-sifat Tuhannya yang diperkenalkan Islam kepadanya. Sebab itu, ia menemukan pada semua sifat Allah tersebut apa yang membuat hatinya dan jiwanya tenang serta jaminan meraih pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang, kemuliaan, imunitas, ketenangan dan ketentraman. Demikianlah hati seorang Muslim mendapatkan limpahan ketentraman dari kebenaran konsepsi hubungan antara hamba dengan Tuhan Penciptanya.”
Kemudian Sayyid Qutub menjelaskan : “ Keyakinan/ Iman pada akhirat memiliki peranan utama dalam melimpahkan ketentraman pada jiwa seorang Mukmin dan dunianya. Ia juga mampu mengusir kegelisahan, kemurkaan dan putus asa.
Sesungguhnya perhitungan akhir bukanlah di atas bumi (dunia) ini dan balasan yang sempurna bukan pula dalam kehidupan yang fana ini. Sesungguhnya perhitungan akhir adalah di sana (akhirat). Keadilan mutlak akan terjamin dalam perhitungan akhir itu. Sebab itu, tidak ada tempat menyesali kebaikan (dakwah) dan jihad di jalan-Nya jika tidak terealisasi dan tidak memperoleh imbalannya di atas bumi ini. Tidak perlu gelisah terhadap imbalan yang berdasarkan standar manusia jika tidak terpenuhi dalam kehidupan dunia fana ini. Sebab nanti akan disempurnakan dalam timbangan Allah. Tidak ada tempat putus asa terhadap keadilan bila keadilan itu telah dibagi-bagi ke dalam berbagai kepentingan dalam kehidupan yang fana ini. Keadilan itu pasti terlaksana dan Allah sama sekali tidak menghendaki keazaliman bagi hamba-Nya.
Keyakinan pada akhirat juga akan menjadi benteng penghalang bagi terjadinya percaturan/persaingan gila jahiliyah yang menginjak-injak nilai dan kehormatan, tanpa sedikitpun rasa malu. Di sana ada akhirat yang penuh pemberian dan kecukupan. Di sana ada ganti bagi apa yang luput semasa di dunia. Konsepsi ini dengan sendirinya melimpahkan rasa ketentraman dan keselamatan dalam perlombaan dan berkompetisi dan akan mencabut basa basi / performance / jaim terhadap gerakan para competitors serta akan meringankan beban biaya yang muncul dari perasaan yang mengira bahwa satru-satunya kesempatan yang ada hanyalah saat menjalani hidup yang pendek ini.
Pengetahuan seorang Mukmin akan tujuan keberadaan manusia ini adalah ibadah dan ia diciptakan agar mengabdi hanya kepada Allah, maka tidak diragukan dengan sendirinya akan mengangkatnya ke ufuk yang penuh cahaya. Mengangkat perasaan dan hatinya. Mengangkat semua aktivitas dan amalnya dan membersihkan sarana dan prasarananya. Karena ia menginginkan ibadah dengan aktivitas, amal, kerja dan infaknya serta menginginkan ibadah dengan khilafahnya di muka bumi untuk merealisasikan manhaj Allah di atasnya, maka ia akan mengutamakan untuk tidak berkhianat, tidak berbuat maksiat, tidak menipu, memanipulasi, tidak melampaui batas, tidak berlaku sombong dan tidak menggunakan sarana dan prasarana yang kotor dan rendahan.
Demikian juga ia akan mengutamakan untuk tidak isti’jal (tergesa-gesa) dalam setiap marhalah (dakwah), tidak akan membuat jalan pintas, tidak akan melewati masalah sulit yang diciptakan sendiri. Ia akan mencapai tujuan ibadahnya dengan niat yang ikhlas dan ativitas yang serius dan kontinyu dalam batas-batas kemampuan. Kondisi sepeti ini mengharuskan jiwanya tidak ditimpa gejolak ketakutan yang berlebihan (paranoid) dan kerakusan (pada dunia) serta tidak dikuasai oleh kegelisahan dalam setiap marhalah (periode) perjalanannya. Yang demikian itu karena ia mengabdi pada Allah dalam setiap langkah. Ia merealisasikan tujuan keberadaannya dalam setiap lintasan pikiran dan hatinya dan ia menanjak ke arah yang tinggi menuju Allah dalam setiap aktivitas dan lapangan.
