Betapa kehidupan yang ada sekarang sudah rusak. Dari semua lapisan sosial. Tidak ada lagi sisi-sisi kehidupan yang masih utuh, dan tidak rusak akibat pengaruh jahiliyah, yang sudah merasuk ke dalam sistem kehidupan.
Manusia berputar-putar dalam lingkaran kebathilan. Inilah yang menyebabkan kehidupan manusia tidak lagi bermanfaat, dan menuju kepada kehancuran. Masa depan manusia yang hanya berorientasi kepada pencapaian kenikmatan dunia telah menyebabkan dirinya putus asa.
Menghadapi kondisi seperti ini seorang ulama terkemuka Al-Gazzali memberikan sebuah kaedah atau methode dalam melakukan ishlah.
Kaedah pertama, sesungguhnya tujuan dasar keberadaan umat Muslim (al ulumul al Muslimah) adalah untuk membawa risalah Islam kepada seluruh alam semesta. Jika umat ini berpangku tangan dan tidak memperjuangkan dan menyampaikan risalah Islam, maka dunia akan dipenuhi oleh berbagai macam kekacauan dan kerusakan yang besar. Umat Islam dan masyarakat lainnya akan menjadi korban dari keengganan kaum Muslim untuk memperjuangkan dan menegakkan risalahnya.
Kaedah kedua, kaedah ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kaedah pertama. Selama umat Islam dituntut untuk menyebarkan misi reformasi (ishlah) ke seluruh pelosok bumi, namun pada kenyatannya mereka malah berpangku tangan dan tidak menyampaikan misi tersebut. Mereka tidak tergerak untuk memperjuangkan risalah Islam sebagai al-haq, yang akan dapat memperbaiki kehidupan umat manusia. Sikap berpangku tangan inilah yang menyebabkan mandegnya kehidupan dikalangan umat Islam. Sehingga, tidak ada kemajuan dan perbaikan bagi kehidupan mereka.
Kaedah ketiga, sebagai pelengkap kaedah kedua, selama ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk menemukan penyebab sikap berpangku tangan yang dilakukan kaum muslimin, maka tujuan akhir dari pencarian ini adalah melakukan diagnosa dan memberi jalan keluar, dan bukan sekadar menunjukkan reaksi emonsional yang bersifat negatif dengan sibuk mencari kambing hitam dan saling menuduh. Kelemahan dan kerusakan yang terjadi dikalangan umat ini, tidak semata-mata pengaruh dari luar, tetapi yang harus disadari, bagaimana mencari kelemahan yang sifatnya inheren (melekat) dalam diri umat. Mengapa umat ini menjadi jumud, taklid, dan hanya bersifat pasif, dan tidak memiliki semangat (hamasah) dalam melakukan perbaikan ihslah, baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkunganannya yang lebih luas.
Maka, melhat kondisi hari ini yang dialami oleh umat muslimin, Al Gazzali lebih cenderung melakukan kritik (muhasabah) atas diri sendiri (an naqd adz dzati). Dia tidak mencari-cari alasan apapun untuk menjustifikasi kelemahan umat Islam serta melemparkan tanggung jawab atas segala keterpurukan itu kepada kekuatan-kekuatan asing. Kelemahan-kelemahan yang sangat nyata, terutama kelemahan aqidah, dan pemahaman mereka atas risalah Islam, dan komitmen serta perjuangan dalam menegakkan risalah inilah, yang kemudian menyebabkan mereka menjadi bagian dari kekuatan yang menjajah mereka.
Methode ini sesuai dengan prinsip dalam Islam, seperti yang dinyatakan dalam firman Allah Ta’ala:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
Dan apapun musibah yang menimpa kamu adalah, karena hasil perbuatan tanganmu sendiri. (QS. As-Syura [42] : 30).
Dari ayat diatas, lalu, Al-Gazzali, menemukan sebuah methode yang diyakini, sebagai sebuah jalan, yang sangat sesuai dengan apa yang dijalankan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Al-Gazzali memulai perubahan dari diri sendiri, kemudian merambah kepada komunitas yang lebih luas, sampai tingkat negara. Muridnya melakukan hal yang sama, yang kemudian lahirlah generasi Nuruddin dan Shalahuddin al-Ayyubi, dan berhasil membebaskan tanah Palestnia, yang meliputi Al-Quds dari tangan pasukan Salib. Ini semua telah terbukti betapa methedo ini sangat ampuh, khususnya dalam membangun kembali kehidupan yang dilandasi nilai-nilai dan prinsip Islam.
Seperti firman Allah Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah (keadaan) yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d [13] : 11).
Selanjutnya, Al-Gazzali menambahkannya, bahwa prinsip dasar yang menggunakan methode yang sesuai dengan firman Allah diatas itu, yang menjadi periode emas dalam sejarah Islam, yang melahirkan generasi Khulafaur Rasyidin, karena para Khulafaur Rasyidin merupakan ulama-ulama yang mendapatkan pentunjuk, atau ulama yang mengenal Allah dan beritiba’ (mengikuti Rasul Shallahu alaihi wa sallam), memahami hukum-hukum-Nya.
Setelah periode Khulafaur Rasyidin itu, prinsip tersebut berubah, aqidah berada dibawah pengaruh politik. Karena kekuasan dipegang oleh orang-orang yang tidak layak dan tidak memiliki kredibelitas yang sempurna dalam fatwa dan hukum. Mereka hanya mengabdi kepada penguasa, sekadar untuk mendapatkan dunia. Karena itu, ulama yang sesudah periode Khulafaur Rasyidin itu, kebanyakan hanyalah sekumpulan orang yang mengabdi kepada penguasa. Bukan hamba-hamba yang shalih yang mukhlis.
Inilah sesungguhnya penyebab kerusakan dikalangan umat yang terus-menerus sampai hari ini. Amar ma’ruf nahi munkar berhenti, yang ada hanyalah dukungan ulama kepada penguasa, sekalipun mereka adalah ahlul ma’siyat. Para ulama itu bukan menjadi pengingat para penguasa yang telah berbuat dzalim dan munkar, tetapi malah mereka menyetujui dan menjadi stempel perbuatan dan kemauan para penguasa.
Imam Al-Gazzali hanya mengajak kembali kepada manhaj awal yang sudah diberikan para salaf, terutama oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa salam dalam memperbaiki umat dan kaum muslimin. Wallahu’alam.