Kiat Sukses Mengelola Halaqoh

Ass. Wr. Wb

Ustadz apa perbedaan antara mengelola halaqoh usia pelajar dan usia pekerja? Bagaimana agar peserta halaqoh agar giat datang ke majelis halaqoh dengan ikhlas karena merasa butuh? Jazakallah

Saudaraku Muh. Yunus yang dicintai Allah SWT, Alhamdulillah Anda sudah menjadi murobbi, sebuah pekerjaan langka dan strategis yang sekarang ini diabaikan oleh banyak kaum muslimin. Saya langsung menjawab pertanyaan Anda tentang apa perbedaan mengelola halaqoh pelajar dan pekerja. Paling tidak ada tiga perdedaannya :
1. Kejiwaan.
Dari sisi kejiwaan, karena pelajar pada umumnya lebih muda usianya daripada pekerja, maka pelajar umumnya lebih labil dan pembosan daripada pekerja. Menangani halaqoh pelajar membutuhkan metode pembelajaran yang lebih variatif daripada halaqoh pekerja. Lebih banyak melakukan pendekatan interpersonal, santai dan fun (menghibur) jika kita menangani halaqoh pelajar. Sebaliknya, halaqoh pekerja bisa lebih serius dan idealis daripada halaqoh pelajar.
2. Pengalaman.
Peserta halaqoh pekerja rata-rata sudah memiliki pengalaman hidup yang banyak, sehingga sebaiknya dalam metode belajar lebih menekankan pada dialog. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada peserta ‘memperkaya’ materi yang disampaikan dengan contoh-contoh aplikasi dari pengalaman mereka sendiri. Biasanya dengan mengeksplor pengalaman mereka sendiri, peserta merasa lebih dihargai sehingga mereka akan betah berlama-lama dalam halaqoh. Sebaliknya, peserta halaqoh pelajar lebih minim pengalaman, sehingga mereka sangat haus dengan berbagai informasi/pengetahuan. Apalagi jika informasi tersebut disampaikan secara menarik dan tidak membosankan, niscaya mereka akan betah ikut halaqoh.
3. Orientasi hidup.
Orientasi hidup peserta halaqoh pelajar lebih bersifat praktis dan berpusat pada dirinya sendiri. Yang mereka pikirkan biasanya tentang kesuksesan diri di masa depan, kesenangan diri, dan minat kepada lawan jenis. Sebaliknya orientasi hidup para pekerja sudah bergeser lebih filosofis dan idealis. Orientasi mereka bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk memberi manfaat kepada keluarga dan lingkungannya. Materi yang ‘berat’ lebih cocok diberikan kepada pekerja daripada kepada pelajar.
Lalu tentang pertanyaan Anda berikutnya bagaimana agar peserta halaqoh datang dengan rutin, ikhlas dan merasa butuh, maka ada beberapa kiat yang dapat dilakukan (sebenarnya saya telah membahas kiat-kiat tersebut secara panjang lebar dalam buku saya yang berjudul Rahasia Kesuksesan Halaqoh dan Menjadi Murobbi Sukses. Silakan Anda merujuk kembali pada buku-buku tersebut). Misalnya, dengan mengulang-ulang materi keikhlasan (tentu dengan metode penyampaian yang berbeda-beda), dengan memberikan paradigma baru tentang manfaat dan pentingnya halaqoh, dan yang tak kalah penting dengan keteladanan dari murobbinya.
Semoga jawaban singkat ini bermanfaat bagi Anda dan bagi pembaca lainnya yang menggeluti ‘dunia perhalaqohan’.
Salam Berkah!

(Satria Hadi Lubis)
Mentor Kehidupan