6. Tantangan yang datang dari gerakan atau pemerintahan non Muslim yang nota bene tidak suka jika Islam dan umat Islam maju dan bersatu menjadikan Islam the way of life bagi kaum Muslimin.
Di masa penjajahan dan imperialis Eropa atas berbagai negeri Islam bahkan beberapa dekade sebelum kejatuhan Khilafah Usmaniyah di Turki, seluruh negara Eropa penjajah, seperti Inggris, Perancis, Italia, Belanda dan Portugis, – para penjajah tersebut – melakukan serangan terhadap Islam dan umat Islam dengan dua cara, yakni al-ghozwu al-‘askari (serangan militer / bersenjata) dan al-ghozwu al-fikri (serangan pemikiran / intelectual invation). Musuh utama mereka ketika itu adalah semua Harokah At-tahrir Al-Islamiyah (Gerakan Perlawan/Kemerdekaan Islam). Namun, keberhasilan umat Islam memerdekakan negeri mereka dari penajahan fisik tidak serta mereka mereka mampu membebasakn diri mereka dari penjajahan dan al-ghozwu al-fikri. Kendati kaum imperialis secara struktural pemerintahan dan militer telah angkat kaki dari negeri Islam sejak puluhan tahun yang lalu, namun pemikiran, budaya, hukum, perundang-undagan, sistem pendidikan dan lain sebagainya masih kokoh tegak berdiri di dalam system pemerintahan Duhnia Islam hari ini, termasuk Indonesia, serta tertanam kuat dalam benak dan pemikiran mayoritas kaum Muslimin di seluruh Dunia Islam hari ini. Serangan pemikran tersebut melahirkan tiga virus yang sangat berbahaya bagi umat Islam. Pertama, sekularisme. Kedua, nasionalisme. Ketiga, demokrasi.
Untuk menjamin kelangsungan jajahanya pasca angkat kaki dari neger-negeri Islam, kaum penjajah Eropa meninggalkan dan mewariskan tiga virus mematikan (sekularisme, nasionalisme dan demokrasi) melalui tiga wadah yang sangat efektif dan strategis. Pertama, tokoh-tokoh sekular yang akan menjadi penguasa dan yang akan punya pengaruh kuat di masyarakat. Kedua, sistem pemerintahan, termasuk sistem pendidikan, hukum dan perundang-undangan. Ketiga, kelompok-kelompok sempalan Islam yang akan mengaburkan dan mengobrak abrik ajaran Islam, bahkan di India termasuk Pakistan, Inggris sengaja melahirkan agama baru yang berkedok Islam, yakni Ahmadiyyah yang dipelopori oleh MirzaGhulam Ahmad yang mengklaim diri sebagai Nabi terakhir. Karena Ahmadiyah sudah dinayatakan terlarang di Pakistan, maka Inggris dengan serta merta memindahkan pusat kegiatannya ke Inggris.
Bersamaan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di seluruh penjuru dunia pasca peristiwa WTC dan Pentagon 11 Nopember 2001 yang lalu, keliahtannya Amerika sebagai komandan uatama anti Islam dan Gerakan Dakwah, menerapkan kembali pola penjajajahan Eropa di era imperialisme. Dua bentuk serangan (al-ghozwu al-fokri dan al-ghozwu al-‘askari), nyata-nayata diterpaknnya. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Amerika menghancurkan pemerintahan Thaliban di Afghanista tidak lama berselang kasus WTC tersebut. Di Irak, sampai hari ini kita masih menyaksikan kejahatan militer Amerika terhadap bangsa Irak Muslim. Di Phlipina Amerika juga terlibat membantu militer pemerintah Manila untuk menumpas umat Islam di Mimndano, selatan Philipina. Di Indonesia, Gerge W. Bush moncoba melobi Megawati Soekarno Putri, ketika menjabat Presiden RI beberapa tahun yang lalu agar menyerahkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir ke pemerintahan Amerika Serikat. Dan sebelumnya berbagai rekayasa yang dilancarkan intelijen Amerika seperti kasus Umar Al-Faruq, dan bahkan menurut banyak pengamat intelijen dan militer, bom Bali, J.W. Meriot dan sebagainya besar kemungkinan keterlibatan tangan-tangan intelijen Amerika dalam peristiwa tersebut. Bahkan beberapa waktu yang lalu Amerika dan Ausrtalian selalu menyampaikan issu akan adanya serangan bom, seperti di WTC Mangga Dua, kendati tidak terjadi. Amerika melakukan manuver-manuver intelijens terhadap Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan mendominasi informasi intelijen di negeri ini sehingga dapat mengendalikan orientasi dan kinerja institusi keamanan (kepolisian) dan intileijen nasional (BIN).
