Siapa saja yang mencermati strategi globalisasi, maka dia akan mendapati bahwa kekacauan adalah satu hal yang tak terelakkan sebagai imbas dari strategi tersebut. Baik dalam skala hubungan bilateral antar negara atau dalam kondisi politik internal sebuah negara.
Sebenarnya, ini adalah sistem yang amat aneh. Karena secara langsung atau tidak sistem ini mengarah pada intervensi sebuah negara pada urusan internal negara lain. Hal ini lalu berimbas pada dikuasainya kekayaan negara-negara lemah, semata-mata untuk kepentingan negara yang lebih kuat dan mapan.
Perang Dunia I dan II
Dalam perjalanannya, tatanan global dunia ini membawa umat manusia pada peperangan demi peperangan, di antaranya PD I dan II. Perang ini memakan korban yang luar biasa. PD I menewaskan sekitar 10 juta jiwa dan korban luka-luka yang tak terhingga. Hasil dari PD I ini membuat bangsa-bangsa saling curiga. Dan, hanya 20 tahun setelah itu, pecah lagi perang dunia II.
Setelah berakhirnya PD II, pihak yang memenangkan perang (pihak sekutu), membuat sebuah organisasi dunia yang berusaha mencegah pecahnya perang dunia yang baru. Maka, berdirilah lembaga PBB.
Senjata Nuklir dan Fase Perang Dingin
Jika setelah 60 tahun lebih PBB tetap eksis, hal ini bukan karena kemampuan PBB dalam melakukan perannya sebagai organisasi perdamaian dunia. Juga, bukan karena hebatnya Dewan Keamanan lembaga tersebut dalam mencegah munculnya perang dunia baru. Hal ini lebih dikarenakan adanya ketakutan massal akan adanya ancaman nuklir.
Meski demikian, konflik-konflik dalam skala yang lebih kecil tetap saja ada, khususnya di negara-negara miskin di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin, berhadapan dengan “penguasa lokal yang zhalim” yang merupakan boneka dari negara-negara besar yang berkuasa.
Pada awalnya, organisasi dunia ini dibuat dengan asas keadilan, persamaan hak dan saling menghormati antar negara anggotanya. Organisasi ini juga bertujuan menciptakan perdamaian dan stabilitas internasional agar tercipta iklim yang kondusif yang pada akhirnya mengarah pada meningkatnya pembangunan dalam berbagai aspek di masing-masing negara anggota.
Namun, perlahan tapi pasti, asas keadilan dan persamaan ini hilang, yang ada hanya slogan-slogan kosong. Perdamaian dan stabilitas internasional gagal diwujudkan, yang muncul adalah penguasa-penguasa dunia baru sebagai perpanjangan dari kondisi yang pernah ada pada PD I dan II.
Tatanan global dunia, kemudian berada di tangan tiga negara besar pemenang PD II, yaitu Amerika, Inggris dan Uni Soviet. Selanjutnya, bergabunglah Cina dan Prancis. Munculnya lima negara yang memiliki hak yang berbeda dengan negara lainnya ini (hak veto), jelas menimbulkan kecemburuan dari negara-negara anggota PBB yang lain.
Lima negara ini, memegang peranan asasi dalam menentukan kebijakan keamanan internasional. Lima negara ini juga menjadi anggota tetap Dewan Keamanan (DK), ditambah lagi mereka memiliki hak veto terhadap segala keputusan DK PBB. Maka Negara-negara lain menjadi santapan dan objek politik lima negara besar ini.
Selain itu, pada sektor ekonomi, beberapa negara kaya berkumpul menjadi kelompok negara-negara dengan ekonomi maju dan mereka kemudian mengendalikan kendali ekonomi dunia. Sementara itu, negara-negara miskin menjadi bertambah miskin dengan sistem ekonomi dunia yang tidak berpihak pada mereka. Hingga, dunia kini menjadi korban kebobrokan ekonomi mereka.
Berikutnya, warga dunia memasuki babak baru dalam sejarahnya, yaitu babak perang dingin, hal ini ditandai dengan berdirinya NATO (1949) dan Pakta Warsawa (1955). Secara garis besar, negara-negara dunia terbagi menjadi dua blok besar; Blok Barat dan Timur. Pada kondisi seperti ini, negara-negara berkembang menjadi bulan-bulanan negara besar pada dua blok tadi.
Pertumbuhan ekonomi yang diidam-idamkan tak terwujud dan negara berkembang malah menjadi pihak yang memiliki utang dengan jumlah yang luar biasa sampai hari ini. Kesenjangan antara negara kaya dan miskin sebanding dengan 1:16 pada awal tahun 60-an, dan kemudian kesenjangan semakin menjadi-jadi yaitu 1:80 pada awal abad 21.
Tatanan Dunia Baru
Dengan runtuhnya Komunisme, muncullah tatanan dunia baru yang ditandai dengan intervensi negara kuat atas apa yang terjadi dalam negara lain.
Perhatikan bagaimana dengan seenaknya Amerika Serikat (AS) mengintervensi Somalia, negara-negara di kawasan Balkan, Afrika, Afghanistan, dan kini Irak. Selain itu, AS juga mendukung gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari pemerintahan yang sah seperti kelompok Kurdi di Irak dan di beberapa tempat yang lain. Atau memunculkan konflik antar suku seperti yang terjadi di Nigeria.
AS juga menekan gerakan perlawanan rakyat yang ingin merebut kembali haknya yang dirampas seperti yang terjadi pada HAMAS di Palestina dan Hizbullah di Lebanon.
Hal ini semua, sebenarnya dapat membawa kekacauan yang luar biasa di dunia. Bahkan akan mengarah pada perang peradaban yang mungkin dampaknya akan lebih besar dibanding perang-perang yang pernah ada.
Runtuhnya Komunisme di Timur, sebagai pertanda berakhirnya babak perang dingin, tak serta merta kemudian membuat perdamaian hadir di dunia. Peperangan dalam negeri serta beragam konflik internal banyak terjadi di mana-mana.
Pada tahun 1992 saja, telah tercatat 18 konflik internal, hal ini terjadi tak hanya di beberapa negara berkembang, tapi juga di sebagian benua Eropa.
Persaingan antara negara besar memasuki babak baru. Hal yang paling menonjol adalah persaingan dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Aspek lain yang juga memicu persaingan adalah aspek budaya. Liberalisasi menyerang berbagai sektor; ekonomi, politik dan lainnya. Hal ini juga memicu munculnya kekacauan baru yang semakin menguatkan cengkeraman negara besar atas negara kecil. Dan ketika sistem ekonomi mereka mengalami kekacauan, dunia ikut menanggung akibatnya.
AS adalah salah satu negara yang memiliki pengaruh terkuat pada saat ini. Hal ini sudah nampak bahkan sebelum AS menginvasi Irak. Tepatnya pasca peristiwa 11 September yang dimanfaatkan dengan sangat baik oleh AS dalam rangka memuluskan rencananya dalam rangka menguasai berbagai sektor kehidupan khususnya di berbagai negara muslim.
Proyek Timur Tengah Raya
AS melemparkan proyek pembentukan Timur Tengah Raya sebagai jalan guna semakin menancapkan kukunya di kawasan tersebut. Hal ini juga dilakukan dalam rangka memuluskan perubahan yang terencana atas kawasan tersebut. Meskipun kebijakan AS ini membuat gejolak baru di kawasan ini, namun strategi ini tetap terus berjalan.
Semenjak runtuhnya Uni Soviet, dan AS berdiri sebagai penguasa tunggal dunia, maka dunia Islam menjadi target utama bagi mereka. Dengan alasan memerangi terorisme, maka dikuasailah Irak dan Afghanistan. Sementara dalam waktu bersamaan, dengan seenak perutnya Negara Yahudi Israel melakukan aksi terorisme serta merampas hak atas warga Palestina.
Hari ini yang menjadi sasaran utama AS dan Barat: terciptanya liberalisasi dan sekulerisasi dalam berbagai aspek; khususnya politik dan ekonomi. Jika hal ini tercapai maka penguasaan atas aspek lainnya dapat dilakukan.
Ada dua cara yang ditempuh guna tercapainya hal ini: Pertama jalur pemerintah, kedua jalur rakyat. Jalur yang mungkin punya potensi konflik dan perlawanan adalah pada level rakyat atau masyarakat. Maka, strategi yang ditempuh adalah bagaimana mengubah pola pikir masyarakat dan bukan para elit politik.
Hal yang terjadi kemudian adalah persaingan terbuka antara dua agenda besar:
1. Agenda proyek Amerika dan Barat yang saat ini sedang berada pada masa kemajuan dan perkembangan. Walaupun, situasi terakhir bisa mematahkan kesimpulan ini.
2. Agenda dan proyek Islami yang nampak mengalami kemunduran akibat berbagai problema yang menghantui selama beberapa tahun. Dan situasi terakhir, merupakan peluang besar untuk kebangkitan sistem ekonomi Islam.
Islam memiliki potensi besar yang memungkinkannya kembali maju memberikan sumbangan bagi peradaban manusia. Kini, negara-negara Barat menghadapi krisis yang hebat, menghadapi resesi,bahkan menuju depresi, seperti yang terjadi di tahun 1930 an. yang menandakan berakhirnya supremasi peradaban mereka, yang diagung-agungkan.
Tapi, dengan syarat, umat Islam memahami permasalahan yang terjadi. Dan, mau kembali pada ajaran Islam yang benar. Juga dibarengi dengan usaha menciptakan pemerintahan yang tegak atas dasar keadilan dan akhlaq yang mulia. Di situlah terjaminnya HAM, keamanan, kebebasan, juga kemerdekaan.
Wallahu A’lam.