Perasaan seorang Mukmin bawa ia sedang berjalan bersama kekuasaan Allah dalam mentaati Allah untuk merealisasikan kehendak Allah… Yang ia peroleh dari perasaan tersebut dalam jiwanya ialah ketenangan dan ketentraman dalam meniti jalan (dakwah), tanpa ada kebingungan, kegelisahan dan sumpah serapah dalam menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan, tanpa putus asa dari pertolongan Alah dan bantuan-Nya dan tanpa takut terhadap melencengnya tujuan atau hilangnya balasan. Karena itu, ia merasakan ketentraman dalam jiwanya, bahkan dalam memerangi musuh-musuh Allah dan musuh-musuhnya, karena ia tidak memerangi mereka melainkan karena Allah, di jalan Allah, untuk meninggikan kalimat Allah dan bukan berperang karena kedudukan/pangkat, harta, nasionalisme, atau tujuan apa saja dalam bentuk tujuan duniawi lainnya.
Demikian pula ia merasakan bahwa ia berjalan berdasarkan sunnah (sistem) Allah bersama alam semesta. Kanun (aturan main) alam semesta juga kanunnya dan orientasi alam semesta juga orientasinya. Sebab itu dalam perjalanannya tidak berbenturan dan tidak pula bermusuhan dengan alam semesta. Tidak pula terjadi penghamburan dan pemborosan tenaga. Kekuatan alam semesta berhimpun dengan kekuatannya dan menggiringnya kepada cahaya yang dijadikannya pelita kehidupan. Orientasinya hanya kepada Allah bersama orientasi alam semesta menuju Allah.
Adapun biaya dan beban yang diwajibkan Islam terhadap seorang Muslim semuanya sesuai fitrah dan untuk membenahi fitrah (yang menyimpang). Biaya dan beban tersebut tidak akan pernah melebihi kekuatan dan potensi manusia dan tidak pula melupakan karakter manusia dan konstruksi tubuhnya. Tidak satupun kekuatan dari kekuatan manusia yang diabaikan yang tidak digunakan untuk bekerja, membangun dan meciptakan pertumbuhan. Tidak ada pula satupun kebutuhan manusia yang dilupakan baik kebutuhan jasmani maupun kebutuha ruhani. Tidak ada pula yang tidak dapat dipenuhi dalam kemudahan, tolerasni dan kemakmuran. Karena itu, ia tidak akan pernah bingung dan tidak pula gelisah dalam mengemban beban dan biaya itu. Ia akan memikul apa yang dipikulkan kepadanya dan meniti jalan menuju Allah dalam keadaan tenang, penuh spirit dan ketentraman.
Kemudian Sayyid Qutub melanjutkan : “ Inilah sebagian dari makna-makna “as-silm” (ketenangan dan keselamatan Islam) yang diisyaratkan ayat yang menyeru orang-orang beriman untuk masuk ke dalamnya secara total, agar mereka menyerahkan diri mereka secara total pula kepada Allah. Oleh sebab itu, tidak ada yang harus diharapkan kembali (imbalan) kepada diri mereka sedikitpun. Tidak ada jatah atau imbalan yang perlu kembali untuk kepentingan diri mereka. Semua dikembalikan kepada Allah dalam keadaan suka, tunduk dan penuh kepasrahan.
Makna “as-silm” seperti ini tidak akan dipahami dengan benar-benar paham oleh orang yang tidak mengerti bagaimana ia membuang kebingungan dan menghapus kegelisahan dalam diri yang tidak merasa tenang dengan iman (kepada Allah) dalam masyarakat yang tidak mengenal Islam, atau boleh jadi mereka mengenalnya akan tetapi kemudian mereka mengingkarinya dan kembali (murtad) kepada jahiliyah di bawah berbagai tema/simbol sepanjang masa. Masyarakat seperti ini adalah masyarakat yang sengsara dan bingung, kendati di tengah kebutuhan materi yang melimpah dan kemajuan peradaban materialismenya, serta memiliki semua faktor-faktor kemajuan dalam standar jahiliyah yang memiliki konsepsi yang sesat dan beragam.
Cukup bagi kita Swedia satu contoh dari apa yang terjadi di negara-negra Eropa sebagai negara yang diklaim sebagai negara maju di mana setiap individu mendapatkan sekitan 500 pound setiap tahun yang dianggarkan dari APBN. Setiap individu memperoleh jatah asuransi kesehatan yang dibayarkan dengan tunai dan pengobatan gratis yang diperoileh dari rumah sakit-rumah sakit pemerintah. Demikian pula dengan pendidikan yang gratis dalam semua tingkatannya bersama bantuan pakaian dan pinjaman bagi pelajar dan mahasiswa berprestasi. Ada lagi bantuan negara sekitar 300 pound sebagai bantuan pernikahan dalam rangka menjaga kelestarian berumah tangga. Dan banyak lagi yang lain berupa bukti kemakmuran ekonomi atau materi dan peradaban yang luar biasa…. Akan tetapi, apa yang terjadi di balik kemakmuran materi dan peradaban yang hatinya tercerabut dari iman kepada Allah?
