بَرَاءةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١﴾
فَسِيحُواْ فِي الأَرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ وَأَنَّ اللّهَ مُخْزِي الْكَافِرِينَ ﴿٢﴾
وَأَذَانٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأَكْبَرِ أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ
"Inilah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum Muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kamu (kaum musryikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari Haji Akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertobat itu lebih baik bagimu, dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah." (QS. At-Taubah [9] : 1-3)
أَلاَ تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّواْ بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُم بَدَؤُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللّهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَوْهُ إِن كُنتُم مُّؤُمِنِينَ ﴿١٣﴾
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ ﴿١٤﴾
وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللّهُ عَلَى مَن يَشَاء وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٥﴾
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تُتْرَكُواْ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللّهُ الَّذِينَ جَاهَدُواْ مِنكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُواْ مِن دُونِ اللّهِ وَلاَ رَسُولِهِ وَلاَ الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٦﴾
"Mengapa kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allahlah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman? Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin, dan Allah menerima tobat orang yang kehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad diantara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. At-Taubah [9] : 13-16)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُواْ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ إِن شَاء إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah [9] : 28)
Potongan-potongan ayat dari surat at-Taubah ini turun lebih akhir dari ayat-ayat yang lainnya, meskipun urutannya ada di bagian depannya. Pengurutan ayat-ayat dalam suatu surat adalah, seperti telah diterangkan, atas dasar perintah Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, ia adalah sesuatu yang tawqifi (bersifat petunjuk langsung).
Ia juga mengandung pembatalan janji-janji yang ada antara orang-orang Islam dengan orang-orang musyrik, hingga waktu itu. Baik pembatalan in sesudah empat bulan, bagi mereka yang janji-janji mereka bersifat mutlak (tidak ada batasan waktu yang jelas), dan bagi mereka yang melanggar janjinya ataupun sesudah habisnya masa jeda bagi orang-orang yang punya janji-janji yang jelas, yang tidak membatalkan sedikit pun dari janji-janinya dengan orang-orang Islam dan yang tidak memerangi seorang pun dari mereka.
Ringkas kata, kesimpulan terakhir adalah pembatalan seluruh janji dengan orang-orang musyrik di jazirah Arab, penghapusan prinsip perjanjian dengan orang-orang musryik hingga ke akar-akarnya (dengan pemutusan hububngan secara total dengan orang-orang musyrik), dan peningkaran adanya suatu perjanjian orang-orang musyrik di sisi Allah dan Rasul-Nya.
Termasuk perkara yang dikandungnya juga adalah tidak diperkenankannya orang-orang musryik untu thawaf di Masjid al-Haram atau memakmurkannya setelah hari itu dengn sautu corak pemakmuran. Hal ini berbeda dengan isi perjanjian umum dan mutlak antara Rasulullah Shallahu alaihi was sallam dan orang-orang musryik yang menyatakan bahwa sebagian mereka tidak akan menganggu sebagian yang lain untuk thawaf di Masjidil al-Haram dan di bulan-bulan suci, meskipun mereka tetap dalam kemusyrikannya.
Orang-orang yang mengkaji ulang peristiwa-peristiwa sejarah dan kejadian-kejadiannya pasti akan menyaksikan, dari peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadiannya, realitas sejarah manhaj Gerakan Islam. Dan jika ia juga mengkaji ulang tabiat manhaj ini, hakikat, fase-fase, dan tujuan-tujuannya tentu ia juga akan menyaksikan, dengan sangat terang, bahwa langkah tegas tentang hubungan masyarakat Islam di Jazirah Arab dan masyarakat Ahli Kitab yang ditegaskan di surat ini—memang sudah tiba saatnya, bumi telah siap menerimanya, dan siatuasi kondisi telah siap mengaplikasikannya, sehingga ia pun menjadi langkah yang wajar dan pada waktunya yang tepat.
