Kehidupan di alam dunia ini tidaklah kekal dan tidak pula terus-menerus berada dalam suatu situasi dan kondisi yang statis. Sesuai dengan sunnatullah, ia senantiasa berganti dan berubah, bisa jadi hari ini kita mendapatkan kenikmatan hidup, namun boleh jadi esok hari kita ditimpa musibah. Maha benar Allah yang firmanNya :
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Dan masa kemenangan dan kehancuran itu kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran.” (QS. Al-Imran [3] : 140)
Oleh karena itu, kita wajib berhati-hati dan waspada, yakni dengan jalan senantiasa menempatkan anugerah kenikmatan hidup (harta benda, masa senggang, kesehatan, dan sebagainya) sesuai dengan porsinya, kemudian menyimpannya untuk kepentingan hari esok. Itulah sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan ini, dan demikianlah cara seorang muslim menghadapinya. Barangsiapa yang mengabaikan hal tersebut niscaya mereka akan sangat mudah masuk ke dalam jurang lembah israaf.
Kurang Mampu Mengendalikan Aneka Tuntutan Jiwa.
Sebab lain yang dapat menjerumuskan seseorang dalam sikap israaf yakni dirinya kurang mampu mengendalikan aneka tuntutan jiwa. Seperti kita maklumi pada umumnya, dilihat dari sudut rohani atau kejiwaannya, manusia senantiasa memiliki keinginan menuntut terhasap apa-apa yang diinginkannya . Situasi tersebut hanya akan dapat diatasi manakala kita memiliki suatu ketegasan, ketelitian, dan sikap senantiasa memantau gejolak tuntutan syahwat. Sebaliknya, jika kita selalu meloloskan semua keinginan serta tuntutan-tuntutan tersebut, maka kita akan senantiasa dirongrong atau jajah oleh jiwa kita.
Rupanya inilah maksud di balik penegasan Islam kita agar senantiasa melakukan mujahatun-nafs sebelum memulai segala sesuatu. Firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum , sehingga mereka mengubah keadaannya sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13] : 11)
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sungguh telah menanglah orang yang menyucikan jiwanya dan rugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syam [91] : 9-10)
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh berjuang) pada jalan Kami, nsicaya akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. Al-Ankabut [29] : 69)
Lalai Terhadap Kehebatan Hari Kiamat
Hari Kiamat merupakan saat-saat yang penuh dengan kepedihan dan ketakutan yang tak dapat dilukiskan dan disifatkan oleh inderawi. Oleh karena itu, Islam senantiasa mengajak kita untuk senantiasa mengingat dan mentadabburinya (merenunginya) agar kita dapat meniti perjalanan hidup ini di atas rel yang telah ditentukan oleh-Nya.
Inlah rahasia peringatan yang berulangkali Rasulullah SAW ungkap agar kita senantiasa mengingat mengenai hal tersebut. Beliau SAW bersabda :
“Jikalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui (tentang hari kiamat dan kehidupan akhirat) niscaya akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dan Tirmidz)
“Dan kalian tidak dapat bersenang-senang di atas kasus bersama isteri.” (HR. Tirmidzi)