Issu terosime yang dilontarkan Amerika tersebut sesunggunhnya adalah sebuah al-ghozwu al-fikri yang sangat berpengaruh terhadap pola fkir dan cara pandang umat Islam terhadap Islam dan Gerakan Dakwah. Dimasukkannya Dr. Hidayat Nur Wahid dan yayasannya Al-haromain oleh Amerika ke dalam daftar terorisme beberapa waktu yang lalu, kendati dibatalkan kembali, dan Amerika sama sekali tidak minta ma’af, dan juga rekayasa kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan lain sebagainya merupakan bukti kongkrit bahwa Amerika telah, sedang dan akan menganggap Gerakan Dakwah sebagi musuh nomor wahid, khususnya setelah kekuatan komunisme Timur ambruk sejak satu decade yang lalu.
Bentuk lain dari al-ghozwu al-fikri yang dilancarkan Amerika ialah dengan memberikan berbagai bentuk dukungan terhadap kelompok-kelompok Islam “nyeleneh” seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) – di Indonesia – dan kelompok-kelompok separatis di berbagai wilayah Islam, termasuk di Indonesia, agar umat Islam selalu disibukkan oleh pekerjaan rumah (PR) yang seakan tidak ada kesudahannya.
Sikap anti Islam Barat dan anti Gerakan Dakwah yang menyerukan keharusan kembali kepada ajalaran Islam secara syumul (konperehensif) pasca peristiwa WTC dikomandani oleh Amerika Serikat dan wakil komandan satu adalah Inggris dan wakil komandan dua-nya Australia. Amerika telah berupaya keras melobi pemerintahan Dunia Islam agara masuk dalam jaringannya dalam memerangi Gerakan Dakwah atau apa yang dinamakannya dengan “terorisme”. Berbagai peristiwa yang dituduhkan Amerika terhadap tokoh-tokoh Gerakan Dakwah seperti Ustazd Abu Bakar Ba’asyir dan campur tangannya terhadap proses pembukitian tuduhan tersebut, serta beruoaya keras untuk dihukum di Aerika jelas-jelas cerminan sikap permusuhannya terhadap Gerakan Dakwah.
Gerakan Dakwah Masa Depan khususnya di Indonesia harus waspada dan tidak boleh lalai terhadap ancaman tersebut, kendati Indonesia sekarang sedang dalam era keterbuakaan.Mereka pasti sadar betul bahwa era keterbukaan yan sedang dinikmati umat Islam Indonesia, pasti ibarat pisau bermata dua. Amerika akan mengambil langkah-langkah startegis dan mungkin ofensif untuk mengantisipasi perkembangan Gerakan Dakwah yang sudah terlanjur tumbuh dan berakar di masyarakat. Apalagi di Indonesi, Gerakan Dakwah sudah mulai memasuki dunia politik praktis yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem pemerintahan Indonesia dan politik luar negerinya. Tentu hal tersebut akan dianggap Amerika dan sekutunya sebagai ancaman masa depan yang tidak boleh diapndang remeh, apalagi Indonseia sebuah negeri Muslim kaya akan sumberdaya manusia dan alamnya. Kejahatan Amerika di Afghanista dan di Irak merupakan bukti tidak siapnya Amerika dan sekutunya untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan negeri Islam yang memiliki potensi kemajuan pemikiran keislaman dan persenjataan.
Pekerjaan Rumah (PR) Gerakan Dakwah Masa Depan dalam mengantisipasi ancaman tersebut tidak lain kecuali membangun soliditas organisai, konsolidasi sesama Gerakan Dakwah, dengan tokoh-tokoh Dakwah, membangun jaringan yang luas di masyarakat serta memilki lobi yang kuat di pemerintahan dengan membuktikan bahwa Gerakan Dakwah Masa Depan bukan ancaman bagi pemerintah negara-negara Muslim, melainkan mitra dan partner dalam membangun dan mengangkat dratjat dan martabat bangsa secara keseluruhan. Buktikan di masyarakat dan pemerintahan bahwa para aktivis Gerakan Dakwah Masa Depan adalah relawan-relawan yang tidak kenal pamrih dan menyerah demi untuk mewujudkan kebangkitan, kemajuan dan kemakmuran segenap masyarakat.
Upaya-upaya tersebut bukan berarti dapat memuskan semua kelompok masyarakat. Pasti ada saja kelompok msayarkat atau sebagian penguasa yang tidak mau memahami dan menerima kehadiran para relawan tersebut karena merasa keberadaan mereka terancam yang selama ini penuh dengan kecurangan dan kejahatan. “ Dan demikianlah Kami telah jadikan di setiap negeri itu pembesar-pembesar kejahatannya, agar mereka selalu melakukan maker di dalamnya, dan tidak akan (terkena) makar tersebut melainkan diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak menyadarinya “ (Q.S Al-‘An’am / 6 : 123)
Tabel 1.C
Pola Hubungan/Interaksi Gerakan Dakwa Masa Depan dengan Para penguasa