Oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali
Galau, risau, Stress ??
Salah satu kesalahan manusia adalah menanggung beban masa depannya yang masih jauh pada saat sekarang ini. Bila seseorang berangan-angan maka pemikirannya beralih ke ruang tanpa batas, yang segera dipenuhi oleh bisikan, praduga dan kecemasan yang segera mencengkramnya.Keraguan dan kegelisahan Itu semua akan menipu kita . Mengapa tidak hidup dalam batas harimu yang ini saja..
Psikolog Barat Dale Carnegi telah meneliti sejumlah tokoh sukses dari orang yang tidak terpengaruh masa depan tapi mencurahkan perhatian pada kondisi saat ini semata. Dengan cara yang cerdas ini hasilnya adalah keamanan bagi kondisi mereka saat itu dan sekaligus hari esoknya. Ungkapnya,” Kami tidak mengejar tujuan yang secara tiba-tiba terlintas dalam pikiran kami dari masa yang jauh. Kami hanya mengerjakan pekerjaan yang jelas dan nyata ada di hadapan kami hari ini ‘..nasihat dari seorang terkemuka di Inggris thomas Carlel.
Hidup dalam batasan hari ini menurut nasihat di atas sesuai pula dengan apa yang sudah dinasihatkan oleh Rasulullah SAW “ Barang siapa bangun dipagi hari dengan hati tenang, badan yang sehat, memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah ditundukkan seluruhnya kepadanya. (H.R. At Tirmidzi)
Jika telah terbit subuh, Khalilullah Ibrahim As berdoa , “ Ya Allah ini adalah ciptaan (hari) baru, maka bukakanlah ia untukku dengan ketaatan kepadaMU dan tutupllah dengan ampunan dan ridha-Mu. Ya Allah berilah aku rezeki di dalamnya dengan penerimaan yang baik dariku , tumbuhkan dan lipat gandakan ia untukku, dan ampunilah untukku keburukan yang aku ketahui ada padanya. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang , dan Maha Mulia,” Beliau berkata, “ Barang siapa yang berdoa dengan doa ini di pagi hari, maka ia telah mensyukuri harinya.”
Dalam keseharian Rasulullah SAW, beliau menunjukkah kebenaran cara ini dalam menata kehidupan, menghadapi setiap bagiannya dengan penuh semangat dan harapan baru. Apabila tiba waktu pagi Rasulullah berkata, “ Kami berada di waktu pagi, dan menjadilah kerajaan milik Allah. Segala puji bagiNya , tidak ada sekutu bagi Nya, Tidak ada Tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya tempat kembali.” Dan jika tiba waktu senja , beliau mengucapkan, “ Ya Allah , aku mendapati waktu sore dari Mu dalam kenikmatan, keafiatan dan perlindungan. Maka sempurnakanlah untukku nikmat Mu, ke’afiatan dari Mu dan perlindungan Mu di dunia dan akhirat…” (H.R. At Tirmidzi)
Sebagian manusia meremehkan pemberian Allah SWT kepadanya berupa keselamatan dan ketenangan diri dan keluarganya. Terkadang kelalaian besar ini semakin menjadi-jadi dan bertambah akibat hilangnya harta kekayaan dan kekuasaan. Sikap seperti ini sama halnya dengan lari dari kenyataan , merusak agama dan dunia.
Konon, suatu hari seorang laki-laki bertanya kepada Abdullah bin Amir bin Ash, “ Bukankah aku ini termasuk orang miskin dari kalangan muhajirin?” Abdullah pun balik bertanya, “ Apakah engkau memiliki istri tempat mencurahkan kasih sayang? Dia menjawab , “ Ya.” Lalu Abdullah bertanya lagi , Apakah engkau memiliki rumah sebagai tempat tinggal ? Dia menjawab “ Ya.’ Maka Abdullah pun berkata” Engkau termasuk golongan orang kaya,” orang itu pun menambahkan “ saya juga memilliki seorang pelayan,” Lalu Abdullah berkata “ Kalau begitu engkau termasuk golongan Raja,” jawab Abdullah
Simak petuah Abu Hazim yang mengatakan “ sesungguhnya antara aku dan para raja itu sama-sama berada dalam hari yang sama. Hari kemarin sudah tidak mereka rasakan lagi lezatnya. Sedangkan esok hari , aku dan mereka sama-sama mengkhawatirkannya …Jadi yang ada hanyalah hari ini.” Sosok saleh yang fakir ini mengingatkan para raja dan bangsawan bahwa kelezatan hidup di masa lampau akan sirna bersama berlalunya hari.
Dengan demikian yang tersisa hanyalah “hari ini” dimana bagi orang yang berakal akan mengoptimalkannya pada setiap detiknya. Dalam bingkai “hari ini’ juga seorang yang mampu menata diri dan memantapkan tujuan akan berubah menjadi raja!
Hidup dalam batasan hari ini bukan berarti apatis dengan masa depan dan tidak mempersiapkan diri untuk menyongsongnya karena persiapan akan hal itu merupakan hal yang baik dan rasional. Hanya ada perbedaan antara perhatian dan kekhawatiran akan masa depan dengan menghadapinya secara berelebihan, juga ant ara beraktivitas hari ini dan kecemasan tentang apa yang telah dipersiapkan untuk esok. SO ? … just tawaqal kepada Allah
Pada hakikatnya , merasa cukup secara material, menerima dengan baik apa yang ada dalam genggaman dan tidak berpegang kepada angan-angan adalah inti dari kebesaran jiwa dan rahasia kemenangan atas berbagai krisis. Yaitu orang-orang yang tidak mengeluh atas kehilangannya, dan tidak merasa sombong bila karunia mendatanginya – LL/Gz