Ketika Ummu Syarik diketahui sudah masuk Islam dan dia menyebarkan ajaran tauhid kepada wanita-wanita Quraisy secara sembunyi, hingga banyak wanita Quraisy yang mengikuti agama yang dida’wahkannya, maka keluarga dari pihak suaminya Abul ‘Akri berkata: kami pasti akan menyiksa kamu dengan siksaan yang berat.
Mereka membawanya ke satu tempat penyiksaan. Mereka memasang tenda dengan membawa perlengkapan yang cukup untuk mereka sendiri, sementara Ummu Syarik ditinggal ditempat terbuka.
Ketika tengah hari tiba, panas matahari membakar tubuhnya hingga tidak sadarkan diri, pendengaran dan penglihatannya pun sudah tidak lagi berfungsi, selama tiga hari dia dibiarakan dalam keadaan menyendiri, tanpa diberi minum walau hanya setetes air. Pada hari ketiga mereka berkata: tinggalkan agamamu ….!!!. Hanya itu kalimat yang tertangkap saat pendengarannya sudah lemah. Dia pun tidak sanggup lagi merespon kecuali hanya dengan isyarat telunjuk yang memberi arti bahwa dia tetap berpegang dengan agama tauhid.
Sungguh dia adalah seorang hamba yang mencintai Allah dan dicintai-Nya. Derita siksaan tidaklah berarti baginya karena dia lawan dengan nikmat cinta yang hakiki. Ternyata kecintaan Allah pada Ummu Syarik tidak dibiarkan hanya dirasakannya seorang diri tanpa diketahui mereka yang menyiksanya.
Allah menghendaki agar rahmat yang tercurah padanya berupa nikmat iman yang melahirkan cinta sejati ini diketahui pula oleh umat pada setiap zaman di tempat sebagai bekal yang sangat berharga bagi para pewaris nabi berikutnyan. Untuk
mengetahui bagaiman kondisi Ummu Syarik pada saat orang kafir mengira dia sedang menderita siksaan, mari kita perhatikan keterangan yang dikutip ibnu Hajar alAsqalani dalam bukunya al Ishabah fi Ma’rifati al
Shahabah jld III hal 381 sebagai berikut:
Ummu Syarik berkata: Pada saat ketahanan tubuhku sudah habis tiba-tiba terasa ada satu benda yang sejuk menyentuh dadaku. Segera aku mengambilnya ternyata yang sejuk itu adalah satu wadah yang berisi air minum maka aku pun meneguknya. Namun sayang , hanya satu tegukan saja tiba-tiba lepaslah dari tanganku dan tempat air tesebut naik.
Maka aku melihatnya laksana timba yang bergantung ke langit. Tidak lama lalu timbaan tersebut turun hingga aku pun menikmati kembali air minum walau hanya sedikit karena lepas lagi dari tanganku. Dan kali ketiganya aku kembali medapatkannya dan kunikmati minuman segar itu secukupnya hingga hilanglah rasa haus dan lapar. Dan tubuhku terasa normal kembali tanpa terasa sedikitpun bekas siksaan yang kuderita
selama tiga hari.
Lalu timbaan tersebut bergerak menuangkan airnya membersihkan kepalaku , wajahku dan seluruh tubuhku setelah dibiarkan terkena debu karena tiupan angin selama tiga hari. Ketika orang-orang kafir yang melakukan penyiksaan itu mengetahui bahwa kondisinya sudah normal dan terlihat pakaiannya basah kena air yang tidak mereka ketahui dari mana datangnya, maka mereka berkata kepada Ummu Syarik: من أين لك هذا يا عدوة الله؟ (dari mana kamu dapatkan ini, wahai musuh Allah,?). Inilah pertanyaan dan panggilan musuh Allah yang seenarnya yang ditujukan kepada kekasih-Nya.
Mengapa mereka memanggil dengan mengatakan yang sebaliknya? Karena mereka
sedang tenggelam dalam kenikmatan duniawi dan tergila-gila dengan harta dan jabatan sesaat maka yang benar terlihat salah dan kekasih Allah terlihat sebagai musuhNya. Orang yang taat dipandang prustrasi, orang yang tidak ikut jalan mereka dipandang menyimpang atau sesat.
