Kultur imperialisme Barat telah mewariskan semacam “mazhab pikiran” yang amat menyesatkan dunia Islam (Alam Islamy), ialah suatu pandangan hidup yang “serba dunia”, sekulerisme atau La Diniyah!
Faham sekulerisme membawa ajaran, Islam tidak perlu dibawa-bawa mengatur masyarakat. Agama adalah soal pribadi dan ukhrawi, persoalan dunia dan negara, persoalan masyarakat an kehidupan manusia seluruhnya, terserah kepada pikiran, otak dan rasio manusia. Tangan Tuhan tidak boleh ikut campur mengatur urusan manusia.
Ajaran imperialisme Barat itu tentu saja dalam rangka tujuan hendak meng-Kristenkan dan meng-Kafirkan umat Islam, hendak melikwidir Islam dari muka bumi.
Siasat jahat kaum imperialis ini mendapat ruang dan peluang yang lapang di negeri-negeri Islam yang dijajahnya. Kelakuan dan tindak-tanduk para penguasa dan kepala negara yang menyebut dirinya, “wakil Tuhan” di dunia, tetapi sudah menyimpang dari Qur’an dan Sunnah, telah menyekasikan kezaliman Sultan Abdul Hamid yang telah membawa malapetaka bangsa Turki dalam masa yang panjang.
Gerakan Turki Muda dengan pimpinan Mustafa Kamal berhasil menggulingkan kekuasaan Sultan yang zalim itu. Akan tetapi Mustafa Kamal tidak memberikan alternatif yang benar kepada rakyat yang sudah terlepas dari belenggu kezaliman itu. Kemalisme telah mengubah wajah Turki menjadi bangsa dan negara sekuler.
Segala yang berbau “Arab” dimusnahkan. Bahasa ibadah dilarang, karena ia adalah “Arab” yang harus dibasmi. Nasionalisasi dan rasionalisasi dilancarkan. Adzan dan iqamat harus diganti dengan bahasa Turki, tidak boleh lagi dengan bahasa Arab, karena Arab adalah malapetaka dan sumber bencana. Mustafa Kamal hendak membangun sebuah rumah melalui menghancurkan sebuah kota. Bangsa Turki yang pernah dalam sejarah mengambil alih dan meneruskan pimpinan dan kejayaan Islam, dipaksa dengan sekulerisme yang didatangkan dari Barat.
Mustafa Kamal emoh kepada Timur (Islam) dan dia berkiblat ke Barat. Kemalisme hendak membangun Turki Baru dengan jalan menindas kehidupan rohani, kehidupan jiwa bangsa Turki sendiri. Jika hanya menilainya dari satu segi, Mustafa Kamal memang seorang pahlawan.
Dia sukses dan jaya menjatuhkan rezim lama yang zalim. Dia telah diangkat menjadi “Bapak” Republik Turki, dan namanya diganti menjadi dengan Kemal Attaturk, Bapak Bangsa, sebagai tanda penghormatan dan penghargaan kepada jasanya.
Tetapi, apakah dia seorang patriot yang sempurna, masih menjadi pertanyaan? Bahkan patriot yang sempurna harus mengenal betul jiwa bangsanya, nurani dan naluri bangsanya, isi dada, darah dan daging bangsanya?
Kalau Kemal kesal, dendam dan benci melihat praktek para Sulltan sebelum dia mengendalikan negara, orang seperti dia tentunya tahu, bahwa para Sultan itu telah menyimpang dan menyeleweng dari Qur’an dan Sunnah.
Kenapa justru Islam (hukum dan syariahnya) yang harus menerima hukuman pengebirian, dan menggantinya dengan sekulerisme Barat? Sekulerisme atau La Diniyah yang dipaksakan kepada bangsa yang telah berabad-abad menerima dan mengamalkan Islam yang malah telah membuat bangsa Turki menjadi besar dan jaya dalam sejarah. Pada hakekatnya Bapak Turki pada permulaan telah menanamkan bibit antipati dalam hati rakyat. Dia bukan saja tidak mendengar nurani dan naluri bangsanya, tetapi malah menentang hatinurani budi dan naluri bangsanya.
Berhasilkah dia menyembuhkan “Orang sakit Eropa” (Turki) itu dengan resep imperialis, ialah sekulerisme, paham yang memecah dniawi dan ukhrawi, menceraikan jasmani dengan dengan ruhani? Sejarah menyaksikan “Orang sakit” itu masih tetap belum mendapatkan kesembuhannya. Telah puluhan tahun sekulerisme memerintah bangsa Turki, tetapi bangsa itu tetap “Orang sakit” yang menunggu obat.
