Buku: Fikih Politik Menurut Imam Hasan Al-Banna.
Penulis: Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris.
***
Studi Politik Menuju Tegaknya Negara Islam dan Sebab-sebab Keruntuhannya dalam Perspektif Politik Imam Hasan Al-Banna
Imam Hasan Al-Banna -semoga Allah merahmati Beliau- semenjak awal telah berupaya memberikan pencerahan wawasan politik pada banyak kalangan dan mencurahkan perhatian khusus terhadap para kader dakwah di sela-sela ceramah-ceramah, untaian-untaian nasehat serta tulisan-tulisannya.
Di antara isyarat ketajaman insting politik Beliau ialah upaya memberikan pencerahan wawasan politik. Ini terefleksi secara gamblang ketika Beliau memproklamirkan keinginan mendirikan sebuah negara yang mirip dengan negara bentukan Rasulullah pada fase dakwah Rasulullah.
Imam Hasan Al-Banna mengambil intisari ajaran Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah dalam menyimpulkan kaidah-kaidah umum yang menjadi sandaran negara Islam tersebut. Beliau menyebutkan sekitar sebelas kaidah umum di antaranya adalah:
- Memproklamirkan spirit persaudaraan umat manusia,
- Menjamin keberlangsungan masyarakat dengan menghormati hak hidup, kepemilikan, hak memperoleh pekerjaan, kesehatan, kebebasan, pendidikan dan keamanan bagi setiap individu.
- Membuka lapangan pekerjaan.
- Mengontrol dua nsting dasar manusia yakni, insting menjaga diri dan keturunan dan mengatur kebutuhan kemaluan dan mulut (makan dan minum).
- Mengokohkan persatuan dan kesatuan, memerangi semua bentuk pertikaian dan faktor-faktor yang berpotensi akan menimbulkan persengketaan dan perselisihan.
- Menjadikan negara sebagai agen, media dan wadah yang merefleksikan ideologi yang dianut, negara yang menjaga keberlangsungan perjalanan dakwah, bertanggung jawab penuh dalam perealisasian misi dan target yang ingin dicapai.
Selanjutnya Beliau menjelaskan implementasi dari kaidah-kaidah umum tersebut dalam pemerintahan Islam, khususnya pemerintahan Islam pada era kepemimpinan Rasulullah, lalu pada fase kepemimpinan para Khulafaurrasyidin. Beliau juga mengkaji metode negara Islam pada zaman tersebut hingga mampu menghapus doktrin-doktrin paganisme yang berkembang pesat di negara-negara Arab dan Persia, serta mengusir kabilah-kabilah Yahudi yang berusaha menandingi ajaran Islam dan berupaya menggalang kerjasama dengan kaum paganis serta mengadakan gerakan bawah tanah yang berjuang untuk menumbangkan pemerintahan Islam.
Di samping itu, negara Islam juga berhasil mengusir sekte-sekte Kristen yang masih bergelimang dengan praktek-praktek kesyirikan serta masih menganut dogma trinitas, sehingga akhirnya sekte-sekte tersebut keluar dari tanah Arab dan mendapatkan hawa kebebasan di negeri asalnya yaitu di kota Kostantinopel. Namun, kondisi tersebut tidak bertahan lama, hingga akhirnya umat Islam berhasil menaklukkan kota Konstantinopel dan menyulapnya menjadi negeri Islam, bahkan pasukan Islam sampai ke jantung Eropa seperti yang diceritakan Andalusia (Spanyol sekarang).
Dalam beberapa abad pemerintahan Islam mampu bertahan menjadi pemerintah terkuat di dunia Internasional dan kekuasaannya menyebar ke berbagai wilayah seantero dunia. Namun pada abad ke 7H, bangsa Tar-tar mengadakan invasi besar-besaran terhadap pusat pemerintahan Islam di Baghdad. Serangan ini mengakibatkan Baghdad runtuh dan jatuh ke tangan bangsa Tar-tar tersebut. Dalam peristiwa ini, di Baghdad saja tercatat sekitar 2 juta korban dari kalangan umat Islam berjatuhan se¬bagaimana dituliskan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah jilid XIII hal 202. Dan pada abad XX, tentara salibis berhasil meruntuhkan dinasti Utsmaniyyah dan Khilafah Islamiyyah secara umum.
Imam Hasan Al-Banna telah melakukan pengkajian dan analisa mendalam mengenai faktor-faktor penyebab keruntuhan Daulat Utsmaniyyah tersebut. Dari hasil analisa Beliau tergambar pemahaman dan insting politik yang lahir dari keluasan wawasan keislaman dan pemahaman fiqih politik Islam yang mendasar, diiringi pula oleh pengetahuan mengenai rentetan peristiwa sejarah serta pemahaman karakteristik dan watak-watak dasar beragam suku bangsa. Karena sesuatu yang tak bisa dipungkiri, bila masing-masing bangsa memiliki karakteristik yang tidak dimiliki bangsa lain, seperti bangsa Turki yang terkenal dengan keahlian mereka dalam strategi peperangan, sehingga mereka kurang tertarik mendalami ilmu-ilmu seperti ilmu syariah, hukum dan perundang-undangan Islam.
