Bagi seorang Muslim yang memelihara diennya, senantiasa berpegang kepada ajaran Robbnya, akan melihat dengan mudah betapa sinyal-sinyal kehancuran itu sudah di pelupuk mata.
Apa yang diperingatkan oleh Robbul ‘Alamin dalam Kitab sucinya dan Hadits-hadits NabiNya, sudah menjadi kenyataan dalam masyarakat, bahkan menjadi ideologi yang mereka yakini kebenarannya.
Berikut ini penulis mencoba menganalisa fenomena kehidupan mereka yang sebenarnya kalau dikembalikan ke masa lalu, hanyalah pengulangan sejarah di tempo dulu. Yang berbeda, hanya pelaku-pelaku sejarah dan assesorisnya. Adapun esensinya, tetap sama dan tak berubah. Penyimpangannya itu-itu juga, kejahatannya serupa.
Dahulu ada para Nabi yang diutus kepada setiap kaumnya. Kemudian kaumnya itu hidup dengan kemajuan budaya dan peradaban. Kedatangan para utusan Allah tersebut memberi peringatan agar mereka tetap menyembah Allah dan jangan mengambil Tuhan (sesembahan) selain Dia. Namun kemajuan itu membuat mereka terpedaya oleh syaitan dan hawa nafsu.
Mereka keluar dari fitrahnya sendiri, kagum pada kehebatannya, akhirnya menyombongkan diri dan kufur kepada Allah. Pada saat itu yang berlaku adalah janji Allah Azza wajalla; setiap yang menyimpang dari manhaj Allah akan berakhir dengan kebinasaan. Merekapun punah, mati dan hilang dari permukaan bumi.
Hal serupa juga sekarang dapat kita saksikan di tengah masyarakat Barat yang sudah tidak percaya kepada Allah Swt dan hidup mereka berlandaskan pada hawa nafsu.
أفرأيت من اتخذ إلاهه هواه وأضله الله على علم وختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشاوة فمن يهديه من بعد الله أفلا تذكرون. وقالوا ما هي إلا حياتنا الدنيا نموت ونحيا وما يهلكنا إلا الدهروما لهم بذلك من علم إن هم إلا يظنون.
“Apakah tidak engkau ketahui orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah sesatkan dia dengan sadar, dan Allah mencap pendengarannya dan hatinya. Dan Ia jadikan penglihatannya menjadi tertutup, maka siapakah yang menunjukinya selain Allah? Apakah kamu tidak berfikir? Dan mereka berkata: tidaklah kehidupan kami kecuali di dunia ini saja. Kami mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kami kecuali waktu belaka. Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu melainkan hanya sekadar menduga-duga saja.” (al-Jatsiyah 23-24).
Dunia yang Menyibukkan
Satu di antara corak kehidupan di Barat ialah kehidupan dunia yang menyibukkan. Manusia betul-betul disibukkan oleh pekerjaannya yang berorientasi kepada dunia. Oleh karenanya, corak kehidupan mereka adalah hedonisme. Manusia hanyalah hamba dunia atau budak materi. Mereka bekerja siang malam untuk mengejar materi itu. Materi tersebut menghanyutkan kehidupan mereka.
Orang-orang di Barat bekerja keras mulai senin hingga jumat. Dan, mereka menghabiskan hasil pencahariannya pada hari-hari weekend (jumat sore hingga minggu sore). Jumat sore, jalan-jalan menjadi penuh dan macet, karena masyarakat keluar rumah untuk weekend.
Mereka kemana? Yang penghasilannya pas-pasan, pergi ke Pub (warung minuman) untuk minum wine bersama teman-temannya, laki atau perempuan, menghabiskan umurnya di situ dengan minum sampai mabuk. Setelah itu mereka pulang ke rumah sempoyongan. Jika ada pertandingan bola, mereka datang berduyun-duyun menyaksikannya.
Bagi yang punya penghasilan agak lumayan, menghabiskan weekendnya di hotel, night club, bar atau ke luar kota, menginap di hotel dengan pasangannya, bergadang sampai dinihari, dengan menu tetap yaitu wine. Kemudian menjelang subuh, mereka tidur hingga siang. Begitulah hidup mereka pekan demi pekan.
Satu lagi kegiatan yang mewarnai hidup mereka, setiap tahun sekali atau dua kali dalam setahun, yaitu holiday (liburan). Holiday dalam arti bertamasya adalah kegiatan wajib mereka setiap tahun. Kalau tidak bertamasya, mereka akan stress.
Bagi seorang wanita, bila pasangannya tidak mampu membawanya bertamasya, pasangan itu terancam pecah. Mereka mencari uang dalam satu tahun, ditabung untuk dihabiskan dalam holiday, khususnya di Musim Panas.
