Bersiap-siaplah menghadapi detik-detik kematan, yang pasti tiba. Setiap kita pasti mati. Setiap kita pasti akan mengalami sekarat. Kita pasti akan menemui kematian itu. Semua orang – baik raja maupun hamba sahaya, atasan maupun bawahan, kaya ataupun miskin – telah merasakannya. Semua bangsa telah merasakan pendihnya kematian.
Amr Ibn Ash, yang dijuluki ‘Urthubun’ (orang yang amat cerdik) karena begitu cerdiknya, tengah mengalami sekarat. Ia tidak bisa menghindar dari kematian. Kematian melumpuhkan daya orang-orang yang amat cerdik, menguras habis tenaga orang-orang kuat, meluluhlantakkan bangunan si kaya.
Saat sakaratul maut menjelang sang tokoh itu, anaknya, Abdullah, yang ahli zuhud dan ahli ibadah, berbisik kepadanya, “Ayah, gambarkanlah kematian itu kepadaku. Tentu ayah orang yang paling jujur dalam menggambarkannya”, ujar Abdullah.
“Anakku “, ucap Amr ibn Ash. “Demi Allah, rasanya gunung-gunung seperti diimpitkan ke atas dadaku. Aku seakan bernapas melalui lubang jarum”, jawab Amr ibn Ash.
Ibnu Rajab menyebutkan bahwa Umar ra, pernah berkata kepada Ka’ab al-Ahbar, “Coba beri aku gambaran tentang kematian”, ujarnya. “Amirul Mukminin, perumpaan kematian itu tidak lain seperti orang yang dipukul dengan ranting kayu bidara atau kayu thalh (pohon akasia) yang berduri. Kematian ranting tersebut ditarik, bersamaan dengan itu setiap pembuluh darah dibadan pun ikut tertarik”, tambahnya.
Allah Ta’ala berfirman :
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ ﴿٨٣﴾
وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ تَنظُرُونَ ﴿٨٤﴾
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ ﴿٨٥﴾
فَلَوْلَا إِن كُنتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ ﴿٨٦﴾
تَرْجِعُونَهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ ﴿٨٧﴾
“Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai dikerongkongan, dan kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu memang tidak dikuasasi (oleh Allah), kamu tidak mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang yang benar”. (QS : Al-Waqi’ah : 83-87)
Kemudian, Allah Ta’ala :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ ﴿٢٦﴾
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ﴿٢٧﴾
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal”. (QS : Ar-Rahman : 26-27)
Hasan al-Basri menasihati anak-anak dan murid-muridnya, “Kematian mengeruhkan kehidupan dunia, sehingga tidak menyisakan secuilpun kegembiraan pada mereka yang punya hati”, cetusnya. “Para pembesuk datang menjenguk orang yang sakit, tetapi mati itu dialami oleh orang yang membesuk dan yang dibesuk”, tambahnya.
Kisah riwayat hidup Ar-Rabi’ bin Khaitsam, ahli zuhud dan ahli ibadah, dikisahkan bahwa suatu kali ia jatuh sakit, lalu orang-orang bertanya, “Tidakkah perlu kami panggil dokter?”, tanyanya. Khaitsam menjawab, “Awalnya saya sudah berpikir untuk memanggil seorang dokter, tetapi dokter dan pasiennya sama-sama akan mati”, ucapnya.
Dari Abu Bakar Ash-Siddiq ra, yang shahih dituturkan bahwa ketika ia sedang sekarat, orang-orang berkumpul di dekatnya. “Wahai Khalifah Rasulullah, tidakkah perlu kami penggilkan seroan tabib?”, tanya mereka. “Sudah. Sudah ada tabib yang datang melihat kondisiku”, jawabnya. “Lalu apa katanya”, tanya mereka. Katanya, “Aku berbuat sekehendak-Ku”, jawab Khalifah.
Kemudian,di dalam kitab Washaayal-Ulama Indal-Maut (Wasiat Para Ulama Menjelang Kematian), disebutkan sebuah riwayat dari Abu Darda’ra, saat ia berjuang menghadapi sakaratul maut, “Adakah orang yang beramal untuk persiapan menghadapi kematian yang amat berat ini? Adakah oran gyang beramal untuk persiapan menghadapi sakitnya kematian? Adakah orang yang beramal untuk persiapan di kala ia terbaring tidak berdaya di atas pembaringan seperti ini?”
وَاتَّقُواْ يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ ﴿٢٨١﴾
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)”. (QS : Al-Baqarah : 281)
Sungguh kebanyakan, manusia terlena dan mabuk, mereka tidak menyadari tentang akan datangnya kematian, yang pasti menghampiri mereka. Di mana mereka tidak dapat lagi dari kematian yang akan merenggut nyawanya. Tidak ada satupun manusia yang dapat lari dari kematian yang akan tiba itu.
Fiman-Nya :
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً حَتَّىَ إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ ﴿٦١﴾
ثُمَّ رُدُّواْ إِلَى اللّهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ أَلاَ لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ ﴿٦٢﴾
“Dan Dialah penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga kematian datang kepada salah seorang diantara kamu, melaikat-malaikat Kami mencabaut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya. Kemudian mereka (hamba-hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) ada pada-Nya. Dan Dialah pembuat perhitungan yang paling tepat”. (QS : Al-An’am : 61-62)
Pemusnah kenikmatan ad alah mati, yang memisahkan kumpulan, merenggut anak-anak. Kematian datang dengan bencana dan petaka, lalu meninggalkan mereka tergeletak dalam kegelapan. Begitulah kematian. Manusia banyak yang melalaikannya. Mereka seakan tak pernah akan menghadapi kematian. Mereka berpesta dengan kehidupannya. saat menjemut maut/al-qalam.