Sesungguhnya segala macam ibadah seperti shalat, zakat, haji, dan lain lain disangka oleh sebagian orang sebagai aktifitas individu yang diserahkan pelaksanaannya kepada diri mereka masing masing. Mereka menganggap bahwa Negara dalam Islam tidak bertanggung jawab dan tidak perlu memperhatikannya. Kami ingin segera menghapuskan dugaan tersebut dan menjelaskan yang sebenarnya dalam masalah ini.
Sesungguhnya sebuah Negara tidak dapat dikatakan sebagai Negara Islam manakala antara upaya mendirikan dan merobohkan shalat dipandang sama saja. Mendirikan sholat lima waktu adalah wajib bagi seorang penguasa di kantor kantornya, sebagaimana wajib pula atas seorang tukang sapu di jalanan. Keduanya akan ditanyakan kelak pada Hari Kiamat tentang kekhusyukan, kelurusan dan adab adabnya.
Ini memang benar, tetapi Negara Islam (Khilafah) bertugas untuk memelihara agama Allah, mensyiarkan ketakwaan kepadaNya, memperkukuh wibawaNya, dan mensucikan namaNya. Oleh karena itu, Negara islam bertanggung jawab untuk menyucikan, melaksanakan, dan menggemarkan syiar syiar itu. Ini termasuk tugas Negara.
Dengan demikian, penguasa yang meremehkan urusan Shalat, sebagaimana yang terjadi di berbagai Negara mayoritas Islam- atau, misalnya, siapapun yang mengadakan sidang sidang dan perundingan perundingan pada saat kaum Muslim khawatir tertinggal sholat Jum’at, maka hal ini tidak dapat diberi sifat apapun kecuali sebagai tindakan yang meninggalkan agama Islam.
Sementara itu, bila ada suatu Negara yang menyediakan atau memfasilitasi sendiri makanan ataupun minuman agar orang orang bisa membatalkan puasa romadhon sebelum waktu berbuka pada siang hari, atau yang memandang puasa sebagai perbuatan yang menyia nyiakan waktu dan pekerjaan, maka dia adalah Negara “Murtad” yang tidak diragukan lagi, dipandang keluar dari Islam.
Para penguasa yang memperalat agama untuk mengokohkan rezim mereka. Mereka memperalat Islam demi kestabilan rezim mereka dengan cara memperbudak sekelompok ulama yang bisa dibayar agar mengeluarkan fatwa fatwa sesat untuk mendukung kepentingan penguasa. Mereka adalah ulama Su’ (ulama jahat). Rasulullah SAW telah memberi peringatan agar kita mewaspadai terhadap mereka.
– Syeikh Muhammad Al Ghazali-