Assalamua’alaikum,
Ustadz, Ayah saya meninggal lebih dulu dari nenek. Setelah nenek meninggal, saudara-saudara ayah mengatakan kami sebagi cucu tidak berhak mendapatkan warisan nenek karena ayah saya meninggal lebih dahulu daripada nenek. (3 anak nenek meninggal lebih dulu dari nenek, menyisakan 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan).
Apakah pernyataan saudara ayah benar? Mohon penjelasannya dan pembagiannya. Terima kasih.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang dikatakan oleh saudara ayah memang benar sekali. Dalam hukum waris, calon ahli warisyang meninggal lebih dahulu dari orang yang akan memberinya harta warisan, telah ditetapkan tidak akan mendapatkan harta tersebut.
Mengapa demikian?
Karena syarat terjadinya pemberian harta warisan adalah hidupnya ahli waris dan meninggalnya yang memberi warisan. Kebiasaannya, ahli waris adalah anak dan yang memberi warisan adalah orang tua. Karena umumnya yang wafat duluan adalah orang tua.
Namun tidak tertutup kemungkinan kalau yang wafat duluan adalah anaknya. Kalau yang terjadi seperti ini, maka tidak terjadi pembagian harta warisan dari ayah ke anak, tetapi yang terjadi malah sebaliknya, ayah yang menjadi ahli waris dan anak yang wafat duluan itu menjadi yang memberi warisan.
Hubungan antara orang tua dan anak adalah saling mewarisi. Siapa yang wafat duluan, maka harta miliknya akan menjadi ahli warisnya. Kalau orang tuawafat duluan, maka anaknya menjadi ahli warisnya. Sebaliknya, kalau anak wafat duluan, justru orang tuanya yang menjadi ahli waris dari anaknya itu.
Dalam hal ini, ayah anda wafat duluan, maka nenek anda justru menjadi ahli waris dari anaknya sendiri, selain isteri dan anak-anak alarhum. Harta milik ayah anda sebagiannya (1/6) menjadi hak nenek. Lalu isteri ayah anda mendapat 1/8. Sisanya menjadi hak anak-anak ayah anda, baik yang laki maupun yang perempuan dengan ketentuan tiap anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat lebih besar dari anak perempuan.
Cucu Tidak Mendapat Warisan
Mungkin anda bertanya, seandainya nanti nenek meninggal dunia, mengapa anda sebagai cucu beliau dikatakan tidak mendapat harta warisan?
Jawabnya begini, seorang ayah atau ibu bila meninggal dunia, maka anak-anaknya menjadi ahli waris. Selama masih ada anak-anaknya, maka bila di antara anak-anak ini ada yang sudah berkeluarga dan punya anak (cucu), maka ketentuannya bahwa cucu tidak mendapat warisan.
Karena ada satu jenjang yang memisahkan antara cucu dengan almarhum kakek atau nenek mereka. Selama dalam satu lapis jenjang itu masih ada anak, meski bukan menjadi orang tua langsung dari cucu, maka cucu itu tidak mendapatkan warisan. Kecuali bila di level anak, sudah tidak ada satu pun yang masih hidup, barulah warisan turun ke level kedua, yaitu untuk cucu.
Jadi prinsipnya, harta warisan diberikan kepada level terdekat dulu. Kalau ada seserorang meninggal, maka yang mendapat warisan adalah orang-orang yang ada di level anak.
Kita buat sebuah contoh, misalnya pak Badrun anaknya ada tiga orang, A, B dan C.A sudah menikah dan punya anak yaitu A1, A2 dan A3. B sudah menikah dan punya anak, yaitu B1, B2 dan B3. C belum menikah dan masih bujangan.
Suatu ketika A dan B meninggal dunia, sementara pak Badrun malah masih hidup. Jadi di level anak, pak Barunmasih punya satuorang anak, yaitu C. Selain itu pak Badrun punya 6 orang cucu yang ayah mereka sudah meninggal dunia.
Kalau pak Badrun meninggal dunia, maka yang jadi ahli warisnya adalah anak pak Badrun. Dan karena masih ada satu anak pak Badrun yaitu C, yang menerima warisan hanya C saja. Sedangkan cucu-cucu dari A dan B, tidak mendapat warisan. Karena selama masih ada orang di level anak, maka orang yang ada di level cucu tidak mendapat warisan.
A1, A2, A3, B1, B2 dan B3 baru mendapat warisan seandainya sebelum pak Badrun wafat, C yang jadi paman mereka wafat terlebih dahulu.
Itulah ketentuan pembagian warisan dalam syariat Islam.
Rasa Keadilan
Mungkin sekilas ada yang bertanya, kalau begitu bagaimana dengan rasa keadilan? Seandainya cucu-cucu itu hidup dalam keadaan susah serta serba kekurangan, bagaimana tindakan yang harus diambil?
Jawabnya mudah saja. Toh selain pembagian warisan masih ada cara-cara lain untuk bisa memberi sesuatu kepada para cucu yang miskin.
Misalnya dengan sedekah dari ahli waris. C bersedekah kepada para keponakannya. Meski tidak ada ketentuan berapa besarnya, namun dalam paket pembagian warisan, ada perintah untuk memberi sebagian harta warisan itu kepada ulul qurba (keluarga yang bukan ahli waris), yatama (anak yatim) dan orang miskin.
Seandainya para cucu itu bukan anak yatim karena mereka dianggap sudah dewasa, dan juga dianggap bukan orang miskin karena mereka punya penghasilan cukup, maka mereka tetap berhak dalam status ulul qurba.
Siapakah ulul qurba?
Para ulama sebagiannya mengatakan bahwa mereka adalah keluarga atau famili yang dalam hal pembagian warisan tidak mendapat warisan. Baik karena terhijab atau karena sebab lain.
Jadi cucu tetap bisa menikmati sebagian harta dari kakek mereka, bukan sebagai warisan tetap sebagai ‘uang dengar’.
Namun karena sifatnya anjuran, perintah ini tidak mengikat dan juga tidak ditetapkan besarannya. Jadi seandainya si C ini pelit tidak mau berbagi, memang nasib keponakannya akan menjadi kurang baik.
Tapi,
Tetap masih ada jalan tengah, yang dalam hal ini di Suriah dan Mesir sudah diantisipasi. Di sana, pemerintah akan turun tangan bila ada kasus anak meninggal duluan seperti yang sedang kita bicarakan.
Tindakan itu adalah washiyah wajibah yang diperintahkan kepada si C. Jadi begitu mendengar ada anak pak Badrun yangwafat, yaitu A dan B, sementara mereka berdua punya anak, maka pemerintah turun tangan mendatangi pak Badrun.
Pak Badrun diperintahkan untuk membuat washiyat, yang isinya apabila nanti pak Badrun wafat, maka sebagian dari hartanya itu akan diwashiyatkan kepada cucu-cucunya, yaitu anak A dan anak B. Washiyat ini diperintahkan untuk dibuat dan memerintahkannya adalah negara. Sifatnya wajib dan oleh karena itu disebut dengan washiyat wajibah.
Jadi nasib cucu-cucu tidak tergantung kebaikan hati si C, tetapi sejak awal sudha dijamin oleh negara bahwa mereka pasti akan dapat bagian. Besarnya berapa?
Yah, namanya washiyat, tentu besarnya bebas boleh berapa pun, asalkan tidak lebih dari 1/3 dari total harta milik pak Badrun. Maksimal 1/3 bagian, sebab sisanya yang 2/3 bagian menjadi hak ahli waris pak Badrun, yaitu hak si C sebagai anak.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc