Membebaskan Diri dari Jahiliyah Kesukuan dan Kepartaian
Di dunia Arab terdapat orang-orang yang mendukung bingkai sosial kuno seperti suku ketika ia dapat memperoleh manfaat darinya. Dalam pertarungan pemilu, kecenderungan kesukuan ini bergerak. Suku dengan representasi ketuanya menetapkan untuk memberikan suaranya kepada seorang caleg, dan terkadang berlawanan dengan arus Islam. Ia meminta seluruh anak suku tersebut untuk komit terhadap keputusan suku, dan para anak suku itu memberikan suara mereka seperti yang diinginkan ketua mereka, tanpa memikirkan halal atau haram. Kondisinya seperti yang dikatakan penyair jahiliah saat membangkan komitmennya terhadap kabilahnya dalam hal baik atau buruk:
Aku tidak lain adalah bagian dari pasukan
Jika ia berperang, maka aku pun berperang
Dan jika pasukan itu benar, maka aku pun benar
Apabila ada kandidat dari suku tersebut, maka menurut kebiasaan dan adat suku semua anak suku harus memberikan suara mereka kepadanya, baik ia kapabel untuk menjadi anggota dewan rakyat atau tidak. Ini adalah logika kesukuan, dan sebagian besar pemilu di dunia Arab sejalan dengan petunjuk suku.
Begitu pula, partai-partai sekuler memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pemilu. Ada upaya-upaya besar dari bangsa kita untuk memisahkan politik dari agama, sebagaimana yang diajarkan musuh-musuh Islam. Mereka mengajari umat Islam bahwa seorang muslim itu bisa menjadi komunis secara partai dan politik tetapi ia tetap muslim secara agama, dan tidak ada hubungan di antara keduanya. Karena itu,ada banyak tokoh Islam yang tergabung dalam partai kafir atau sekuler, dan orang-orang Islam yang awam itu memberikan suara kepada partai mereka tanpa mengkaji, meskipun partai mereka itu menentang agenda Islam, yaitu menerapkan syari’at Islam di bumu kaum Muslimin. Partai bagi mereka sama kedudukannya dengan kabilah yang mereka ikuti perintahnya, baik atau buruk.
Perilaku partai dan suku ini telah merusak perjuangan di dewan selama beberapa dasawarsa yang lalu, dan menghasilkan orang-orang yang selalu mengejar kepentingan. Sedikit dari mereka yang mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, apalagi memikirkan masalah-masalah Islam dan menjadikannya sebagai landasan loyalitas dan dan disloyalitasnya.
Langkah pertama untuk memperbaiki parlemen adalah membersihkannya dari fanatisme kesukuan dan kepartaian yang merusak yang selama ini dan tidak henti-hentinya merusak agama dan dunia umat Islam. Dan hendaknya para pemilih menyadari bahwa dengan ia memberikan suaranya kepada seorang kandidat berarti ia telah menunaikan kesaksian kepada Allah bahwa kandidat tersebut lebih diridhai Allah daripada kandidat lain. Karena itu, kandidat tersebut pantas untuk menerima tanggungjawab dan diserahkan kepadanya amanah ini. Sebuah amanat yang apabila diserahkan kepada yang tidak berhak menerimanya maka itu dianggap sebagai pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin, kesaksian palsu, loyalitas kepada orang-orang kafir dan disloyalitas kepada kaum Muslimin. Na’udzu billah min dzalik.
Umat Islam harus memahami bahwa esensi loyalitas dan disloyalitas adalah komitmen secara menyeluruh terhadap Islam, ridha dengan penerapan syari’at dan berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tersebut. Dan bahwa barangsiapa yang loyal kepada seorang sekuler atau komunis, maka ia seperti orang tersebut.
Barangsiapa yang menyerukan jahiliyah dengan memberikan loyalitas kepada suku atau partai di atas loyalitasnya kepada Islam dan syari’at, memilih orang yang mewakili suku atau partainya daripada orang yang mewakili agamanya dan membela syari’atnya, maka ia termasuk penghuni neraka Jahannam meskipun ia shalat, puasa dan mengaku sebagai muslim!
Kapan umat Islam mengetahui bahwa loyalitas kepada suku dan partai itu hukumnya tidak boleh mengalahkan loyalitas kepada Islam? Kapan umat Islam tah bahwa akad mereka dengan Allah ketika mereka beriman kepada-Nya menntut pengakuan terhadap rubuhiyyah-Nya dan ridha terhadap hukum-Nya, loyal terhadap para penolongnya, memusuhi musuh-musuh-Nya, dan memurnikan kepatuhan terhadap Rasulullah SAW!
Kapan umat Islam memahami bahwa mereka tidak akan merasakan manisnya iman sebelum lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selainnya, serta benci kembali kepada kufur sebagaimana mereka benci dilempar ke dalam neraka? Kapan umat Islam memahami bahwa barangsiapa yang menyerukan suatu fanatisme lalu ia meninggal, maka ia meninggal dalam keadaan jahiliyah? Kapan mereka tahu bahwa barangsiapa yang menyerukan jahiliyah, maka ia termasuk penghuni neraka Jahannam meskipun ia shalat, puasa dan mengaku sebagai muslim? Kapan umat Islam tahu bahwa ambisi politik dan kesukuan dalam proyek inilah yang merusak umat sepanjang dekade ini, dan mereka tidak memperoleh apapun dibalik itu selain fatamorgana? (Shalah ash-Shawi, hlm. 181)
Jadi, dewan perwakilan secara formal terdapat di banyak kawasan Islam sejak puluhan tahun, tetapi apa yang telah disumbangkan oleh dewan-dewan tersebut, yang terkadang bersikap anti terhadap penerapan syari‘at Islam di negara-negara umat Islam yang mereka sebut Darul Islam? Dalam kondisi apapun, mereka mendukung penguasa otoriter yang memudahkan mereka untuk sampai ke kursi dewan, lalu menanggalkan sifat-sifat pahlawan, sehingga tugas mereka adalah memberi bertepuk tangan dan mengeluarkan ketetapan-ketetapan dukungan dan apresiasi, menyetujui apa yang diputuskan oleh pemimpin tunggal, dan mencalonkannya untuk masa pemerintahan yang baru setiap kali masa pemerintahan sebelumnya telah berakhir. Hingga ketika ia telah tua renta, maka mereka akan mencalonkan anaknya karena ia adalah keturunannya dan dalam dirinya mengalir darah biru menurut mereka.
Inilah dewan yang dipilih umat Islam tanpa mengetahui bahwa pemilu itu bermuatan kesaksian dan amanah serta loyalitas dan disloyalitas. Pemilu yang mereka lakukan itu menjadi pengkhianatan terhadap Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, sebagaimana kesaksian palsu itu sebanding dengan syirik kepada Allah, serta untuk menunjukkan loyalitas mereka kepada orang-orang kafir dan disloyalitas mereka kepada orang-orang mukmin. Karena itu, kualitas dewan-dewan tersebut seperti yang kalian lihat di dunia kita hari ini.