Perlu pengkajian yang mendalam tentang ide Ahmad Rif’at dengan tiga tuntutan, yang sifatnya asasiah dan dapat berdampak pada harakah.
Pertama, sikap konfrontasi secara langsung dengan pihak pemerihtah tidak boleh dilakukan, kecuali setelah memiliki dua hal : pertama, jika kesadaan rakyat terhadap nilai-nilai kebenaran Islam telah tumbuh secara luas dan merata. Sampai saat ini masyarakat dinilai masih belum pengertian mengenai keterkaitan antara Islam dan penentuan negara serta Islam dan syariat. Kedua, setelah adanya dukungan terhadap harakah dan basis kekuatan rakyat (quwwah sya’biyah). Kondisi hingga saat itu dianggap belum dimiliki oleh pihak harakah Islamiyah. Mereka masih dalam taraf baru lahir dan memerlukan kekuatan pilar-pilar penopang yang memperkokoh pertahanannya.
Kedua, jawaban terhadap masalah wanit ayang terbuka auratnya,yaitu jika sekiranya harakah Islamiyah mengambil sikap sebagaimana diusulkan itu (mengotorinya dengan tinta0 akan berdampak ditangkapnya para anggota harakah oleh pihak pemerintah, karena dianggap telah melakukan tindakan kriminal (menganggu ketertiban umum). Mereka akan dihukum penjara atau diharuskan membayar denda oleh pihak pengadilan pemerintah. Dan jka diulang, maka hukumannya akan berlinpat ganda. Penyelesaian semacam itu dinilai tidak akan mendatangkan manfaat dan maslahat.
Ketiga, jawaban tentang sikap harakah terhadap mujahidin Palestina telah dijawab oleh seorang mufti Palestina sendiri, yakni Sayyid Amin al-Husaini melalui sebuah surat yang ditujukan kepada harakah Islamiyah di Mesir. Isinya, kurang lebih, "Bahwa usaha yang dipersembahkan oleh harakah Islamiyah di Mesir itu sudah sesuai dengan apa yang sangat kami butuhkan saat ini. Tidak ada yang dapat dilakukan kecuali hal tersebut, dan kami belum membutuhkan sukarelawan perang".
Sekalipun jawaban tersebut suda cukup jelas dan gamblang, ternyata Ahmad Ri’at tetap gigih dan bersikeras mempertahankan pendiriannya, sehingga akhirnya bertambah pula jumlah orang yang simpatik terhadapnya. Sampai-sampai mereka mengecam harakah Islamiyah dan para pendukungnya, tanpa rasa malu dan risi. Ketika para anggota harakah memboikot dan meninggalkannya, maka Ahmad Ri’at memutuskan untuk safar (pergi) ke Palestina untuk bergabung dengan mujahidin dalam memerangi Yahudi dan Inggris.
Sampai tiba saatnya, harakah merasa iba terhadapnya. Pihak harakah mengundang dia untuk diberi persenjataan dan dipercayakan sebagai penyalur dana untuk salah satu kelompok barisan mujahidin di Palestina yagn selalu mengadkan kontak dengan pihak harakah di Mesir. Pihak harakah memnta supaya pihak mujahidin bisa turut menjamin keamanan perjalanan kepada faksi-faksi barisan mujahidin lainnya agar jangan samai Ahmad Ri’at dituduh sebagia anggota mata-mata musuh.
Akan tetapi, sangat disayangkan, Ahmad menolak mendapatkan pengawalan tersebut dan bertekad untuk berangkat seorang diri. Akibat sikapnhya itu ia tewas di Palestinan (sebagai mana diduga oleh harakah) di tangan faksi-faksi mujahidin Palestina.
Kasus diatas merupakan pelajaran bagi kita bahwasanya dalam melakukan perjuangan menegakkan manhaj-Nya tidak boleh dilakukan dengan penuh ketergesaan dan hanya bermodal semangat yang menggebu-gebu saja. Jika kita melakukannya, hasilnya hanyalah pengorbanan yang sia-sia, sebagaimana yang dialami saudara-saudara kita dalam kasus diatas.
Selain itu, lewat kasus diatas, kita juga diingatkan agar sebelum terjun ke dalam medan harakah, kita harus membekali diri dengan pengetahuan yang mapan tentang Islam, al-Qur’an, sirah (perjalanan hidup Rasul saw), dan sejarah Islam. Kita tidak boleh merasa cukup puas pada suatu (fikrah Islamiyah) saja, tetai dituntut untuk terus belajar dari fikrah Islam-fikrah Islam lainnya sebagai bahan pengayaan wawasan kita.
Kita juga harus membekali diri dengan pengenalan yang baik tentang jalan dakwah. Jika tidak, maka kita akan mudah lepas kendali yang akan mengakibatkan terjadinya benturan demi benturan dan menciptakan bumerang ser ta hancurnya harakah. Wallahu’alam.