Yang kantongnya sedang-sedang, akan holiday di dalam negeri, mencari pantai, sebagai tempat mereka berjemur sepanjang liburan, dengan pakaian yang hanya bisa menutup sekadar kemaluan dan sedikit bagian dada bagi wanita. Pada musim dingin, mereka juga keluar mencari tempat-tempat yang agak hangat dan berjemur di sana.
Bagi yang kantongnya tebal, akan berlibur di luar negeri, dengan pesawat. Yang lebih kaya lagi, berlibur dengan kapal pesiar, ada juga yang memiliki kapal pesiar sendiri. Mereka berlayar ke Spain, Franch dan sekitar laut Mediterania. Yang lanjut usia dari mereka berlibur ke Los Angeles, Vancouver di Canada sampai ke Alaska di Utara Canada.
Mereka menumpang kapal pesiar dan singgah di setiap kota-kota besar itu. Begitulah hidup mereka seterusnya. Ringkasnya mereka bekerja sepanjang pekan untuk weekend, bekerja sepanjang tahun untuk holiday.
Di penghujung umurnya, mereka habiskan tinggal di pulau atau daerah yang relatif sepi. Di Inggris, umpamanya di Isle of Wight. Di Australia, umpamanya di Darwin atau Gold Coast. Kitab al-Quran menyebut mereka sebagai kaum Dahriyyin (hidup dan mati karena zaman).
Firman Allah:
وقالوا ما هي إلا حياتنا الدنيا نموت ونحيا وما يهلكنا إلا الدهر
“Mereka berkata tidak kehidupan kecuali kehidupan di dunia ini saja, Kami mati dan hidup di sini. Dan tidak ada yang membinasakan kami melainkan hanya waktu” (al-Jatsiyah 24).
Mereka adalah orang yang hanya menghabiskan umurnya dengan bersenang-senang. Wama Yuhlikuna illa ad-Dahr (Tidak ada yang membinasakan kami kecuali hanya waktu). Mereka tak beriman kepada Allah. Sebutan ‘God’ hanya penghias bibir mereka saja, tak pernah masuk ke dalam hati mereka. Hidup tanpa tujuan, diombang-ambingkan oleh arus kehidupan materialisme yang dikontrol oleh kaum Yahudi.
Pergaulan Remaja
Mendengar cerita tentang pergaulan remaja di Barat, kita hanya bisa tercengang sambil berucap La hawla wala quwwata illa billah. Usia belasan tahun (teenagers) yang sangat membutuhkan bimbingan orangtua dan lingkungannya agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang merusak, justru terbalik di barat.
Anak usia 18 tahun sudah dianggap dewasa dan berhak menentukan sikap sendiri dalam hidupnya, tanpa dapat diatur oleh orangtuanya, termasuk hubungan seksual. Jika sang anak hendak keluar dengan teman lain jenisnya, orangtua sama sekali tak berhak mencegahnya. Kebebasan sex adalah corak kehidupan anak muda di Barat.
Anak-anak tingkat SMP kelas 2 sudah diperkenalkan oleh gurunya di sekolah cara menggunakan kondom. Pelajaran itu adalah pelajaran resmi di sekolah. Guru mem"peraga"kan cara menggunakan kondom kepada murid-murid. Menggambar bentuk zakar dan kelamin perempuan.Bayangkan anak usia 14 tahun sudah menerima pelajaran pendidikan seks, maka pada usia 17 tahun mereka sudah mempraktikkannya dengan teman sekolahnya.
Bila ada program berpergian di kalangan anak-anak remaja, maka orang tua (ibu)nya berpesan kepada putrinya, agar jangan lupa membawa kondom, supaya tidak terjadi kehamilan. Itulah pesan orangtua kepada anak perempuannya. Karena hubungan kelamin di kalangan mereka bukan perbuatan yang tabu dan aneh.
Masyarakat Konsumeristik Antara materialisme dengan pola hidup konsumeristik ibarat sampan dengan dayung. Sampan tidak dapat bergerak tanpa dayung. Pandangan hidup mereka yang materialis menuntut mereka agar bersikap konsumtif.
Apa saja model yang baru dilempar di pasar, akan habis disapu oleh masyarakat konsumeristik. Barang itu dipakai sebentar, sesudah itu bosan, lalu dibuang, kemudian beli yang baru. Begitulah seterusnya.
Ganti-mengganti barang. Ukurannya bukan layak atau tidak layak dipakai, tetapi berdasar selera. Jika sudah bosan, barang itu dibuang dan diganti. Mobile-phone umpamanya, dipakai atau tidak, tergantung pada selera si pemakai. Biarpun dipakai baru 3 bulan, bila dirasa sudah bosan dan tertarik dengan produk baru, maka yang lama segera ditinggal. Jadi rujukannya benar-benar hawa nafsu semata.
