Banyak jenis cinta yang menjadi kazanah kehidupan. Dengan cinta manusia bisa hidup. Dengan cinta manusia bisa menjadi celaka. Maka manusia harus memahami hakekat cinta. Ada lima jenis cinta yang harus dibedakan, sehingga tidak timbul persepsi salah, yang akhirnya menyebabkan seseorang tersesat.
Pertama, cinta kepada Allah Azza Jalla. Cinta kepada Allah saja tidak cukupuntuk menyelamatkan seseorang dari siksa Allah dan mendapatkan pahala dari-Nya. Karena orang-orang musryik, penyembah Salib, Yahudi dan lainnya juga mencintai Allah.
Kedua, mencinai apa yang dicintai Allah Azza Wa Jalla. Jenis cinta inilah yang memasukkan seseorang ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Orang yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah orang yang paling kuat kecintaannya dalam hal hal ini.
Ketiga, kecintaan karena Allah dan di jalan Allah Azza Wa Jalla. Kecintaan ini merupakan syarat dari kecintaan kepada apa yang dicintai oleh Allah (jenis kedua). Mencintai apa yang dicintai Allah tidak akan lurus kecuali jika ia mencintai karena Allah dan di jalan Allah.
Keempat, cinta mendua kepada Allah Azza Wa Jalla. Artinya ia mencintai selain Allah, dan juga mencintai Allah dengan kadar yang sama. Ini merupakan syirik. Setiap orang yang mencintai sesuatu dengan kecintaan yang sama kepada Allah, bukan karena Allah atau di jalan-Nya, maka ia telah menjadikannya sebagai tandingan selain Allah. Inilah jenis kecintaan orang-orang musyrik.
Kelima, kecintaan yang sifatnya manusiawi, kita boleh melakukannya. Yaitu kecenderungan seseorang kepada apa yang disenanginya dan yang sesuai dengan wataknya dan nalurinya. Seperti orang haus mencintai air, lapar mencintai makanan, senang tidur, mencintai isteri, dan anak. Ini bukan cinta yang dicela, melainkan jika telah melalaikan zikir kepada Allah Azza Wa Jalla dan menyibukkan dari cinta kepada Allah.
Lalu, siapakah yang lebih baik dan bahagia hidupnya, ialah orang yang semua kehendak dan cita-citanya bersatu untuk mencapai keridhaan Allah. Orang yang zikir hanya kepada Allah, hanya rindu kepada-Nya. Kemudian inilah yang menguasai kemauan-kemauannya, cita-citanya, dan lamunan-lamunannya. Ia akan diam karena Allah. Jika berbicara ia karena Allah. Jika memukul, ia memukul karena Allah. Bergerak karena-Nya, diam karena-Nya, hidup dan mati karena Allah, dan dibangkitkan karena Allah.
Dalam Shahih Buchari hadist qudsi, Allah berfirman :
“Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku wajibkan, dan senantiasa ia beribadah dengan yang sunnah, keuali Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku pendengarnya yang ia mendengar dengannya, Aku penglihatannya yang ia melihat dengannya, Aku tangannya yang ia memukul dengannya, Aku kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepadaku, maka niscaya Aku akan memberinya, jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, maka Aku akan memberi perlindungan kepadanya. Tidakkah Aku ragu-ragu dalam melakukan sesuatu, jika Aku yang melakukannya, kecuali keraguan-Ku ketika mencabut nyawa hamba-Ku yang beriman yang benci kematian, dan Aku benci apa yang ia benci”.
Kecintaan seperti inilah yang menyibukkan hatinya untuk tidak memikirkan dan memperlihatkan hal-hal lain, selain Allah, sehingga menguasai ruhnya. Tak ada lagi tempat bagi yang lain dihatinya. Kecintaan inilah yang menguasainya dalam setiap geraknya. Dalam mendengar, melihat berjalan. Allah ada dalam hatinya dan bersamanya. Walah ‘alam.