Saya telah jelaskan bahwa perkara paling penting yang perlu kita tumpukan di dalam marhalah ini di atas jalan dakwah ialah memperbaiki diri dan menyeru atau mengajak orang lain kepada jalan dakwah kita. Telah dijelaskan bahwa memperbaiki diri adalah perkara yang besar dan penting yang perlu diberikan perhatian khusus dengan bersungguh-sungguh sebab inilah kewajiban pertama dan asasi bagi setiap Muslim di dalam hidup ini, sehingga diri kita berada di dalam keridhaan Allah. Sukses mencapai jannatun naim dan terlepas dari azab Allah di Akhirat.
Memperbaiki diri juga merupakan tindakan dan usaha yang perlu dan mesti dalam merealisasikan berbagai kepentingan dan kewajiban yang lain. Dan kita katakan bahwa dasar yang sempurna yang menjadi asas perbaikan diri dan pembentukan pribadi manusia berakidah ialah akidah yang sahih yang menjadikan pendukung dakwah hidup dengannya, mengambil daripadanya segala urusan dan menyerahkan kepadanya segala apa yang dimilikinya, waktunya, usahanya, fikirannya, hartanya dan jiwanya.
Akidah yang telah didukung oleh salafussoleh lalu. Akidah itu menjadikan mereka sebagai contoh-contoh yang unik, teladan yang tiada tandingannya yang mengemukakan bentuk dan rupa yang ajaib dan mengagumkan di segala medan jihad dan pengorbanan, tebusan, pemberian, amanah, kesetiaan, cinta, kesan-kesan perhambaan yang benar kepada Allah dan dalam segala hal dan medan kebaikan.
Imam as-Syahid bersungguh-sungguh menjauhkan kita di akidah ini dari segala perkara yang menghapuskan intipatinya dan yang mungkin merubah dan memudahkannya menyimpang kepada perkara logika akal semata-mata yang jauh dari hati dan perasaan. Ini akan membawa pendukungnya ke dalam kancah perdebatan dan pertengkaran yang tidak berfaedah kepada pendukungnya di waktu susah, di waktu ujian dan di waktu bencana.
17.1 Ibadah yang Sahih
Setelah memahami asas yang teguh dan kuat dari akidah salimah (akidah yang lurus) dalam memperbaiki jiwa, barulah datang peranan ibadah yang sahih. Peranan ibadah ini mempunyai kesyumulan dan merangkumi segala urusan hidup. Kita tidak membatasinya hanya kepada shalat, puasa, zakat dan haji saja. Karena risalah kita dalam hidup ini, tugas kita di dalam hidup ini ialah beribadah kepada Allah yang berarti hidup kita ini seluruhnya adalah ibadah kepada Allah:
"Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadat kepadaKu." Az-Zariyaat: 56
Setiap kita mestilah berusaha bersungguh-sungguh untuk merealisasikan pengertian ini dengan membetulkan niat dalam setiap amalan. Mulai dari makan, minum, mencari ilmu dan amalannya, perkawinannya sebagai alat untuk menolongnya mentaati Allah dan memperbaiki ibadatnya. Dengan itu rumah menjadi mihrab, tempat beribadat kepada Allah, sekolah dan kampus, gedung perniagaan, kebun, ladang, sawah dan tempat-tempat permainan, bahkan dunia seluruhnya menjadi mihrab tempat kita beribadah kepada Allah.
Segala usaha dan perkataan yang lahir merupakan ibadah kepada Allah. Untuk itu, segala ibadah yang akan diterima oleh Allah mestilah memenuhi syarat yang sesuai dengan syariat Islam dan jauh dari segala yang haram dan dimurkai Allah. Oleh karena itu, setiap Muslim mesti mengetahui hukum-hukum ibadah dan syarat sahnya. Wajib mengetahui sunnah dan cara hidup Rasulullah s.a.w. dalam setiap perkara yang kita sebutkan tadi.
Dia mesti mengetahui dan mengamalkan semampu mungkin doa-doa ma’tsurat dari Rasulullah s.a.w. dalam setiap urusan dan beriltizam dengannya. Dengan demikian, seluruh hidup Muslim merupakan satu kehidupan rabbani, hidup menurut cara hidup yang diajarkan oleh Allah dan jadilah Muslim itu abdan Rabbanian, hamba yang bersifat ketuhanan, hamba yang menyembah Allah Taala, Tuhan seluruh alam.