Telah menjadi jela dari realita dilapangan, fase demi fase da pengalaman demi pengalaman, bahwa tidak mungkin akan hidup berdampingan dua manhaj (metode) hidup yang punya perbedaan mendasar, mendalam, menyeluruh, dan mencakup seluruh aspek itikad dan konsepsinya, etika dan perilakunya, serta organisasi sosial, organisasi eknomi, organisasi politik, dan organisasi kemanusiaannya. Ia adalah perbedaan yang dipastikan bersubmer dari iktikad dan konsepsi. Dua manhaj yang salah satunya berdiri diatas landasan penyembahan hamba terhadap Allah semata, tanpa satupun sekutu, sementara yang lain berdiri diatas landasan penyembahan hamba terhadap hamba, tuhan-tuhan yang diada-adakan, dan sesembahan-sesembahan yang beragam. Lalu, terjadilah di antara keduanya benturan di seluruh langkah kehidupan, karena setiap langkah kehiudpan dalam salah satu manhaj pasti berbeda dengan langkah manhaj yang lain (dan ia memang selalu berbenturan secara total), dalam dua manhaj seperti ini dan dalam dua sistem seperti ini.
Sesungguhnya bukan kekeliruan yang tidak disengaja bila orang-orang Qurays mengambil sikapkeras terhadap dakwah La Ilahaa illLah wa anna Muhammadarrasulullah di Makkah, dan bila mereka memeranginya dnegan peperangan yang hebat di Madinah. Bukan kekeliruan yang tidak disengaja bila orang-orang Yahudi menghalang-halangi gerakan ini di Madinah dan bergabung dengna orang-orang musyrik dalam satu kesatuan (dan mereka termasuk Ahli Kitab!).
Dan bukan kekeliruan yang tidak disengaja bila orang-orang Yahudi dan Quraisy memprovokasi kabilah-kabilah Arab di jazirah Arab dalam Perang Ahzab untuk mencerabut akar bahaya yang mengancam mereka semua hanya karena berdirinya negara di Madinah atas landasan akidah ini dan penegakan sistemnya sesuai dengan manhaj rabbaninya yang tiada duanya.
Dan, tidak lama lagi, kita juga akan mengetahui bahwa bukanlah kekeliruan yang tidak disengaja bila orang-orang Nasrani (mereka juga dari golongan Ahli Kitab) berdiri tegak menghalangi dakwah dan gerakan ini, di Yaman dan di Syam, atau daerah-daerah di luar Yaman dan di luar Syam hangga akhir zaman.
Sungguh ini adalah tabiat segaga sesuatu, ia pertama-tama adalah tabiat manhaj Islam yang dikenal dengan baik dan dirasakan secara alami oleh para pengikut manhaj-manhaj ini lain. Tabiat konsistensi dalam menegakkan kerajaan di bumi, membebaskan manusia, semuanya, dari penyembahan hamba ke penyembahan Allah semata, dan pengenyahan rintangan-rintangan materialisme yang menghalangi-halangi ‘manusia semuanya’ untuk memiliki kebebasan memilih yang hakiki. Dan ia, untuk kedua kalinya, adalah tabiat pertentangan antara dua manhaj kehidupan yang tidak akan pernah bertemu selamanya, baik dalam hal besar maupun hal kecil, dan tabiat ambisi ambisi para penyembah manhaj-manhaj bumi untuk mengenyahkan manhaj rabbani yang mengancam eksistensinya, manhajnya, dan kedudukannya sebelum ia mengeyahkan mereka. Ia dalah kepastian yang ia pada hakikatna sama sekali tidak menyisakan wewenangn memilih bagi kelompok ini atau kelompok itu.
Kepastian ini memainkan peranannya di sepanjang zaman dan di seluruh pengalaman serta memperlihatkan diri dalam bentuk-bentuk beragama, dalam rangka menegaskan dan menyakinkan keharusan alngkah terakhir yang dimaklumatkan di surat ini. Sebab-sebab langsung pengambilan langkah ini yang disebutkan sebagian riwayat tidak lain hanyalah beberapa lingkaran dalam rangkaian panjang dan terbentang di sepenjang sirah Nabi yang mulia dan di sepanjang Gerakan Islam sejak hari-hari pertamanya. Wallahu’alam.