Orang-orang yang banyak tertipu, terpengaruh, dan takut kekuatannya, maka Amerika adalah suatu negara adidaya, pusat budaya, kiblat ilmu pengetahuan, contoh kemajuan yang patut ditiru dari segi kemajuan ilmu, teknologi, dan materi.
Bagi setiap orang yang ingin maju, maka ia berjalan diatas garis-garisnya serta mengikuti setiap langkahnya. Orang yang menganggap peradaban adalah kemajuan materiil, ilmu pengetahuan, serta teknologi, maka Amerika pusat peradaban dan pemimin dunia. Menurut negara, di mana kekuatan militer, politik, psychologis, serta peradabannya lemah dan kalah, Amerika adalah yang memiliki kekuatan dan kekuasaan luar biasa. Sehingga tidak ada yang boleh melawan atau berbeda kehendak atau rencananya.
Sementara, menurut orang-orang yang terjajah demokrasinya, hak asasinya, perekonomiannya serta sosialnya, maka Amerika adalah negara pusat demokrasi, pencetus kebebasan, pemelihara hak-hak asasi manusia.
Demikianlah, Amerika dalam pandangan orang-orang yang terpedaya, materialis, penakut serta kaum yang lemah dan kalah. Mereka adalah orang-orang dungu dan lugu. Orang-orang lupa dan jahil. Mereka tetap seperti itu, meski jumlah mereka besar sekali di berbagai negera. Meski mereka mempunyai wewenang di negara-negara Islam untuk mengelola pendidikan, merencanakan serta mengarahkan, sebagai mestinya yang akan mengubah peradaban, tetapi mereka tidak berani, karena mereka telah megekor kepada Amerika.
Tetapi, menurut timbangan dan pandangan orang-orang yang mukmin (beriman), Amerika memiliki nilai yang berbeda. Orang-orang yang beriman mampu membuahkan hasil penilaian yang benar dan kesimpulan yang lurus terhadap Amerika dan kekuatannya. Apabila mereka menggunakan instrumen (alat) yang benar dalam menilainya, maka lensa Islam ketika menyorotinya, menggunakan timbangan Qur’ani, ketika mengukurnya serta menggunakan prinsip-prinsip Robbani dalam menilai dan meyimpulkannya.
Mereka mengukurnya dengan nilai-nilai moral dan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan yang dimilikinya, dengan prinsip-prinsip dan tradisi-tradisi manusiawi, dengan fitrah manusia yang bersih yang Allah ciptakan manusia diatas dasar itu, serta dengan penilaian terhadap psychologis dan perasaan. Dengan demikian, mereka bertanya-tanya tentang kadar yang dikaitkannya dengan perbendaraan sejarah kemanusiaan, peradaban yagn manusiawi, keutamaan-keutamaan yang manusiawi serta jiwa yang manusiawi.
Maka pandangan, penilaian, pengukuran, pengarahan serta penyimpulan sesuatu hendaklah menggunakan lensa Qur’ani, timbangan Robbani serta barometer imani, dan juga hendaklah berangkat dari dasar keimanan serta sudut pandang keislaman.
Hanya pribadi yang demikian itu, yaitu pribadi mukmin yang cemerlang, cerdas, mempunyai kesadaran dan wawasan yang luas, hingga pandangan, analisa dan berbagai kesimpulannya akan benar, lurus, akurat sistematis dan objektif.
Segalanya harus diukur dengan timbangan keimanan. Hanya dengan timbanghan keimanan yang bersumber dari Qur’an, yang menghasilkan kesimpulan yang benar dan akurat. Tidak ada sarana (wasilah) yang lain, dalam menilai, mengukur dan mensikap terhadap Amerika akan mendapatkan kesimpulan yang benar dan objektif, kecuali hanya dengan Qur’an.
Amerika belum menambahkan apa-apa dalam peradaban, kecuali hanya sedikit sekali dari nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai yang membedakan antara manusia dengan benda, kemudian membedakan manusia dengan binatang. Nilai suatu peradaban dari peradaban manapun yang dilalui manusia tidak terletak pada kecanggihan teknologi yang berhasil diciptakannya, atau kedahsyatan kekuatan yang dimilikinya, tidak pula oleh hasil-hasil produksinya. Tetapi, sebagian besar nilai suatu peradaban terletak pada besar kecilnya manusia mengetahui kenyataan-kenyataan tentang alam semesta dan gambaran-gambaran serta nilai-nilai kehidupan.
Keunggulan Amerika tampak dan menonjol pada bidang pekerjaan dan produksi, hingga tidak tersisa segi lain yang menghasilkan sesuatu dalam nilai kemanusiaan. Amerika telah mencapai jenjang yang belum bisa dicapai oeh bangsa lain, bahkan Amerika telah membuat suatu (karya-karya) yang merubah kehidupan nyata menjadi tingkatan yang sulit digambarkan dan dipercaya oleh orang yang tidak menyaksikannya sendiri.
"Tetapi, manusia tidak mampu menjaga kestabilannya dihadapan alat-alat itu, hingga hampir-hampir dia sendiri berubah menjadi alat, dan ternyata ia tidak mampu memikul beban pekerjaan yang melelahkan itu. Kemudian, manusia melangkah melewati jalan yang lebih manusiawi, hingga ketika itulah ia melepaskan kendali hewaninya, karena sudah tidak mampu lagi memikul beban pekerjaannya dan beban manusiana", ujar Sayyid Qutb.
Dunia modern tidak mengenal hidup, kecuali kerja keras dalam gudang materi, hingga loyo, dan hanya untuk mengecap kenikmatan lahir sampai puncak kepuasannya.
"Sementara cinta, yang menghembuskan seluruh kekuatan manusia, tidak dikenal di Amerika. Karena di sana, yang dikenal hanya cinta biologis serta cinta antara sesama binatang. Tidak tersisa waktu untuk menuangkan kerinduan-kerinduan bathin", tegas Sayyid Qutb.
Pohon peradaban materliasme jahiliyah itu telah melahirkan kehidupan yang serakah, tamak, penuh dengan konflik yan tidak pernah habis, karena manusia terus dipacu untuk mengejar dan memperebutkan materi yang akan menjungkalkan manusia kepada jurang kehancuran, tambah Sayyid Qutb. Wallahu’alam.