Kenapa kadang kala hati selalu gelisah? Bagaimana cara menenangkan hati? Kenapa hampa? Apa belum menemukan pendamping? Padahal semua aktivitas berhubungan dengan ibadah dah dijalankan
Ananda Dewi Utami yang disayang Allah SWT, kenapa hati selalu gelisah? Dan bagaimana cara menenangkan hati? Padahal aktivitas ibadah sudah dilakukan. Apakah karena tidak ada pendamping?
Ananda Dewi yang saya hormati, sebenarnya ketanagan hati tidak ada hubungannya dengan memiliki pendamping atau tidak. Ada orang yang sudah memiliki pendamping (isteri/pacar) tapi hatinya tetap gelisah. Sebaliknya ada orang yang tidak memiliki pendamping, tetapi hatinya tetap tenang dan bahagia. Ingat Rabi’ah Al Adawiyah? Beliau adalah wanita ahli sufi yang tidak menikah tapi hatinya begitu bahagia. Suatu ketika temannya mengajak Rabi’ah untuk menghadiri sebuah keramaian (pesta) yang menyenangkan. Lalu apa katanya? “Tidak! Aku lebih suka disini. Beribadah kepada Allah. Disini lebih indah dan menyenangkan daripada di pesta tersebut!” kata Rabi’ah Al Adawiyah. Pelajaran yang bisa dipetik adalah bahwa Rabi’ah sadar betul bagaimana cara memperoleh ketenangan hati. Caranya adalah dengan banyak beribadah (zikir) kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Ar Ra’d ayat 28 : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
Menurut ayat di atas, solusinya adalah zikrullah (mengingat Allah SWT). Zikir ada tiga, zikir hati yakni dengan mengingat Allah dan berbagai nikmat-Nya, zikir lisan yakni dengan banyak menyebut/memuji Allah SWT (ucapan yang lazim adalah : Subhannallah, Alhamdulillah, Laa ilaha illa Llah, Allahu Akbar), dan zikir amal, yakni dengan melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Niscaya dengan zikir kepada Allah pada tiga jenis zikir tersebut, hati kita tidak pernah lagi merasa gelisah (tenang). Allah si pencipta manusia, tentu lebih tahu bagaimana cara membuat kita tenang daripada diri kita sendiri.
Lalu jika ada yang telah beribadah (zikir) tetapi hatinya tetap kesepian, maka persoalannya terletak pada cara ibadahnya yang salah. Mungkin ibadahnya sebatas formalitas dan seremonial belaka. Tidak diiringi dengan kekhusyu’an kepada Allah SWT.
Orang-orang yang tertipu oleh kehidupan dunia ini berupaya menghilangkan rasa gelisahnya dengan mencari jalan di luar zikir kepada Allah SWT. Mereka mengandalkan akalnya yang terbatas dan perasaannya yang dilingkupi nafsu untuk keluar dari rasa gelisah. Ada di antara mereka yang mengatasi kesepian dengan cara melakukan hobi-hobi tertentu, menghabiskan waktu malamnya di diskotik/kafe, berolahraga, mendengarkan musik, bermain games, mengikuti jaringan komunitas di internet, seperti facebook yang sekarang ini lagi ngetrend, dan lain-lain. Apakah cara tersebut berhasil membuat hati tenang dan bahagia? Mungkin untuk jangka pendek berhasil, tetapi untuk jangka panjang tidak akan berhasil. Oleh karena itu kita lihat ada orang yang berlebih-lebihan dengan aktivitas pengusir rasa sepinya (ketagihan). Mereka merusak kesehatan, hubungan pertemanan dan keluarga, atau menghambur-hamburkan uang untuk mengusir rasa gelisahnya. Padahal mengatasi rasa gelisah bukan tergantung pada apa yang ada di luar kita, tapi pada apa yang ada di dalam hati/perasaan kita. Perasaan kita yang harus dikelola dengan zikir kepada Allah SWT. Itulah satu-satunya jawaban jika hati kita ingin tenang dan terhindar dari kegelisahan, sebagaimana yang tertera dalam Al Qur’an Surah 13 ayat 28 di atas. Bukan berarti kita tidak boleh melakukan berbagai hobi kita, bermain games atau bergaul seluas-luasnya, tetapi itu hanyalah cara kita untuk menikmati dan mensyukuri indahnya hidup di dunia ini. Bukan cara kita untuk mengatasi rasa gelisah kita. Itu pun kita lakukan sebatas tidak melanggar syariat-Nya.
Demikian jawaban saya. Semoga kita semua diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk memiliki hati yang tenang dan bahagia.
Salam Berkah!
(Satria Hadi Lubis)
Mentor Kehidupan