Pakaian juga demikian. Kendaraan, perabot rumah tangga. Suka atau tidak suka adalah refleksi hawa nafsu. Oleh karenanya, masyarakat Barat adalah pasar paling menguntungkan bagi para produsen dari pelosok manapun di dunia. Insan Barat bekerja banting tulang dengan tujuan untuk menikmati hasilnya secara material.
Celakanya, itu tak hanya terbatas pada barang yang dikonsumsi. Bahkan menjalar pada bidang-bidang lain yang bernilai sakral. Umpamanya pasangan hidup yang diperlukan untuk waktu yang sangat panjang.
Bila seorang wanita sudah merasa bosan dengan pasangan lelakinya, entah itu suami sah atau tidak, maka mereka bubar begitu saja. Masing-masing mencari pasangan baru yang disukainya. Nanti bosan lagi, ganti lagi yang lain. Begitu contoh masyarakat manusia yang sudah terkena infeksi virus materialisme dan konsumerisme.
Bahasa Al-Qur’annya ‘Ilahuhum Hawahum’ (Tuhannya hawa nafsu). Penyakit ini sudah mulai menjalar ke berbagai bangsa lain, termasuk umat Islam. Mereka yang diberi Allah rezeki yang berlebih, dengan mudahnya mengganti barang kebutuhannya yang baru saja dipakai, sesuai selera hawa nafsunya, karena sudah bosan, lalu dibuang. Persis seperti halnya masyarakat Barat yang disebutkan tadi.
Jadi akhirnya waktu dan umur dihabiskan oleh kesibukan konsumsi, gonta-ganti barang, pilah-pilih pakaian. Beli suatu barang, terasa bosan, dijual kembali, atau dibuang, ganti dengan barang baru.
Begitulah seterusnya hidup mereka berjalan. Minggu ini ke pasar A, mencari alat-alat rumah/dapur. Minggu depan ke Pasar B, mencari assesoris mobil. Minggu berikutnya lagi ke Pasar C, mengganti mobile phone. Minggu depannya lagi mengganti pakaian. Terus, terus, sampai umurpun berakhir.
Bayangkan berapa banyaknya barang yang dikonsumsi tiap individu dalam hidupnya. Rumah, pakaian, perabot rumah tangga, perhiasan, mobil, alat-alat elektronik, berbagai assesoris. Dan celakanya, produsen barangpun sudah stand-bye menyiapkan apa saja yang dibutuhkan oleh hawa nafsu manusia.
Jadi hidup mereka (produsen) untuk memaksakan kesibukan kepada para konsumen yang haus terus menerus. Kedua pihak ini bersama-sama dikendalikan oleh syaitan.
Di sinilah muncul Islam memberi tuntutan kehidupan kepada orang Mukmin bagaimana bersikap terhadap hawa nafsu ini. Hawa nafsu tidak boleh diperturutkan. Dia harus dibatasi, kalaupun tidak harus dibunuh.
Firman Allah Swt. mengenai sifat Ibadurrahman yang panjang lebar tertuang dalam surat al-Furqon, salah satunya :
والذين إذا انفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قواما.
“Dan mereka yang jika berbelanja, tidak berlebihan dan tidak pelit. Yang demikian itu adalah pertengahan,” (al-Furqon: 67)
Bola
Salah satu pelarian mereka adalah pada benda yang bulat itu, bola. Sungguh mengherankan cerita-cerita tentang bola di tengah masyarakat Eropa. Dari awal tahun mereka sudah memesan tiket untuk pertandingan selama enam bulan. Kalau di Inggris, harga tiket itu mencapai 500 Poundsterling dan sudah habis terjual seminggu sesudah iklan di surat kabar.
Mereka datang berduyun-duyun dari berbagai pelosok. Bahkan dengan membawa anak keluarganya. Mereka begitu khusyuk menyaksikan pertandingan itu. Persis seperti kita melaksanakan sebuah Ibadah. Jadi kalau anak muda Inggris mengatakan “My religion is Football”, ada benarnya, karena dari praktiknya, mereka memperlakukan bola sama seperti orang beribadah.
Bahkan bola sudah membuat gila masyarakat manusia di seluruh dunia. Bilamana ada pertandingan bola, baik tingkat lokal, nasional, regional, hingga tingkat dunia, perhatian manusia betul-betul disihir oleh bola itu.
Mereka sampai bertaruh untuk menentukan siapa pemenang. Sekurang-kurangnya, mereka rela menahan ngantuknya tengah malam (dinihari) untuk menyaksikan pertandingan bola itu. Yang lebih gila lagi, mereka saling pukul memukul, berkelahi, bunuh membunuh gara-gara bola. Adakah gila yang lebih parah dari ini? Dan semua cabang olah raga itu, kekuatan Yahudi berlindung di belakangnya.