Sesungguhnya masyarakat Swedia dan juga negeri Eropa lainnya adalah masyarakat yang terancam kepunahan. Keturunan semakin hari semakin berkurang disebabkan kekacauaan pergaulan antar jenis. Perceraian tercatat satu dari enam pernikahan disebabkan bebasnya berhubungan seks tanpa nikah, penampilan wanita yang seronok dan kebebasan pergaulan pria wanita. Generasi muda menyimpang karena mereka pencandu alkohol dan narkoba sebagai ganti dari spiritualitas, iman, ketenangan hati dengan akidah. Berbagai penyakit jiwa, saraf dan penyakit aneh lainnya sedang menerkam puluhan ribu jiwa manusia… Kemudian bunuh diri (tidak terhitung jumlahnya). Kondisi seperti ini juga sedang menimpa Amerika. Bahkan Rusia jauh lebih mengerikan.
Sesungguhnya itu adalah bentuk kesengsaraan yang ditetapkan (Allah) terhadap setiap hati yang terlepas kemanisan iman dan ketenangan akidah. Sebab itu, hati tersebut tidak merasakan rasa ketenangan Islam yang mana kaum Mukmin dipanggil untuk memasukinya secara total dan utuh agar mereka di dalamnya menikmati keamanan, naungan dan ketenangan. “Wahai orang-orang beriman! Masuklah kamu ke dalam ketenangan Islam secara total dan jangan sekali-kali kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu bagi kamu adalh musuh yang nyata”.
Mengapa Allah menyeru kaum Mukmin agar mereka memasuki Islam denga total? Pada waktu yang sama mengingatkan mereka agar tidak mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya tidak ada (dalam kehidupan ini) kecuali hanya dua orientasi; Masuk ke dalam Islam secara total, atau mengikuti langkah-langkah setan. Petunjuk atau kesesatan. Islam atau jahiliyah. Jalan Allah atau jalan setan. Petunjuk Allah atau tipudaya setan.
Dengan penjelasan yang tegas ini, seorang Muslim hendaklah menyadari sikap yang ia bangun. Oleh sebab itu jangalah mencla mencle dan jangan pula ragu serta kebingungan di antara jalan-jalan dan berbagai orientasi yang ada.
Sesungguhnya di sana tidak ada beberapa manhaj (the ways of life) bagi seorang Mukmin yang ia dapat memilih salah satu darinya, atau ia campur adukkan salah satunya dengan yang lain. Sungguh tidak…. Sesugguhnya orang yang tidak masuk ke dalam Islam dengan segala ajarannya, tidak bisa menyerahkan dirinya secara ikhlas kepada Allah dan syari’at-Nya, maka ia tidak akan bisa terlepas dari konsepsi lain atau manhaj lain atau sitem lain (selain konsepsi, manhaj dan sistem Allah). Ingatlah ia sedang meniti jalan setan dan bahkan bisa semua langkah setan.
Di sana tidak ada solusi (jalan) tengah. Tidak ada pula manhaj baina-baina (manhaj setengah hati/kemunafikan). Tidak pula strategi yang diambil setengah dari sini dan setengahnya dari sana. Sesungguhnya di sana hanya ada Hak atau Bathil, petunjuk atau kesesatan, Islam atau jahiliyah dan manhaj Allah atau tipudaya setan.
Allah menyeru kaum Mukmin sejak pertama kali agar masuk ke dalam Islam secara total dan mengingatkan mereka untuk kali berikutnya agar tidak mengikuti langkah-langkah setan. Seruan tersebut menggerakkan hati dan perasaan mereka dan melahirkan kewaspadaan – melalui peringatan Allah kepada mereka – terhadap permusuhan setan kepada mereka. Itulah permusuhan yang jelas dan nyata yang tidak mungkin dilupakan kecuali oleh orang yang lalai. Sedangkan kelalaian itu tidak mungkin ada bersama iman.”
Pembaca yang dirahmati Allah. Melalui uraian Sayyid Qutub di atas jelaslah bagi kita bahwa dalam kehidupan ini, khususnya kehidupan dakwah dan jihad dalam menuju Allah hanya ada dua manhaj dan jalan; manhaj dan jalan Allah atau manhaj dan jalan setan. Hanya ada dua cara dan strategi; cara dan strategi Allah atau cara dan strategi setan. Inilah landasan membangun pemikiran dalam tataran konsepsi, agar paradigma dan filosofi berfikir kita selalu berada dalam hidayah Allah yang lurus yang akan terefleksi selalu dalam sikap dan tingkah laku. Pada waktu yang sama kita terhindar dari tipu daya setan yang menyengsarakan dan mencelakakan kita di dunia dan di akhirat kelak. Wallahu A’lamu bish-shawab.