Perkara yang mesti dalam ibadah ialah niat ikhlas kepada Allah semata-mata, jauh dari riya’ dan menghadirkan hati menunaikan ibadah kepada Allah supaya amal dan ibadat itu diterima oleh Allah. Sebagai contoh, shalat yang diterima oleh Allah ialah shalat yang mencegah dari kejahatan dan kemungkaran. Bukan hanya sah dari sudut-sudut hukun fiqh saja, tetapi shalat yang mampu menghubungkan pendukungnya dengan Allah dengan penuh khusyuk, tunduk dan takut kepada Allah dan merupakan mi’raj bagi ruh dah jiwa orang mukmin.
17.2 AkhlakYang Teguh
Salah satu dari asas memperbaiki diri dan jiwa ialah menunjukkan contoh, sifat dan akhlak Islamiyah yang mulia seperti yang dianjurkan kepadanya oleh al-Quran dan sunnah Rasulullah s.a.w. Ini karena akhlak dan moral itu memainkan peranan penting dalam kehidupan individu. Ia berkait erat dengan segala kegiatan hidupnya, berkaitan dengan sikapnya terhadap kerabatnya, tetangganya dan semua orang yang bergaul, bermuamalah serta berurusan dengan mereka.
Perkara yang mesti ada pada seorang pendakwah yang menyeru manusia ke jalan Allah ialah dia mesti bersifat dengan sifat Muslim yang sejati supaya dia menjadi contoh teladan buat mad’unya dan dapat merealisasikan Islam dengan perkataan dan amalannya, bukan hanya dengan teori saja.
Contoh praktis itu lebih besar pengaruh dan kesannya di dalam jiwa manusia dari perkataan saja. Teladan kita ialah Rasulullah s.a.w. Dan, akhlak Rasulullah s.a.w itu ialah al-Quran. Banyak hadis-hadis Rasulullah yang mendorong kita berakhlak dengan akhlak yang mulia di antaranya:
"Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
Dan sabda baginda lagi:
"Sesuatu yang paling berat dalam timbangan pada hari kiamat ialah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik."
Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia berarti kita mesti meninggalkan akhlak yang hina.
Dari sabda: Rasulullah s.a.w, "Yang paling berat dalam timbangan pada hari akhirat ialah taqwa kepada Allah." Berarti tidak berubah-ubah dan tidak plin-plan dengan perubahan suasana dan pertukaran keadaan. Jadi alangkah wajarnya kita melatih diri kita dengan kesungguhan dan perhatian dan menghiasi diri dengan adab-adab dan akhlak Islam. Sebagai satu misal: Sifat hilm satu sifat yang mampu menguasai dan menahan diri dari kemarahan.
Dalam perkara ini Rasulullah saw. bersabda:
"Bukanlah orang yang kuat itu mengalahkan orang lain dalam satu pertarungan tetapi yang kuat itu ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah."
Alangkah kuatnya manusia berakidah jika dia mempunyai sifat-sifat orang yang beriman yang tersebut di dalam kitab Allah atau dalam hadis-hadis Rasulullah s.a.w. dan senantiasa merujukkan halnya dan mengukur sejauh mana iltizamnya dan pengabaiannya dalam memiliki sifat-sifat itu dan terus berusaha dan menyempurnakan dirinya dengan sifat yang mulia itu.
17.3 Tsaqafatul Fikr
Satu lagi aspek memperbaiki diri yang lazim untuk laki-laki berakidah yang tampil untuk amal Islami dan dakwah Islam, yang menyeru manusia pada jalan Allah dia mesti mempunyai budaya berfikir.
Tsaqafatul fikr (pendidikan fikiran) merangkumi tiga aspek asasi: Aspek pertama ialah: pengenalan yang salim (lurus) dan sempurna tentang Islam yang menjadikan dia melaksanakan Islam dengan pelaksanaan yang betul dan lurus terhadap dirinya dan melayakkannya menyampaikan Islam itu dengan baik kepada orang lain. Dia melaksanakan dan menyampaikannya dengan menyeluruh, menjaga kemurnian dan kejatiannya.
