Betapa banyak waktu yang terbuang untuk mendiskusikan apakah amal/aktivitas gerakan dakwah itu harus sirriyyah (tertutup) atau jahriyyah (terbuka). Nyaris sikap terkait sirriyyah dan jahriyyah itu dimasukkan ke dalam rukun iman. Setiap kelompok membuka lembaran sirah Rasul SAW untuk mencari dukungan atau argumentasi yang mendukung pendapatnya. Padahal, ini murni masalah organisasi. Kedua uslub (metode) itu (sirriyyah dan jahriyyah) merupakan dasar/pokok (dakwah) Islam.
Untuk menentukan metode mana yang digunakan, maka situasi, kondisi dan realitas yang akan menentukannya berdasarkan kemaslahatan gerakan dakwah yang bersifat jangka panjang. Mungkin saja dalam situasi dan kondisi tertentu tidak memungkinkan melakukan pilihan, karena situasi dan kondisi suatu negara yang memaksakan pilihan amal gerakan dakwah.
Yang menjadi catatan penting ialah bahwa amal harokah dakwah (dalam kondisi bagaimanapun) harus terbuka terhadap manusia saat terbukanya peluang beramal secara terbuka. Pada saat itu, beramal sirriyyah bukanlah yang paling afdhal dan yang suci karena kondisinya sudah membolehkan beramal secara terbuka.
Kaedah yang sehat ialah bahwa beramal secara terbuka itu adalah yang utama/dasar dan tidak boleh melakukan amal sirriyyah kecauali jika beramal terbuka sudah tidak memungkinkan. Pada saat itu, menerapkan kaedah ‘darurat’ diukur berdasarkan kadar/tingkat kedaruratannya. Saat itulah berlaku kaedah ushul "Kemudaratan itu membolehkan yang dilarang".