Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustaz, kami sembilan bersaudara, 5 orang kakak kami beragama Nasrani, dan 4 orang termasuk saya muslim, kebetulan saya anak bungsu. Ibu bapak kami, keduanya muslim, sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Orang tua kami meninggalkan 1 buah rumah cukup besar, dan saat ini agak terlantar karena tidak terawat. Dan kami semuanya sudah memiliki rumah masing-masing.
Kami saudara yang muslim sepakat untuk menjual rumah tersebut, kemudian hasilnya akan dibagikan sebagai waris, kepada ahli warisnya. Namun saudara yang Nasrani menolaknya, dengan alasan sebelum Bapak wafat, pernah berwasiat (katanya) bahwa rumah tersebut jangan dijual.
Pertanyaan saya:
1. Apakah rumah tersebut boleh dijual atau tidak, karena kata kakak saya yang Nasrani bapak pernah berwasiat untuk tidak menjual rumah tersebut, walaupun pada ahirnya tidak ada manfaat dari rumah tersebut.
2. Apakah saudara yang Nasrani (kakak-kakak saya) masih berhak sebagai ahli waris, mengingat bahwa kedua orang tua kami adalah muslim?
Demikian, terima kasih atas jawabannya.
Zajakumullah khaeran kasiro.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Kustanti.
Assalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Setiap seorang yang wafat dan memiliki harta benda, maka harta benda miliknya akan berubah status pemilik. Dalam hal ini menjadi milik ahli warisnya.
Kalau rumah peninggalan dari ayah itu sudah dibagi waris, maka ahli waris sepenuhnya sudah jadi pemilik. Dan sebagai pemilik, tentu saja berhak untuk melakukan apa pun atas hak miliknya. Mau dijual, disewakan, di tempati sendiri atau mau dirobohkan, semua merupakan hak sepenuhnya dari pemilik baru.
Orang yang sudah wafat, tidak punya lagi hak atas harta benda yang selama ini menjadi miliknya. Kematian telah memisahkan dirinya dengan harta benda miliknya.
Ahli Waris Bukan Muslim
Ada tiga yang menjadi penghalang warisan. Atau dikenal dengan istilah mawani’. Yang pertama adalah pembunuhan. Yang keduanya adalah beda agama. Dan yang ketiga adalah perbudakan.
Dalam mawani’ yang kedua, yaitu beda agama, pengertiannya adalah bila seorang muwarrist (orang yang meninggal dunia dan memiliki harta untukdibagi waris) dan ahli waris berbeda agama, maka tidak terjadi pewarisan antara kedua. Beda agama di sini maksudnya salah satunya muslim dan satunya lagi bukan muslim.
Maka kakak anda yang kafir itu tidak berhak atas harta muwarrits-nya (ayah atau ibunya). Karena ayah dan ibunya muslim, sedangkan dirinya bukan muslim. Maka gugurlah haknya untuk mendapatkan warisan.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:
لاً يَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَلاَ الكَافِرُ المُسْلِمَ
Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim. (Bukhari dan Muslim)
Kekafiran bukan saja memutuskan jalur pewarisan, juga memutus jalur nasab secara hukum. Misalnya, seorang wanita yang muslimah dan ayahnya kafir selain ahli kitab, maka secara hukum syariah, ayahnya itu tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atas dirinya.
Sebab salah satu syarat untuk seorang wali nikah adalah bahwa orang itu harus beragama Islam.
Bila Muwarrits Kafir dan Ahli Waris Muslim
Apabila muwarrits-nya kafir sedangkan ahli warisnya muslim, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa ahli waris muslim tetap mendapat harta warisan dari muwarrits yang kafir. Mereka mengaku bersandar pada pendapat Mu’adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Al-Islam ya’lu walaayu’la ‘alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).
Sebagian ulama lainnya mengatakan tidak bisa mewariskan. Jumhur ulama termasuk yang berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
.