ass. wr. wb. ustadz saya ini pemuda berusia 19 th, dalam kehidupan saya saya sering dan banyak melakukan perbuatan tercela yang tak terhitung jumlahnya. saya ingin sekali bebas dari perbuatan tersebut, tapi melihat lingkungan saya yang serba mendukung untuk melakukannya saya jadi susah untuk mendekatkan diri kepada-NYA. pertanyaan saya : bagaimana usaha saya dan apa yang harus saya lakukan untuk menjauhi semuanya itu? dan satu hal lagi, saya sangat susah untuk menghindari perbuatan maksiat ketika saya sendiri…..???? terima kasih atas jawabannya.
Ananda M. Nazir yang disayang Allah SWT, ananda ingin sekali bebas dari perbuatan tercela tapi lingkungan tidak mendukung. Menurut saya, lingkungan memang turut mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Akan tetapi lingkungan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi kita. Manusia telah diciptakan Allah untuk memiliki kebebasan memilih (menerima atau menolak pengaruh lingkungan sebesar apa pun pengaruh tersebut). Itulah sebabnya Allah SWT tidak akan menerima alasan orang-orang yang menyalahkan lingkungan di akhirat kelak sebagai sebab perbuatannya yang buruk. “atau agar kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang (datang) setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?” (QS. Al A’raf : 173).
Idealnya, setiap orang mendapatkan lingkungan yang baik, sehingga lebih mudah untuk membentuk kepribadian yang sholih. Namun jika hal itu tidak memungkinkan, maka kita harus kuat untuk mengendalikan diri agar tidak terpengaruh dengan lingkungan yang buruk. Caranya agar kuat adalah dengan banyak beribadah (sholat, baca Qur’an, puasa sunnah, zikir dan doa). Lalu imbangi lingkungan yang buruk dengan mencari lingkungan/pergaulan yang baik di tempat lain, misalnya dengan mengikuti kegiatan remaja/pemuda mesjid, mengikuti pengajian secara rutin, mengikuti kursus-kursus agama, dan lain-lain. Insya Allah dengan ibadah dan mempunyai lingkungan penyeimbang yang baik, ananda akan bisa berubah lebih baik lagi.
Lalu tentang problem ananda yang sangat susah menghindari kemaksiatan ketika sendirian, maka hal ini memang menjadi problem sebagian besar manusia (muslim). Banyak orangyang ketika di tempat ramai kelihatan keshilihannya, tetapi ketika sendiri ia melakukan perbuatan maksiat yang dilarang Allah SWT, seperti berzina, korupsi, dan lain-lain. Cara mengatasinya adalah dengan meyakini bahwa ada Allah SWT yang selalu mengawasi kita di manapun kita berada (muroqobatullah). Allah Maha Tahu tentang apa yang kita lakukan, termasuk di tempat sepi. “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mangawasi kamu” (QS. 4 : 1). Namun permasalahannya adalah banyak orang yang tahu Allah SWT mengawasinya, tetapi tidak memiliki keyakinan yang kuat (haqqul yaqin) terhadap pengawasan Allah tersebut, sehingga ia menganggap remeh pengawasan Allah tersebut. Bahkan di antaranya ada yang berdalih, “ah..dosa tidak terlihat ini. Nanti toh..bisa ditebus dengan perbuatan baik”. Memang kebanyakan manusia lebih takut terhadap sanksi/hukuman sosial daripada dengan dosa. Ini akibat pengaruh budaya materialisme yang lebih mengutamakan materi (yang nyata dan terlihat) daripada yang ghoib (yang tidak terlihat) seperti dosa. Namun yakinilah yang tidak terlihat belum tentu tidak ada (contohnya hembusan angin yang tidak terlihat tetapi nyatanya ada).
Cara untuk mempertebal keyakinan bahwa Allah mengawasi kita adalah dengan banyak berzikir (mengingat Allah) dan bersikap ihsan (seolah-olah kita melihat Allah SWT. Dan jika kita dapat melihat Allah, maka yakinilah bahwa Allah SWT melihat kita). Pada suatu hari, Ali bin Abu Thalib ra pernah ditanya sahabatnya. “Wahai Ali, apakah engkau melihat Allah, sehingga ibadahmu begitu khusyu’. Ali menjawab, “Jika aku tidak melihat Allah, buat apa aku ibadah?”. Ini adalah cerminan betapa kuatnya keyakinan Ali ra terhadap pengawasan Allah. Inilah yang perlu kita tiru, sehingga kita selalu menjaga perilaku kita baik di tempat ramai, apalagi di tempat sepi. Wallahu’alam.
Salam Berkah!
(Satria Hadi Lubis)
Mentor Kehidupan