Aspek kedua: Dia mesti mengetahui suasana dan keadaan dunia Islam dahulu dan sekarang, mengenali musuh-musuh Islam dan mengetahui semua cara dan tindak tanduk mereka. Dia mesti mengetahui peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi dan yang mempengaruhi Muslimin dari dekat atau dari jauh. Dia mesti mengetahui siapakah golongan yang bekerja di bidang dakwah Islam, mengetahui kecenderungan dan cara-cara kerja mereka, bagaimana bentuk tolong menolong yang perlu dibuat bersama mereka dan Iain-lain lagi perkara yang lazim bagi orang-orang yang tampil di bidang amal Islami.
Aspek ketiga: Memperbaiki pengkhususan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan urusan kehidupan seperti kedokteran, pertanian, perniagaan, perindustrian dan lain-lain. Maka tidak boleh tidak, seorang insan akidah mesti berusaha memperbaiki dan menguasai bidang profesional supaya dia mendapat tempat di dalam masyarakat dan dapat mengisi tempat-tempat kosong tatkala kita membangun dan menegakkan daulah Islam. Patut kita menyebutkan di sini bahwa sebagian besar dari ilmu pengetahuan modern ini telah diasaskan oleh ulama dan cendikiawan Islam di zaman dahulu. Karena agama kita mendorong kita mencari ilmu dan belajar dengannya dan dapat menghubungkan ilmu dengan Al Khaliq, Allah s.w.t.
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan". Al-Alaq: 1
Semestinyalah orang-orang yang bekerja di bidang dakwah di kalangan pelajar dan mahasiswa supaya mereka menjadi golongan yang terkemuka di dalam subjek pengkhususan mereka kerana sekiranya mereka terkebelakang di dalam pelajaran, mungkin akan menjauhkan orang lain dari amal dan usaha Islamnya.
17.4 Kekuatan Jasmani
Satu lagi dari sudut memperbaiki diri yang dituntut dari agen dakwah ialah dia mesti menjaga kesehatan jasmaninya supaya dia mampu memikul berbagai beban dan tugas dakwah dan jihad. Supaya kelemahan jasmani tidak menjadi halangan baginya dalam rangka merealisasikan cita-cita yang besar yang kita harapkan.
Rasulullah s.a.w. mendorong kita menjaga dan memperhatikan jasmani kita:
"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang-orang mukmin yang lemah dan ada kebaikan kepada tiap-tiap individu."
Kita dapati banyak hadis dan sunnah Rasulullah s.a.w yang menolong kita untuk memelihara kesehatan dan keselamatan jasmani kita. Kita juga mendapati Imam as-Syahid memberi perhatian yang cukup dalam perkara ini karena menyahut arahan Rasululah s.a.w itu.
Ada disebut di dalam kewajiban saudara yang beramal untuk Islam di dalam Risalah at-Ta’alim, menuntut setiap aktivis bersegera konsultasi dengan dokter memeriksa kesehatan keseluruhan dan mengobati penyakit yang ada padanya, memelihara kesehatannya dan menjauhkan perkara yang melemahkan kesehatan. Misalnya, beliau mengingatkan supaya kita menjauhi minum kopi yang berlebihan dan seumpamanya.
Beliau melarang menghisap rokok. Beliau juga mengingatkan kita supaya menjaga kebersihan dalam segala perkara, bersih dalam rumah, pakaian, makanan, badan dan tempat kerja. Kita disuruh agar menjauhi minuman keras, minuman yang memabukkan dan mengkhayalkan. Dan segala perkara di dalam aspek tersebut mesti dijauhi.
17.5 Sudut-sudut Lain Yang Lazim
Kita menghendaki Muslim yang berjihad untuk dirinya, yang berguna kepada manusia, yang menjaga waktunya, yang berdisiplin di dalam segala urusannya dan mampu bekerja untuk keperluan hidupnya.
Ini semua adalah sudut-sudut asas dan mesti ada pada syakhsiah Muslim sebagai agen dakwah supaya dia mampu memainkan peranan yang dituntut darinya menurut bentuk dan rupa yang sahih.
Tidak dapat difikirkan adanya seorang pendukung dakwah yang tampil ke depan untuk kerja-kerja Islam tanpa mempunyai nilai-nilai dan sifat-sifat ini ataupun sebagiannya. Orang yang mengikuti hawa nafsu, tidak berjihad melawan nafsunya, tidak mampu mengawal tindak tanduknya, tidak layak menjadi pendukung dakwah yang menyeru manusia kepada Allah, menyuruh manusia berbuat sesuatu walaupun dia tidak mampu berbuat demikian.
