Assalammualaikum wr. wb.
Ustadz, ibunda saya telah meninggal dunia, dan meninggalkan seorang suami dan 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan serta ibu beliau yang masih hidup begitu juga dengan 3 saudara laki-laki dan 6 saudara perempuan. Saya mohon dibantu untuk pembagian harta warisannya untuk masing-masing ahli waris, di mana beliau memiliki:
– Yang sudah jelas jumlahnya berupa tabungan dan deposito – beberapa perhiasan mas yang diwasiatkan sebagai biaya untuk kuliah adik saya dan 2 berlian untuk mas kawin adik saya bila menikah (diestimasi menggunakan harga mas kapan, pak ustadz? ).
– Dan sebagai pegawai negeri masih memiliki hak – hak, antara lain:
· Taspen · tunjangan tumah · kematian · koperasi · penerimaan kesejehteraan/beras (dalam bentuk tunai )
· dll yang kami belum urus/masih dalam proses atas haknya sebagai pegawai negeri
– Adanya piutang orang lain kepada beliau, yaitu yang berhutang kepadanya saya sendiri sebagai anak untuk DP rumah, adik-adik iparnya, dan orang lain di luar keluarga untuk modal usaha yang menurut saya kemungkinan tidak bisa tertagih hutang orang lain tersebut.
Mohon dibantu untuk total harta warisan yang bisa dibagi dan siapa saja yang berhak menerima dan perhitungannya.
Terus apakah sebaiknya, kami membagikan yang jelas dulu jumlahnya seperti tabungan, deposito atau emas untuk menghindari hal-hal yang tidak baik (apalagi sampai terundar hak orang di luar keluarga ini (ibunya ). Dan yang lainnya yang masih dalam proses menyusul. Dan bagaimana dengan hutang saya sebagai anak, karena memang saya berjanji mengembalikan sesuai keadaan kalau lagi ada rezeki dicicil teratur, kalau lagi ngak bisa diciicil nanti-nanti, begitu perjanjian dengan ibu saya dan hutang ipar-iparnya yang menyicil setiap bulan. Apakah diperhitungkan, bila iya kapan untuk memperhitungkannya. Jazakallah khoir.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semua ahli waris yang anda sebutkan itu seharusnya mendapat bagian. Namun karena keberadaan orang-orang tertentu, mengakibatkan orang lain menjadi terhijab (tertutup). Sehingga mereka tidak jadi mendapatkan warisan.
Dalam konfigurasi para ahli waris yang anda sebutkan, keberadaan anak laki almarhumah telah menghijab saudara dan saudari almarhumah. Sehingga yang mendapatkan warisan tinggal suami, anak dan ibu.
Suami dan ibu termasuk ahli waris secara fardh, yaitu yang nilai prosentasenya sudah tetap dan baku. Sedangkan anak-anak yang terdiri dari anak laki dan perempuan, menjadi ahli waris secara ashabah. Artinya mereka tidak punya nilai prosentasi pasti, kecuali hanya medapatkan sisa yang telah diambil terlebih dahulu oleh ahli waris secara fardh.
Jatah untuk ibu almarhumah sudah ditetapkan Al-Quran, yaitu 1/6 dari total warisan. Demikian juga jatah untuk suami almarhumah juga sudah ditetapkan Al-Quran, yaitu 1/4 dari total harta warisan isterinya. Seandainya almarhumah isterinya tidak punya anak, suami bisa mendapat lebih besar, yaitu 1/2 dari total harta.
Walhasil, anak-anak akan mendapatkan sisa dari yang sudah diambil 1/6 oleh ibu dan 1/4 oleh suami. Sisanya tinggal berapa?
Kita samakan saja dulu penyebut kedua bilangan pecahan ini. 1/6 itu sebenarnya sama dengan 2/12, sedangkan 1/4 sama dengan 3/12. Jadi jatah untuk ibu dan suami adalah 2/12 + 3/12 = 5/12. Anak-anak mendapat sisanya, yaitu 12/12 – 5/12 = 7/12.
Bilangan pecahan 7/12 ini dibagikan kepada 3 anak almarhumah, dengan catatan bahwa anak laki mendapat bagian yang besarnya 2 kali lipat anak perempuan. Karena itu kita pecah menjadi 5 bagian sama besar namun dengan perbandingan 2: 2: 1. Maksudnya anak laki-laki mendapat 2 bagian dan anak peremuan mendapat 1 bagian.
Jadi tiap satu anak laki akan mendapat 2/5 x 7/12 = 14/60. Dan untuk anak perempuan mendapat 1/5 x 7/12 = 7/60.
Untuk mudahnya, bisa kita lihat tabel berikut ini:
Semua prosentase yang terdapat dalam tabel ini langsung bisa diterapkan kepada semua jenis benda warisan. Maksudnya, kalau warisan berbentuk uang, maka jumlah total uang itu dibagi dengan prosentase demikian. Kalau berbentuk emas, maka jumlah berat total emas itu dibagi sesuai dengan prosentase masing-masing. Demikian juga kalau berbentuk tanah, rumah, kendaraan dan sebagainya.
Semua ini dilakukan kalau ahli waris belum bisa menyepakati berapa nilai masing-masing benda itu secara rupiah. Mungkin karena tidak langsug dijual kepada pihak lain. Anggap misalnya rumah, mungkin tidak langsung dijual dan uangnya dibagi-bagi. Tapi disepakati dibiarkan berdiri, baik untuk di tempati atau disewakan. Kalau disewakan, maka uang sewanya dibagi kepada ahli waris sesuai dengan prosentase masing-masing.
Adapun semua hutang kepada almarhumah, wajib dibayarkan dan digabungkan sebagai harta yang dibagi waris. Teknis pembayarannya bisa berbagai macam cara. Misalnya, anda tetap wajib mencicil hutang sesuai dengan perjanjian, lalu uang cicilan itu dibagi kepada semua ahli waris.
Atau bisa juga lewat cara potong langsung. Misalnya total hutang anda 10 juta dan total harta warisan yang seharusnya anda terima 20 juta. Kalau dipotong langsung, berarti anda hanya menerima 10 juta saja. Dan impaslah sudah.
Intinya, setiap ahli waris berhak atas harta amarhumah sebesar nilai prosentasenya. Sedangkan kapan sebentuk benda itu mau diuangkan, dan dibagi-bagi, semua terserah kepada kesepakatan bersamapara ahli waris.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.