Da’i adalah manusia biasa yang lengkap seluruh unsur kemanusiaannya. Wajar jika mereka memiliki masalah kejiwaan juga. Ia bisa merasakan sedih, senang, kecewa, dan bangga. Bahkan kadang bingung, cemas, gelisah, marah, namun ada saat tenang dan sakinah. Di dalam diri setiap manusia ada potensi potensi yang mengarahkan kepada kebaikan, namun ada pula potensi yang membawanya kepada keburukan. Dengan demikian, tergantung dari masing masing manusia dalam mengalokasikan potensi tersebut. Allah SWT berfirman :
“Maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan (Asy Syams 91:8) Banyak potensi dalam setiap jiwa manusia yang bisa menyeretnya ke jalan kefasikan. Misalnya masalah syahwat. Sebenarnya syahwat ini merupakan potensi fitrah yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia. Namun ternyata banyak manusia yang terpeleset ke dalam jurang kehinaan karena memperturutkan keinginan syahwat. Allah SWT menggambarkan syahwat sebagai suatu kenyataan naluriyah, setiap manusia memilikinya :
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu : wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah tempat kembali yang baik (surga) “ (Ali Imran 3 : 14) Wanita wanita, menempati posisi pertama yang Allah sebutkan sebagai kecintaan (hubussy syahwat) manusia pada umumnya. Tidak mengherankan banyak di antara manusia yang terjerumus dalam kasus seksual, karena tak mengarahkan naluri seksualnya sesuai aturan Islam. Sejak awal rasulullah SAW memberikan peringatan : “Tidaklah aku meninggalkan setelah aku , fitnah yang lebih berbahaya bagi laki laki selain fitnahnya wanita “ (Muttafaq ‘ alaih) Gejolak kejiwaan dalam hal syahwat ini muncul dengan sendirinya tanpa mengenal batas usia, meskipun akan tampak lebih kuat terjadi pada usia lebih muda. Oleh karenanya bagi aktifis dakwah, gejolak ini harus ditanggapi dengan serius, sebab apabila dibiarkan akan menimbulkan kecendrungan yang bisa menjerumuskan. Rasulullah SAW memberikan taujihat kepada para pemuda dalam mengarahkan kecendrungan syahwat ini : “Wahai pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah mampu hendaknya menikah, karena menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan mata, dan lebih dapat menjaga farji’. Barang siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu merupakan pengekang syahwat baginya (Muttafaq’alaih) Islam datang tidak dalam rangka membunuh potensi fitriyah, akan tetapi mengarahkan potensi tersebut sesuai dengan syariat. Tidak ada ajaran kerahiban / membujang dalam agama Islam, sebab bertentangan dengan fitrah manusia yang normal. Kebersihan hati mutlak diperlukan bagi seorang da’i dan menikah adalah jalan yang sangat manusiawi. Kadang gejolak jiwa di sisi yang lain muncul ketika menangani kasus kasus di medan dakwah. Permasalahan dakwah sering memancing munculnya gejolak dalam jiwa para da’I yang jika tak terkendali akan memunculkan letupan, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Pada kondisi seperti ini perasaan yang lebih dominan, pertimbangan akal sehat serta perhitungan manhaj dakwah menjadi terabaikan. Tentu saja hal ini merupakan peluang bagi munculnya penyimpangan manhajiyah dalam gerak dakwah, sekaligus membuka celah tak menguntungkan bagi kondisi da’i itu sendiri. Sumber ; Yang tegar di jalan dakwah – Cahyadi T