Gerakan Islam menyandarkan gerakannya pada kekuatan individu, di mana tugas/peran gerakan diwakilkan kepada mereka. Hal seperti ini mengharuskan ketergantungan fungsi dan tugas lembaga kepada para individu tersebut. Akhirnya terjadi ketidak-stabilan dan banyaknya perubahan tugas / peran dan kekurangan yang luar biasa dalam memenuhi berbagai peran yang diperlukan oleh lembaga.
Beramal/bergerak di dasari lembaga amat jarang kita lihat. Ada beberap lembaga, tapi sangat terbatas, yang dibentuk berdasarkan strategi, program kerja dengan spirit team work, serta organisasi yang sehat. Sebab itu, gerakan dakwah belum mampu mengejewantahkan/mewujudkan tujuan-tujuannya melalu lembaga-lembaga (yang sesuai).
Bahkan sebagian lembaga yang ada (termasuk partai politik) malah menjadi sia-sia bagi gerakan dakwah yang seharusnya membantu kemajuan gerakan dakwah, dan (bahkan ada yang menyimpang dan menjadi blunder) bagi gerakan dakwah itu sendiri. Masyarakt menjadi kehilangan harapan terhadap perbaikan kehidupan mereka.
Semua itu, tak lain, peran individu terlalu menonjol dan dominan. Tidak lagi diperankan adanya lembaga. Karena saking kuat pengaruh dan peranan individu. Karena itu, berkurangnya peranan lembaga ini, mendorong terjadi penyimpangan yang sangat fatal.
Kendati beberapa individu gerakan dakwah itu berhasil dalam meuwujudkan proyek-proyek dakwah pribadi mereka, namun mereka gagal menyukseskan berbagai aktivitas yang bersifat jama’i. Sebagaimana gerakan dakwah juga belum mampu sampai saat ini melahirkan solusi yang mendesak terhadap “fiqh muassasat” dengan bahasa dan konsepsi moderen yang dipahami.
Aktivitas dakwah akan selalu terbatas kepada “slogan” sampai lahir di seluruh negeri kita (Islam) lembaga-lembaga dakwah Islam yang bersifat massif yang sukses dengan prosentase 10 lembaga besar di setiap negeri Islam, sebelum kita berhak mengkalim untuk masuk ke dalam percaturan menegakkan lembaga-lembaga yang lebih besar lagi (dalam bentuk negara) dengan sukses.
(bersambung, insya Alloh)