Di dalam perjalanan Umar Mukhtar ke Sudan, salah seorang pedagang yang telah ahli menempuh rute tersebut berkata, “ Sebentar lagi kita akan melewati jalan yang berkelok, dan harus kita lalui karena tidak ada jalan lain, dan biasanya muncul di situ seekor singa untuk menunggu mangsanya. Maka siapkanlah seekor unta untuk menyibukkan singa tersebut, sehingga kita bisa meneruskan perjalanan tanpa gangguannya.”
Pedagang yang berbicara itu mengusulkan agar orang yang ada dirombongannya menanggung harga seekor unta kurus bersama sama. Dengan tegas, Umar Mukhtar menolak usulan tersebut.
Beliau berkata, “ Upeti yang harus dibayar oleh seorang yang lemah kepada orang yang kuat di antara kita sudah tidak berlaku, lantas bagaimana kita mau membayarnya lagi dan memberikannya kepada seekor hewan ! Ini merupakan tanda kehinaan dan kelemahan !, Kita semua akan melawan singa itu dengan senjata senjata kita jika ia menghalangi jalan kita !”
Di antara musafir itu ada yang berusaha mempengaruhi beliau untuk membatalkan niatnya, namun beliau menyahut, “ Aku malu saat aku kembali nanti, dan aku bercerita kepada orang, bahwa aku telah menyerahkan untaku kepada seekor singa yang menghalangi jalanku. Padahal, ketika itu sebenarnya aku siap melindungi untaku dan semua yang aku bawa. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan mempertanggungjawabkan apa yang kalian pimpin. Sikap pengecut adalah kebiasaan jelek yang harus kita hilangkan.”
Baru saja kafilah tersebut melalui jalan sempit yang mereka khawatirkan, tiba tiba keluarlah seekor singa dari tempat yang ia gunakan untuk mengintai mangsanya. Karena dicekam kepanikan, seorang pedagang yang ketakutan dan gemetar seluruh tubuhnya berteriak keras, “ Aku bersedia memberikan seekor dari untaku, janganlah kalian mencoba coba melawan singa itu !”
Menanggapi keadaan tersebut, segeralah Umar Mukhtar mengokang senapan buatan Yunani yang beliau miliki. Peluru pertama yang beliau tembakkan sanggup menembus tubuh singa tersebut, namun belum membunuhnya.
Dengan peluru yang besarang di tubuhnya, membuat sang singa semakin membabi buta. Dengan cepat, Umar Mukhtar menembakkan peluru kedua yang membuat singa tersebut tersungkur mati. Setelah meyakini kematiannya, beliau menguliti singa itu untuk meyakinkan para kafilah bahwa singa tersebut sudah mati.
Peristiwa itu menjadikan kafilah kagum akan Umar Mukhtar, maka beliau katakan,
“ Wahai anakku, apakah kamu ingin agar aku bangga karena berhasil membunuh hewan tersebut?”
“ Apakah kamu bangga karena telah berhasil membunuh serangga ? lalu beliau membaca firman Allah :
“…dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar…” (Al Anfal : 17)