Mereka mengira bahwa jabatan akan memuliakan mereka dan kekayaan akan mengabadikan hidup mereka. يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ . Sebenarnya cemoohan dan tuduhan semacam itu dihadapai juga oleh para da’ie saat ini dan akan terus terulang hingga kiamat tiba.
Sungguh tepat jika para da’ie saat ini menjadikan Ummu Syarik sebagai pembimbing dalam perjalan da’wah yang senantiasa menghadapi tantangan, dan rintangan yang diprogram secara rapih dan sistemik oleh golongan yang tenggelam kenikmatan sesaat dank arena tertipu oleh permainan setan.
Jika kita belajar kepada Ummu Syarik niscaya kita akan mendapatkan bekal yang cukup untuk menghadapi semua cemoohan dan tuduhan luar. Terutama ketika kita memerhatikan sikapnya saat merespon tuduhan tersebut. Dia tampil dihadapan mereka laksanan seorang dokter menjenguk orang sakit yang menanti perawatan dan
pelayanan, atau orang dewasa melihat anak kecil yang perlu pengasuhan dan bimbingan, atau seorang alim menatap wajah orang tersesat jalan yang sedang kebingungan di persimpangan jalan.
Karena itu, sebelum dia menjawab pertanyaan, dia menjelaskan terlebih dahulu siapa dirinya dan siapa mereka. Dan dia pilih kata-kata yang enak didengar dan tidak akan menyinggung perasaan tapi dia juga berharap pada satu saat mereka dapat mengakui siapa sebenarnya orang layak disebut musuh Allah. dia berkata:
إن عدو الله غيري من خالف دينه (sesungguhnya musuh Allah bukan aku, dia adalah orang yang menyimpang dari agama-Nya). Subhanallah, betapa bijaknya Ummu Syarik. Dia pilih kata yang sangat halus dan lembut tapi mengandung statement yang jelas dan tegas yang menerngkan bahwa merekalah musuh Allah yang seberanya. Namun demikian
mereka tidak merasa ada perlawanan dari pihak yang mereka tuduh.
Setelah menjelaskan siapa sebenarnya musuh Allah dengan kalimat yang menyadarkan mereka, barulah dia memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Dia berkata: فأما ولكم من أين لك هذا؟ فهو من عند الله رزقاً رزقنيه الله. (adapun perkataan kalian: dari mana kamu dapatkan ini? Ini adalah rezeki dari Allah yang Dia khususkan bagiku).
Sungguh, kalimat ini sangat menakjubkan.
Inilah yang membuat mereka terkejut dan penasaran hingga mereka merasa perlu untuk segera memeriksa bekal yang mereka simpan di bawah tenda tempat mereka
istirahat. Setelah mereka periksa dan ternyata tidak ada yang kurang sedikitpun apa lagi hilang, maka tergetarlah hati mereka.
Akhrinya mereka pun menyadari bahwa yang mereka lakukan adalah salah, sementara
Ummu Syarik yang disiksa dan dituduh berada dalam haq. Karena mereka meyakini bahwa Allah itu pencipta alam semesta, maka mereka pun akhirnya merubah sikap dan merubah langkah dalam memanfaatkan sisa umur sebelum ajal tiba. Mereka berkata:
نشهد أن ربك هو ربنا وأن الذي رزقك ما رزقك في هذا الموضع بعد أن فعلنا بك ما فعلنا هو الذي شرع الإسلام
Kini kami bersaksi bahwa Rabmu adalah Rab kami juga. Dia Yang memberi rezeki padamu yan g kamu terima di tempat ini setelah kemi melakukan penyiksaan terhadap kamu, Dialah yang menurunkan ajaran Islam. Akhirnya mereka semua masuk Islam dan mereka tinggalkan ajaran yang mereka terima dari atasan mereka karena ingin hidup bersama Rasulullah Saw.
Semoga para da’ie mendapat nikmat istiqomah dengan bimbingan ilahi mengikuti para da’I terdahulu dan mampu bersabar dan selalu tampil sebagai orang yang sayang kepada umat yang menzaliminya meski harus berhadapan dengan berbagai tuduhan dan cemoohan yang bertubi-tubi. Itulah sunnah da’wah yang diemban para rasul dan para pewarisnya sejak dahulu hingga hari kiamat.
وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ [ص/88]
Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an
setelah beberapa waktu lagi.