Kita selalu meminta diberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada Allah Azza Wa Jalla. Jalan yang diridhoi oleh Rabbulhaq. Setiap shalat selalu dengan penuh kerendahan hati, kita basahi bibir ini dengan untaian ungkapan, yang mengharapkan agar mendapatkan jalan yang lurus. ‘Ihdzinnas shirathal mustaqim’. Jalan hidup yang telah dilalui oleh para generasi shalafus sholeh.
Shirathal mustaqim (jalan yang lurus) disebutkan dalam bentuk mufrad (single) dan ma’rifah (definit) dengan dua macam perangkat ta’rif (pema’rifahan), yaitu ta’rif dengan lam dan ta’rif dengan idhafah. Hal ini menggambarkan bahwa shirathal mustaqim (jalan hidup yang lurus) itu sudah tertentu dan khusus, yakni hanya satu jalan saja. Sedangkan jalan-jalan kehidupan orang-orang yang dimurkai Allah Rabbul Aziz, dan yang tersesat disebutkan oleh Allah Rabbulhaq, yaitu dalam bentuk jama’ (plural) dan mufrad, seperti dalam firman_nya :
“Dan bahwasanya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”. (Al An’am :153)
Betapa banyak manusia kini, yang terperosok ke jalan yang sesat, dan bergelimangan dengan berbagai penyimpangan diri, yang membawa kehancuran. Mereka tidak memilih jalan al-Islam, yang telah ditetapkan oleh Allah Azza Wa Jalla, yang memberikan kebahagian, kedamaian, dan kesempurnaan, tapi justru manusia jatuh dalam jalan kesesatan, dan menjadi karib setan, yang memperbudak kehidupan mereka dengan berbagai kubangan dosa dan kedurhakaan.
Maka, Allah Azza Wa Jalla menyebut ‘as-shirat’ dan ‘sabilih’ dalam bentuk tunggal, sedang jalan-jalan hidup yang bertentangan dengannya disebutkan dalam bentuk jama’, yaitu ‘as-subul’. Ibnu Mas’ud berkata :
“Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam pernah membuat sebuah garis untuk kami, lalu Beliau bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’. Kemudian, Beliau membuat lagi beberapa garis di sebelah kanan dan kiri garis itu seraya bersabda, ‘Ini beberapa jalan, pada tiap-tiap jalan ini terdapat setan yang menyeru itu’. Kemudian Beliau membaca firman Allah (yang artinya) : “Dan bahwasanya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”.
Hakekatnya jalan hidup yang lurus itu, hanya satu yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada para rasul-rasul-Nya dan dituangkan-Nya dalam kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya. Tidak seorangpun yang dapat sampai kepada-Nya melainkan melalui jalan ini. Jika manusia menempuh jalan-jalan hidup lain untuk sampai kepada-Nya, dan meminta dibukakan pintu masing-masing jalan itu, maka jalan-jalan dan pintunya tertutup baginya, melainkan dari suatu jalan saja, yaitu jalan yang berhubungan dengan Allah Azza Wa Jalla dan menyampaikan manusia kepada-Nya. Allah berfirman :
“Ini adalah jalan kepada-Ku yang lurus”. (Al-Hijr : 41).
Mujahid berkata, “Kebenaran itu rujukkannya kepada Allah, dan diatas kebenaran inilah jalan menuju Allah, tidak condong kepada sesuatu pun (selain Dia)”. Perkataan Mujahid seperti perkataan Al-Hasan, bahkan ia lebih jelas lagi, dan ini merupakan pendapat yang paling shahih mengenai ayat ini. Allah Azza Wa Jalla adalah Maha benar, jalan-Nya adalah benar, dan agama-Nya adalah benar.
Barangsiapa yang konsisten (istiqomah) pada jalan-Nya niscaya dia berada diatas kebenaran dan petunjuk. Manusia akan menjadi berarti dan bermakna, apabila dia memilih jalan-Nya dengan penuh komitment dan konsisten (istiqomah), dan tidak memilih jalan-jalan setan, yang akan dapat menghancurkan kehidupannya. Kehidupan di dunia dan akhirat.
Karena itu, orang mukmin dan muslim hanya berpegang teguh kepada agama Allah, berwala’ hanya kepada Allah Rabbul Alamin, Rasul-Nya, dan berlepas diri dari para musuh Allah, Rasulnya dan kaum mukminin. Allah berfirman :
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk hanya kepada Allah”. (Al-Maidah : 55).
Tidak ada orang-orang mukmin yang sejati memberikan wala’ (loyalitas) kepada musuh-musuh Allah, Rasul-Nya, seperti kepada orang kafir, musyrik dan munafik. Karena, hal itu hanyalah akan membaswa kehancuran. Tidak mungkin musuh-musuh Allah itu, kiranya dapat menjadi pelindung dan penolong, dan membantu orang-orang beriman. Karakter mereka sangat memusuhi orang mukmin dan muslim. Adalah kesalahan yang sangat besar dan akan menghancurkan kehidupan kaum mukminin dan muslimin, apabila ada segolongan pemimpin Islam, yang mau tunduk dan menyerahkan urusannya kepada musuh-musuh Allah itu. Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjad wali dengan meningalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”. (An-Nisa’ : 144).
Tak layak barisan orang-orang mukmin dan muslim berlindung dibawah panji-panji orang-orang kafir, musyrik dan munafik, yang telah nyata-nyata kesesatan dan permusuhannya terhadap Allah Azza Wa Jalla. Wallah u‘alam. [email protected]