Sebenarnya, manusia merasa senang dalam kesendiriannya, ini berlaku bagi manusia yang jiwanya baik dan bersih. Sebaliknya jika jiwa itu ada sesuatu yang mengotorinya, maka kesendirian itu ia rasakan sebagai sesuatu yang menyiksa dirinya.
Karena itu, orang orang saleh suka berkhalwat (menyendiri, mengasingkan diri) , oleh karena mereka bersama Allah. Adapun orang orang yang jiwa mereka belum bersih, maka mereka suka bercampur dan berhubungan dengan manusia supaya jiwa mereka bisa senang. Kesenangan hati bagi orang orang saleh adalah bilamana mereka suka berkhalwat dan bermunajat dengan Allah Rabbul Alamin. Pada saat mana dia melihat dirinya dalam keadaan beribadah kepada Allah maka pada saat itulah jiwanya tenang dan senang.
Oleh karenanya, kaum salaf, semoga Allah ridhai mereka, menganggap bahwa Qiyamul Lail (Sholat malam) adalah bagian dari hidup mereka. Bagian dari hidupnya, seolah olah ia adalah satu bagian anggota badannya. Adalah seseorang di antara mereka sangat besar penyesalannya apabila sampai terluput dari shalat tahajud.
Diriwayatkan tentang Tamim Ad Dari, bahwasanya pernah ia terluput dari shalat Tahajud satu malam, maka ia bersumpah pada dirinya untuk tidak tidur pada malam hari selama setahun penuh.
Disebutkan bahwa ada seseorang yang tidur semalaman sampai pagi, maka Rasulullah SAW bersabda :
“Orang itu kedua telinganya telah dikencingi syetan.” (HR Bukhari)
Oleh karena itu shalat tahajud merupakan bagian dari kehidupan mereka.
Sabda Nabi SAW :
“Kerjakanlah shalat tahajjud, karena sesungguhnya shalat tahajjud itu adalah adat kebiasaan orang orang saleh sebelum kalian.” (Shahih Al Jami Ash Shaghir no 6635)
Tambahan Hadits :
سنن أبي داوود ١١٠٩: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ ابْنِ شَبُّوَيْهِ حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَزِيدَ النَّحْوِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
فِي الْمُزَّمِّلِ
{ قُمْ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا نِصْفَهُ }
نَسَخَتْهَا الْآيَةُ الَّتِي فِيهَا
{ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْ الْقُرْآنِ }
وَنَاشِئَةُ اللَّيْلِ أَوَّلُهُ وَكَانَتْ صَلَاتُهُمْ لِأَوَّلِ اللَّيْلِ يَقُولُ هُوَ أَجْدَرُ أَنْ تُحْصُوا مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ مِنْ قِيَامِ اللَّيْلِ وَذَلِكَ أَنَّ الْإِنْسَانَ إِذَا نَامَ لَمْ يَدْرِ مَتَى يَسْتَيْقِظُ وَقَوْلُهُ أَقْوَمُ قِيلًا هُوَ أَجْدَرُ أَنْ يَفْقَهَ فِي الْقُرْآنِ وَقَوْلُهُ
{ إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا }
يَقُولُ فَرَاغًا طَوِيلًا
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Mawarzi Ibnu Syabbuwaih telah menceritakan kepadaku Ali bin Husain dari ayahnya dari Yazid An Nahwi dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dia berkata mengenai surt Al Muzammil, yaitu; “Bangunlah (shalat) di malam hari, kecuali sedikit daripadanya, (yaitu) separuhnya.” (QS Al Muzammil; 2-3). Ayat tersebut di hapus dengan surat ini, yaitu; “Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an.” (QS Al Muzzamil; 20). Maksud dari “Nasyi`atul lail” adalah shalat tahajjudnya mereka (para sahabat) di awal malam (sebelum di mansukh).” Ibnu Abbas melanjutkan; “Tahajjud di awal malam lebih sesuai untuk kamu tentukan batas waktu bangun malam yang telah di wajibkan Allah atas kamu. Hal itu karena manusia, apabila telah tidur, ia tidak tahu kapan dirinya bangun.” Maksud firman Allah; “Aqwamu qiila” ialah lebih sesuai untuk memahami AL Qur’an (ketika di baca pada malam hari) ” dan maksud ayat; “Inna laka fin nahaari sabhan thawiila” ialah kesempatan yang panjang.” (Sunan Abu Daud)