Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada Nabi SAW, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi SAW menjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.”
Oleh karena emosi dan gerak dalam konteks ini terhubung dengan akidah, maka Al-Qur’an mengulangnya dengan mengembalikan semua urusan kepada Allah yang mengetahui niat, dan mengetahui apa yang ada di balik ucapan dan perbuatan.
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat.” (25)
Nash ini hadir sebelum melanjutkan bahasan tentang taklif, kewajiban dan adab selanjutnya. Ia hadir untuk mengambalikan setiap ucapan dan perbuatan kepada Allah; untuk membuka pintu taubat dan rahmat bagi orang yang berbuat keliru atau teledor, kemudian kembali dan mengoreksi kekeliruan dan keteledoran tersebut.
Selama hati baik, maka pintu ampunan tetap terbuka. Orang-orang awwab (yang bertaubat) adalah mereka yang setiap kali berbuat keliru maka mereka kembali kepada Tuhan mereka sambil meminta ampun.
Sayid Qutb