Laki-Laki

Assalamualaikum pak ustadz, menurut bapak idealnya tanggung jawab seorang laki-laki bagaimana sih? Baik dengan keluarganya (ortu), isteri dan anaknya. Juga sebagai orang yang menjadi imam. Soalnya yang saya lihat sekarang, mengapa ya laki-laki sekarang (tidak semua sih) terlihat lemah dan kurang berusaha (ikhtiar)

Wa’alaikum salam wr. wb.
Saudaraku Mardiyani yang dicintai Allah SWT, tanggung jawab lelaki yang ideal adalah seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surah An Nisa ayat 34 : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
Dalam ayat tersebut tercermin bahwa tanggung jawab lelaki adalah memimpin dan mencari nafkah. Ketika ia menjadi anak, maka ia menjadi anak yang dapat memimpin adik-adiknya atau kakak perempuannya. Bisa menggantikan peranan dan tanggung jawab orang tua ketika orang tuanya telah tiada. Lalu sebagai suami (kepala rumah tangga), ia harus mampu membimbing isteri dan anak-anaknya. Jangan menjadi suami yang takut kepada isterinya, sehingga akhirnya ikut organisasi ISTI (Ikatan Suami Takut Istri). Tidak juga menjadi bapak yang takut dan memanjakan anak-anaknya, sehingga akhirnya ikut organisasi IBTA (Ikatan Bapak Takut Anak). Sebagai kepala rumah tangga, seorang lelaki harus mau mencari nafkah bagi keluarganya dan tidak mengandalkan istrinya untuk mencari nafkah. Hal ini perlu ditekankan karena sekarang ini memang banyak lelaki yang ‘matre’ karena sebelum menikah saja sudah ingin mencari jodoh perempuan yang bekerja. Bahkan kalau perlu gajinya lebih besar darinya.
Sesungguhnya kewibaan kepemimpinan seorang lelaki justru terletak pada kemampuannya mencari nafkah seperti yang disebutkan pada surah An Nisa di atas. Ketika seorang lelaki lemah dalam mencari nafkah berarti kepemimpinannya terlecehkan. Oleh sebab itu, jangan heran kalau sekarang ini kita lihat banyak lelaki yang tidak berwibawa di mata isteri dan anak-anaknya karena malas mencari nafkah. Etos kerja mereka kurang. Mereka cepat mengeluh dan cepat menyalahkan kondisi/lingkungan sebagai alasan dari sulitnya mencari nafkah. Padahal rezeki adalah sesuatu yang pasti didapatkan asalkan kita mau bekerja keras dan cerdas.
Jadi jika sekarang ini Anda melihat banyak lelaki yang lemah dan kurang berikhtiar itu ada benarnya. Hal ini akibat pengaruh ghozwil fikri (perang pemikiran) yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Musuh-musuh Islam berkehendak menyamakan peran lelaki dan perempuan, padahal Allah sebagai pencipta manusia yang lebih tahu tentang manusia telah berfirman, “dan laki-laki tidak sama dengan perempuan” (QS. 3 : 36). Peran lelaki adalah memimpin dan mencari nafkah (peran masa kini). Peran perempuan adalah melayani suami dan mendidik anak-anaknya (peran masa depan). Peran yang sudah digariskan Allah ini ingin diubah oleh mereka yang jahil (bodoh) terhadap kemanusiaan. Lalu mereka memprogandakan bahwa perempuan sedang dizalimi oleh laki-laki karena tidak boleh keluar rumah untuk bekerja. Lelaki juga diubah mind setnya (pola pikirnya) agar mau menerima perempuan-perempuan yang bekerja dan sebaliknya mau menerima dipimpin oleh perempuan. Dari sinilah akhirnya muncul kerusakan berupa lelaki yang lemah dan pengecut terhadap tantangan kehidupan. Bahkan muncul lelaki yang berjiwa kewanita-wanitaan (banci) yang puncaknya adalah munculnya jenis kelamin ketiga (homo dan waria). Belum lagi kerusakan yang lainnya berupa kemaksiatan dan pelecehan seksual karena kerancuan peran lelaki dan perempuan.
Oleh sebab itu lelaki yang beriman adalah lelaki yang mengembalikan perannya sesuai dengan apa yang digariskan Allah untuknya. Ia tidak terpengaruh oleh ghozwul fikri yang menginginkannya bersikap dan berpikir rancu tentang peran lelaki dan perempuan. Ia tidak menjadi lelaki yang lemah, materialistis, malas, pengecut, dan tidak bisa memimpin perempuan. Ia menjadi lelaki tangguh yang berani menghadapi resiko kehidupan karena yakin akan datangnya pertolongan Allah SWT. Wallahu’alam bis showab.
Salam Berkah!

(Satria Hadi Lubis)
Mentor Kehidupan