Tiga tahun yang lalu seorang sahabat yang pernah tinggal di Ankara, ibukota Turki, menceritakan kepada saya, bagaimana nasib malapetaka dan sengsara bangsa Turki sampai sekarang ini. Teman itu berkata, “Seorang penjabat tinggi negara Turki pernah berkata kepda saya dengan nada haru dan keluh kesah, bahwa suatu waktu di di Amerika melihat pembesar-pembesar pemerintah setiap hari minggu datang ke Gereja dengan anak isterinya. Ingin menjabat negara itu hal yang seperti itu berjalan di negerinya, dia ingin mellhat kehidpan yang subur dinegerinya.
Kehidupan rakyat jauh dibawah taraf yang layak sebagai manusia yang adab. Ekonomi dan sosial rakyat belum mendapat perubahan. Jiwa dna nurani rakyat kering. Jika hendak mendirikan masjid atau madrasah harus meminta izin lebih dahulu kepada pemerintah. Sekulerisme sudah kehilangan akal dan kehabisan daya untuk mengendalikan rakyat Islam yang terkenal fanatik dan teguh hati.
Rakyat rindu kebebasan hidup beragama, kebebasan mengembangkan kodrat dan thaat. Rakyat rindu dan terkenang kepada sejarah lama, sejarah nenek moyang yang besar, warisan Islam. Teman itu pernah memberi nasehat kepada teman Turki seraya mengatakan, “.. Kalau Tuan ingin membangun negeri Tuan, ingin membangun kembali bangsa Turki, Tuan harus kembali memaki cara yang pernah menjayakan bangsa ini dahulu”, tukasnya.
Suatu bangsa yang agamanya telah menjadi darah daging, tidak mungkin ditegakkan dengan sistem yang bertentangandengan jiwanya. Sekulerisme mungkin b erhasil dilaksanakan pada bangsa luar Islam. Jika revolusi Perancis gagal, karena rakyat tidak mendapatkan kebbebasan dan dan kebahagiaan dalam soal ekonomi, maka Revolusi Turki Muda gagal, karena tidak berlandaskan semangat dan jiwa rakyat. Bukan di Turki saja, kita melihat adanya sekulerisme. Juga banyak negara-negara Islam yang menyebutkan undang-udang Dasarnya berdasar Islam, tetapi sistem perundang-undangnya menyimpang dari tuntunan syari’ah.
DR. Abdul Qadir Audah rahimahullah, seorang ulama Mesir, yang ikut menggulingkan rezim Farouk waktu Revolusi Mesir 1952, dalam bkunya, “Islam dan Perundan-Undangan” :
“Sudah menjadi tabi’at Islam , bahwa ia merupakan dasar hukum pada tiap negeri yang telah dimasuksinya, dan bila Islam itu merupakan agama, maka ia menjadi syariat yang sempurna tiap-tiap muslim.
Karenanya, syari’at Islam adalah undang-undang yang satu-satunya bagi tiap-tiap bagi negeri Islam sejak Islam menjelma ke negeri itu, dan hal seperti itu berlangsung sampai imperialisme berkuasa menggagahi negeri-negeri Islam itu. Maka masuklah Perundang-undangan Eropa ke negeri-negeri Islam, atau karena pemimpin Islam itu telah dapat ditipu oleh imperialis Barat.
Itulah awalnya bencana yang terjadi di dunia Islam yang menghancurkan umat Islam, dan seluruh struktur kehidupannya.
Hendaklah umat Islam mengerti, bahwa Islamlah yang menciptakan mereka, menjadikannya sebaik-baik umat yang dibangkitkan untuk manusia, dan menyebabkan mereka dulu bisa berkuasa diatas kekuasaan-kekuasaan dunia, dan syariat Isalm itulah yang mengajar dan mendidik mereka, merasakan artinya mulia dan jaya, memberikan kekuatan dan cita-cita, melahirkan pahlawan-pahlawan yang membuka negeri-negeri Islam.
Syariah Islamlah yang membawa manusia kepada persamaan yang sesungguhnya dan keadilan yang mutlak, dan mewajibkan mereka bekerjasama diatas dasar kebaikan dan taqwa, dan bahwa mereka mengajak yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Sekulerisme dan La Diniyah tidak ada hubungannya dengan kehidupan kaum Muslimin. Wallahu’alam.