Apabila kita telah mengetahui ragam dan faktor penyebab ‘uzlah dan pengaruh yang ditimbulkannya, maka akan lebih mudah untuk mengetahui jalan menghindari dan mengatasinya. Antara lain :
Pertama, memahami secara sempurna mengenai hubungan dan ikatan syariah yang menganjurkan ‘uzlah dan yang menganjurkan berbaur dengan manusia serta melazimkan Jamaah.
Dengan memiliki pemahaman yang sempurna seperti itu, maka hal itu akan sanggup mencabut akar sikap ‘uzlah dari jiwa seorang muslim – jika ia mampu bersikap korektif terhadap dirinya. Ia akan memberi dorongan untuk terjun ke tengah-tengah jamaah. Sebab pada prinsipnya manusia itu adalah makluk sosial, sedangkan sikap ‘uzlah yang timbul pada waktu-waktu tertentu tidak disepakati oleh agama dan kehidupan.
Kedua, memahami kondisi secara mendalam atau sebab-sebab yang mendorong sebagian ulama salaf untuk melakukan ‘uzlah dan tafarrud.
Pemahaman tersebut akan menahan kita untuk tidak melakukan hal yang sama dengan mereka. Apalagi jika kita mengetahui bahwa sikap ‘uzlah yang mereka jalani itu tidak memberi dampak suatu bahaya besar. Ini berdasarkan penilaian bahwa pada saat itu daulah Islamiyah tegak berdiri, panji-panjinya tengah berkibar dan ideologi yang berlaku pada waktu itu hanyalah ideologi Allah. Adapun sikap ‘uzlah kita pada saat ini akan mengakibatkan bahaya yang banyak, menimbang belum tegaknya daulah Islamiya,sarana kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki musuh jauh lebih tinggi dibandingkan kaum muslimin, ditambah lagi sangat dahsyatnya topan kendala yang mereka hembuskan kepada seluruh umat manusia agar jauh dari jalan Allah. Kita mutlak memerlukan upaya dan tenaga besar, yang dapat saling kompak membantu dan menolong untuk dapat mengembalikan kekuasaan Allah.
Tiga, mendalami pengertian manhaj Islam dalam sikap interaksi antara pribadi dan jamaah.
Hal tersebut dapat memberi motivasi kepada seorang muslim untuk hidup bersama jamaah, di mana ia dapat memelihara harga diri dan pribadinya.
Keempat, mengetahui pemahaman yang shahih tentang ibadah.
Hal ini cukup untuk mengusir keinginan ‘uzlah, membawa pada sikap iltizam (komitmen) pada jamaah, dan menganut pola hidup untuk berbaur dengan masyarakat, tanpa ada rasa gelisah sedikitpun bahwa hal tersebut berarti memanfaatkan waktu bukan dalam hal ketaatan dan ibadah.
Kelima, mengokohkan kendali hawa nafsu dan melakukannya dengan tegas.
Hal itu dimaksudkan agar ia tidak dapat dikuasai oleh hawa nafsu dan tidak mampu ditundukkan oleh syahwat yang mendorongnya untuk ‘uzlah dan lari dari tanggung jawab berjamaah dan hidup bersama manusia.
Keenam, memahami peran yagn wajib dilakukan seorang muslim ketika keburukan menyebar dan kerusakan melanda.
Hal tersebut akan dapat mengeluarkan aktivis dari sikap ‘uzlah dan mendorong dirinya untuk terjun berbaur bersama manusia serta berjuang menghadapi berbagai resiko yang ada supaya dapat mengatasi keburukan dan memerangi kerusakan itu.
Ketujuh, berlindung sepenuhnya dan memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala.
Hal ini perlu kita lakukan, karena orang yang memohon pertolongan Allah itu berada di bawah pengawasan-NYa. (QS : al-Baqarah : 186)
Kedelapan, memutuskan tali persahabatan dengan orang-orang yang menempuh jalan ‘uzlah dan tafarrud.
Sesungguhnya hal semacam itu sangat berperan dalam mengusir sikap ‘uzlah yang menghinggapi kita.
Kesembilan, mendalami hakikat beragam perkumpulan atau jamaah yang menghimpun para aktivis di jalan Allah.
Cara semacam itu akan mampu menghindarkan hidup ‘uzlah, dan kemudian berjalan bersama salah sebuah jamaah yang menyeluruh, serta menegakkan kebenaran secara totalitas.
Kesepuluh, melakukan hakikat manhaj yang ditempuh Rasul shallahu alaihi wassalam dalam membangun Daulah Islam pertama.
Hal ini akan menolong sikap untuk bebas dari pengaruh ‘uzlah, dan kemudian mendorong untuk bergabung bersama masyarakat sebagaimana yang dicontohkan dan difigurkan oleh Rasul Shallahu alaihi wassalam. (QS : al-Ahzab : 21)
Kesebelas, mengetahui konspirasi makar antarkaum kafir dan kaum munafik.
Mereka saling bahu membahu untuk menghancurkan Islam dengan usaha kolektif (berjamaaah) dan bukan individu, baik dalam bidang militer, politik, ekonomi, persatuan republik wilayah mereka, dan lain. (QS : al-Anfaal : 73)
Keduabelas, menghayati kehidupan makhluk-makhluk di sekitar kita.
Pengahayatan tersebut akan menuntun kepada suatu kesimpulan baha mereka menjalani hidup secara bergotong royong dan bersama-sama. Masyarakat lebah misalnya, mereka bekerjasama dalam membangun, membersihkan, dan menjaga sarangnya, kemudian mereka keluar menghisap sari bunga dan mengeluarkan dalam bentuk madu murni.
Ketigabelas, memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat ‘uzlah.
Hal itu akan menggugah manusia yang memiliki hati yang hidup, mendengar, dan menyadarinya untuk hidup antara manusia dan berbaur dengan mereka, agar terjauh dan terhindar dari dampak-dampak yang membahayakannya. Wallahu’alam.