Pendukung dakwah terpaksa melalui berbagai suasana dan situasi yang berubah dan peristiwa-peristiwa yang datang silih berganti. Jadi, dalam mengatasi dan melintasinya memerlukan mujahadah yang banyak, melawan nafsu, dan sanggup menanggung beban dan ujian. Dan pendukung dakwah yang menyeru manusia kepada Allah mesti mampu membawa faedah dan kebaikan kepada manusia dengan senang hati dan murah hati walaupun kebaikan dan jasanya itu dibalas dengan penyiksaan dan bahaya karena demikianlah sikap Rasulullah s.a.w. membawa kebaikan kepada manusia dan sabar menanggung segala ujian dan gangguan dari manusia.
Jadi pendukung dakwah mesti merebut kesempatan membuat kebaikan kepada manusia dan bersegera kepadanya sesuai dengan berbagai cara:
"Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehinya." Al Mukminun: 61
Manusia dakwah mesti memelihara waktunya untuk digunakan kepada tiap-tiap kerja yang berfaedah yang bersungguh-sungguh untuk dakwahnya. Tidak ada waktunya yang tersia-sia karena waktu itu adalah kehidupan dan kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia. Waktu yang telah berlalu tidak mungkin kembali lagi dan kita akan ditanya tentang waktu pada hari kiamat.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
"Tidak ada hari yang terbit fajarnya kecuali dia memanggil, "Hai anak Adam aku makhluk baru dan di atas amalmu aku menjadi saksi maka ambillah bekalan dariku karena sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat."
Kita menghendaki dari saudara Muslim supaya dia berdisiplin dalam setiap urusan di jabatan apa pun, dalam bidang tugasnya, dalam pertimbangannya dan di dalam seluruh urusan hidup karena itulah yang mendorongnya lebih memperbaiki karya dan hasil usahanya di samping memuliakan waktu, usaha dan hartanya dan mendapat natijah (hasil) dengan cara yang baik dari segala tenaga yang telah dugunakannya.
Dan menjadi satu tabiatnya, dia mempunyai satu pekerjaan yang tertentu untuk mencari rezeki yang halal supaya ia tidak menjadi beban kepada manusia, supaya berada di dalam ketenangan dan kemantapan kehidupan yang menolongnya untuk berjaya membawa hasil di bidang dakwah. Supaya dia dapat mendirikan sebuah rumahtangga dan melahirkan generasi yang soleh, keturunan yang baik untuk masyarakat Islam.
17.6 Bagaimanakah Caranya Merealisasikan Perbaikan Ini?
Tidak cukup kalau kita hanya mengetahui langkah-langkah Islahunnafs (memperbaiki diri) yang dituntut untuk merealisasikannya, bahkan kita juga perlu tahu bagaimana cara untuk melaksanakannya.
Sebagaimana yang telah kita maklumi, kita dapati di sana ada sudut pendidikan tsaqafi di samping adanya tarbawi takwin (pendidikan pembentukan) di mana kedua aspek tersebut memerlukan usaha perseorangan dan usaha jama’iah yang berencana, mempunyai berbagai cara dan alat.
Faktor penolong tersebut di atas dengan bentuk yang lebih berkesan ialah adanya seseorang melaksanakan tugas-tugasnya dan pekerja yang telah disebutkan di dalam penghujung Risalah At Ta’alim yang telah ditulis oleh Imam as-Syahid dan telah disinggung juga di sekitar tujuan-tujuan usrah persaudaraan. Juga membiasakan diri mengamalkan wirid, muhasabah mengoreksi diri setiap hari.
Dengan itu, seseorang itu dapat menghadapi dan menilai setinggi mana keimanannya, dan seperti apa tugas-tugasnya dan adakah amalnya yang menyimpang dari ajaran Islam. Melibatkan diri dengan kerja-kerja Islam di bidang dakwah, adalah satu cara yang paling mujarab yang menolong kita memperbaiki diri, karena sesungguhnya dengan membaca kitab-kitab saja tidak mampu membina insan.
Sesungguhnya menyeru manusia kepada Allah dan menentang kebatilan merupakan satu pendidikan kepada para du’at serta memberi mereka pengalaman, kepandaian, keteguhan, ketetapan dan ketahanan di atas kebenaran.