Assalaamualaikum Wr. Wb.
Ustadz, saya seorang mahasiswa, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan:
1. Dalam beramal sehari-hari, sudah seharusnya kita ikhlas, meniatkan segala amal hanya untuk mendapatkan ridho Allah. Setahu saya ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya amalan. Saya pernah dengar tandanya orang ikhlas adalah ketika hasil yang di dapat tidak sesuai keinginannya, dia tidak kecewa atau sakit hati. Sering kali saya sudah berusaha meniatkan segala amal saya lillahi ta’ala, namun ketika hasilnya tidak baik sesuai keinginan saya, saya sering kecewa dan sakit hati. Apakah itu berarti saya tidak ikhlas? Dan amalan saya tidak diterima? Jika saya bertaubat, apakah pahala amalan saya kembali? Bagaimana agar kita konsisten dalam menjaga niat lillahi ta’ala? Adakah tips-tips praktisnya?
2. Dalam menjalani peran saya sebagai mahasiswa, saya terkadang suka merasa iri/dengki dengan teman saya yang bisa kuliah sambil berbisnis (kuliah dan bisnisnya berjalan lancar). Orang tua menginginkan saya konsentrasi dengan kuliah, namun saya selalu ingin mempunyai penghasilan sendiri. Saya pernah beberapa kali mencoba berbisnis sambil kuliah, saya lakukan sembunyi-sembunyi, takut dimarahi orang tua. Tapi bisnis saya harus saya hentikan. Di samping bisnis saya tidak terlalu sukses, kuliah saya pun jadi terbengkalai sehingga orang tua saya kecewa. Namun begitu, kedengkian saya sulit dihilangkan. Saya selalu bertanya-tanya, kenapa teman saya bisa? Sedangkan saya tidak bisa? Apalagi dengan banyaknya orang-orang, termasuk tokoh-tokoh Islam, yang menganjurkan berbisnis sejak kuliah, saya semakin dirudung kedengkian, kepesimisan, sakit hati dan lain-lain. Saya sering merasa tertekan. Bukankah kedengkian akan membakar pahala amalan-amalan saya? Saya bingung. Saya ingin sekali melakukan hal-hal yang terbaik untuk menjadi hamba-Nya. Apa yang harus saya lakukan? Apakah dengan konsentrasi pada kuliah saja itu sudah cukup? Bagaimana menyikapi anjuran berbisnis sejak muda?
Wassalaamualaikum Wr. Wb.
Jazakallah khairan katsiran
Ass wr wb.
Ananda Abdul, ciri dari keikhlasan adalah dapat menerima apa pun hasilnya yang datang dari Allah tanpa reserve (tanpa persoalan). Baik-buruknya (menurut pandangan manusia) harus dapat menerimanya.
Rasa kecewa yang muncul bila menurutnya hasilnya tidak sesuai dengan harapan karena manusia mempunyai keterbatasan dan nafsu. Di mana cara memahaminya lebih kepada nafsu dan dalam konteks sesaat.
Kita boleh kecewa namun hendaknya kekecewaan itu jangan menjadikan kita untuk berprasangka buruk kepada Allah bahwa Allah tidak sayang pada kita. Coba Anda pahami surat Al-Baqarah ayat 216.
Keikhlasan harus pula kita latih, harus dengan sabar dan ridha menerima apa yang yang datang dari-Nya. Kita tidak pernah protes pada apa yang menimpa kita. Lebih dari itu, kita tidak tidak pernah menyesali segala takdir-Nya.
Cobalah untuk selalu ber positif thinking (husnudzon)
Adapun untuk berusaha, tidak ada salahnya Anda berwirausaha di saat anda masih kuliah. Namun hendaknya ketika memulainya harus didasari dengan perencanaan-perencanaan yang seksama dengan memperhatikan kemampuan dan peluang-peluang yang ada. Bukan karena didasarkan pada keinginan seperti orang lain (iri).
Setiap manusia sama mempunyai potensi. Tapi potensi yang dimiliki setiap manusia berbeda-beda. Cobalah Anda camkan diri Anda apakah anda memang cocok sebagi wirausaha atau lainnya. Atau kalaupun Anda cocok sebagai wirausaha bidang apa yang kira-kira Anda kuasai dengan mempunyai pemahaman dan kemampuan dalam menganalisa dan menjual sebuah produk
Bila Anda ingin terjun dalam berwirausaha jangan setengah-setengah. Begitu pula dengan kuliah. Namun bila Anda dapat membagi waktu dan pikiran Anda untuk mencurahkan kedua-duanya tiada salahnya.
Intinya Anda harus serius dan penuh konsentrasi dalam menjalankannya. Raihlah dan tunjukkan bahwa Anda bisa