Bingung dengan Sekolah Islam..mau ke Mana?

Assalamualaikum pak Ustad,

Di daerah saya Tangerang sedikit sekali sekolah Islam yang cukup besar terutama SD. Terbalik dengan sekolah agama lain yang lebih banyak dan kapasitas besar. Karena jumlah sedikit, SD Islam menerapkan test masuk yang ketat sekali dengan alasan menjaga mutu atau prioritas lulusan dari TK nya.

Lucunya masuk PG atau TK pun harus lulus test yang menurut saya tak masuk akal. Akibatnya banyak yang tak bisa menikmati karena beberapa TK Islam yang tak mempunyai SD dan tak me-targetkan lulusannya menguasai baca tulis, hitung, iqra dan sebagainya. Akibatnya jadi tak nyambung dan akhirnya banyak masuk ke SD Negeri atau malah sekolah agama lain…………Masya Allah..dengan alasan mutu yang lebih baik dari sekolah negeri dan dari SD Islam yang masih "kecil."

Saya sendiri bingung, ingin sekali memberikan pendidikan dasar agama dan ilmu dunia yang baik bagi anak, tapi di lain pihak TK dan SD Islam menjadi sangat eklusif hanya untuk siswa dengan kemampuan lebih.

Saya sering berpikir mungkin karena fasilitas masih kurang dan jaga mutu sehingga jadi sangat ketat sekali. Tapi di pihak lain pembangunan sekolah Islam sangat lambat sekali dibanding agama lain.

Saya merasa dilematik dan sedih, kenapa orang Islam tak bisa bergabung membuat sekolah yang bagus, menerima siswa tanpa test tak masuk akal sehingga orang Muslim bisa tambah takwa dan pintar walaupun belum mendapat dasar pendidikan akademik yang bagus. Kalau saya bayangkan anak pintar miskin tapi tak bisa masuk TK dan orangtuanya sibuk membanting tulang, dia tak bisa masuk sekolah Islam yang baik walaupun ada beasiswa penuh karena tak bisa baca, tulis hitung iqra, wawancara, psikotest. Artinya saudara kita sendiri memantapkan stigma "pendidikan untuk si kaya." Padahal banyak orang sukses dan pejabat tinggi darang dari keluarga tak mampu.

Saya sering menarik napas panjang, agama lain memprioritaskan pendidikan setelah masuk sekolah sehingga penerimaan lebih longgar. Perbandingannya saudara kita hanya menerima yang matang, sedangkan teman kita di agama lain yang setengah matang pun bisa diterima karena mereka mementingkan pendidikannya itu sendiri.

Maaf bila pertanyaan saya terlalu panjang, tapi saya prihatin sekali. Mohon pendapat pak Ustad.

Wassalamualaikum,

Irman

Bapak Irman yang saya hormati, Apa yang bapak utarakan memang merupakan sebuah aksioma yang tengah terjadi di dalam pendidikan Islam. Saya maklumi bahwa apa yang dirasakan Anda juga dirasakan oleh saudara-saudara kita yang bersemangat untuk menciptakan generasi rabbani tetapi terbentur dengan biaya pendidikan pada lembaga pendidikan Islam yang ’mahal’..

Namun hemat saya, kita perlu juga memandangnya secara lebih luas. Adakalanya biaya pendidikan pada sekolah Islam menjadi ’mahal’ dikarenakan mereka pun dituntut untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, sehingga cost yang harus dikeluarkannya juga tidak sedikit, seperti untuk keperluan pengadaan alat-alat penunjang serta sarana dan prasarana lainnya sebagai konsekuensi bila sekolah tersebut ingin lebih baik. Apalagi hampir sebagian besar sekolah Islam dibangun dengan dana swadaya, sehingga praktis beban operasionalnya dipikul oleh orang tua murid termasuk dalam hal pemberdayaan guru dan sumberdaya manusia lainnya di sekolah tersebut

Oleh karenanya, mahal tidaknya biaya pendidikan sebenarnya (seharusnya) berbanding lurus dengan kualitas sekolah tersebut dalam menciptakan anak didik yang berkualitas pula. Mungkin yang bisa dipertanyakan bila antara biaya pendidikan yang mahal tidak berbanding dengan hasil lulusannya yang tidak bermutu.

Ala kulli hal, Pendidikan anak pada dasarnya kembali orang tua masing-masing sebagai contoh utama seorang anak dalam mendapatkan pendidikannya, baik dalam perilaku, kebiasaan hingga arahan untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Termasuk kreatifitas orang tua melihat fenomen di atas dengan tetap membimbing pendidikan agamanya dirumah walalupun harus sekolah di Sekolah Negeri atau bisa pula dengan memasukkannya pada Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di sore harinya. Intinya, jangan mengesampingkan pendidikan agama pada anak kita.

Semoga bermanfaat.