Assalamu’alaikum wr.wb
Saya seorang iatri dan ibu dari 1 orang anak.saya menikah melalui proses ta’aruf. Prosesnya pun sangat singkat. Awalnya saya yakin dengan suami saya. tapi belakangan ini saya sering merasa kesal dengan suami saya. Suami saya sangat susah dibangunkan untuk sholat subuh.
Saya ingin suami saya sholat subuh berjama’ah di musholla. tapi setiap dibangunkan dia selalu menolak, bahkan dia pernah marah-marah karena saya berulang-ulang membangunkannya. Akibatnya kami bertengkar. bagaimana seharusnya sikap saya menghadapinya. Saya tidak ingin menjadi isteri durhaka dan saya juga tidak ingin suami saya terus-menerus seperti itu. Perlu diketahui suami saya termasuk yang tempramental.
Demikian, atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Wa’alaikum salam wr wb.
Ibu Dina yang saya hormati, Apa yang Anda lakukan untuk menasehati suami agar lebih rajin shalat dan beribadah tentulah perbuatan baik dan terpuji. Karena tugas manusia juga di antaranya adalah memberikan nasehat dan menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.
Sebagaimana juga kita menasihati orang tua dan orang yang lebih tua, menasehati suamipun berbeda caranya dengan bila kita menasehati anak kita atau orang yang lebih muda dengan kita.
Seorang suami, karena merasa pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga biasanya mempunyai ego sendiri serta merasa ia lebih dari isteri dan anak-anaknya. Apalagi bila dinasehati dengan ucapan atau perbuatan yang "merendahkan" dirinya tentulah kemarahan akan timbul.
Tentulah orang yang mempunyai sifat pemarah, tidak pas bila dilawan dengan amarah pula oleh seorang isteri. Karena sebenarnya isteri mempunyai "senjata" yang tak kalah hebatnya untuk menghadapi suami yang tempamental yakni kelembutan dan kesabaran.
Tentulah Ibu Dina pernah membaca kisah Fir’aun atau para pemimpin besar lainnya. Mereka bisa "dikalahkan" oleh para isterinya dengan kelembutan dan kesabaran. Bagaimana Fir’aun yang luar biasa ganasnya dengan membunuh para bayi laki-laki yang lahir, tetapi tidak berdaya ketika isterinya meminta untuk mengasuh dan merawat Nabi Musa as. Dan masih banyak kisah-kisah seperti demikian.
Oleh karenanya berilah pemahaman kepada sang suami dalam bingkai kelembutan dan kesabaran. Dan jadikan ini sebagai "ladang dakwah" Anda ebagai sorang isteri yang mempunyai fungsi sebagai penasehat suami.
Cobalah menasehati dengan secara tidak langsung misalnya menyindir, atau memberi perumpamaan orang lain yang kesulitan untuk shalat jamaah karena jauh dari masjid dan sebagainya. Juga bisa melalui pemberian buku-buku atau artikel tentang keutamaan shalat jama’ah dan sebagainya
Tidak ada salahnya pula Anda meminta bantuan kepada pihak ketiga. Misalnya meminta orang yang dihormatinya misalkan guru mengajinya atau teman-temannya untuk memberi nasehat baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan tentulah tanpa suami tahu bahwa Anda meminta bantuan kepada pihak ketiga.
Apa yang ibu lakukan untuk menasehati suami sudah benar dan insya Allah dengan kesabaran dan kelembutan yang Ibu lakukan agar dicatat Allah SWT sebagai tambahan amalan. Amin
Semoga bermanfaat