Faktor-faktor Utama Penyebab Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah dalam Pandangan Imam Hasan Al-Banna adalah sebagai berikut:
a. Pertikaian Politik, Rasis dan Perebutan Kekuasaan.
Pertikaian politik dan perebutan kekuasaan tentu saja akan meluluh lantahkan, memecah belah dan melemahkan persatuan serta kesatuan umat Islam. Al-Qur`an telah memberikan warning terhadap masalah tersebut. Firman Allah dalam Qur’an surah Al-Anfal 46:
(وَلاَ تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ) [الأنفال: 46]
Artinya: janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.
Ketika para pejabat pemerintahan Islam telah dikuasai oleh perasaan gila kekuasaan dan jabatan, sehingga mengakibatkan perseteruan antara sesama kubu Islam demi merebut puncak kekuasan tertinggi. Kondisi ini meninggalkan dampak negatif terhadap masyarakat yang akhirnya ikut terpecah. Akibatnya kekuatan umat melemah dan musuh dengan mudah dapat menyerang sewaktu-waktu.
Maraknya pertikaian dalam keberagamaan, perbedaan partai maupun ideologi serta pendistorsian implikasi Islam sebagai aqidah dan amal hingga berubah menjadi label-label hampa tak bermakna, pengabaian ajaran Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah SHALLALLAAHU ALAIHI WA SALLAM, kejumudan (statis) serta fanatisme terhadap pandangan dan pendapat tertentu.
Kesemua itu merupakan wa¬bah penyakit berbahaya yang sangat diwan¬ti-wanti oleh Islam agar senantiasa dijauhi oleh kaum Muslimin. Karena Rasulullah SHALLALLAAHU ALAIHI WASALLAM telah menginformasikan jaminan keberadaan umat Islam dalam petunjuk kebenaran selama mereka masih berpegang teguh dan konsekuen terhadap ajaran Al-Qur`an dan Sunnah Rasullulah. Rasul bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ أَبَدًا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ.
Artinya: telah kutinggalkan bagi kalian dua perkara -jika kalian berpengang teguh de¬ngan keduanya- niscaya sepeninggalku kalian tidak akan sesat selamanya, dua perkara tersebut adalah kitabullah dan sunnah Rasulullah.
Menurut hemat penulis, fanatisme umat terhadap mazhab dan aliran pemikiran tertentu terbukti telah menjadikan umat terpecah ke dalam beberapa kelompok, pada hakikatnya perbedaan tersebut malah akan menjadi bumerang terhadap umat Islam sendiri dan tak berpengaruh terhadap musuh Islam, malah akan memudahkan musuh Islam menyerang kita. Fanatisme mazhab di akhir-akhir dinasti Utsmaniyyah sampai pada taraf kebencian antara satu mazhab dengan mazhab lain, kebencian tersebut berbuah permusuhan dan pertikaian. Sehingga kala itu, kerap ditemukan seorang bermazhab Hanafy tidak mau menjadi makmum shalat yang diimami oleh seorang Imam bermazhab Syafiiy, begitupula seorang Hanbaly tidak terima keimaman seorang Syafiiy. La haula wa laa quwwata Illa billah.
b. Larut dalam kemewahan dunia dan syahwat
Wabah penyakit ini tidak hanya melanda kalangan rakyat biasa, tapi termasuk para pejabat pemerintahan selama beberapa kurun waktu menjelang keruntuhan Dinasti Utsmaniyyah, kemudian kondisi semakin parah dan bertambah genting hingga akhirnya kepe¬mimpinan para pemangku kekuasaan dalam pemerintahan semakin melemah dan tak sanggup memperbaiki kondisi negara, agama dan perpolitikan.
Allah Ta’ala telah memberikan “lampu kuning” terkait penyakit yang satu ini dalam firman-Nya QS. Al-Isra 16:
(وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيْراً) [الإسراء: 16]
Artinya: Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
c. Transformasi Kekuasaan terhadap Non-Arab
Seorang yang gemar membaca dan mengamati sejarah Islam akan mengerti bahwa dalam beberapa periode pemerintahan Islam, tampuk kekuasaan sempat dipegang oleh orang-orang yang bukan ahlinya dan tidak pantas menduduki jabatan tersebut, dikarenakan keawaman mereka terhadap agama dan hukumnya.
d. Pengabaian Sains dan Teknologi serta Tenggelam dalam Teori-teori Filsafat
Sebuah negara yang kuat adalah negara yang menerapkan hukum syariat serta pengembangan sains dan teknologi yang akan menopang kemajuan dan peradabannya dari hasil pemanfaatan temuan-temuan baru dalam teknologi itu. Kala itu, umat Islam malah tertipu dan larut dalam perasaan kemapanan dan kekuatan mereka, sehingga terkesan mengabaikan dan meremehkan kekuatan musuh, tanpa pernah merasa peduli guna melakukan upaya-upaya penelitian untuk menjajaki peta kekuatan musuh dari segi materi, teknologi, maupun konspirasi-konspirasi terselubung demi memerangi Islam dan kaum Muslimin. Aki¬batnya, umat Islam tidak mempersiapkan kekuatan militer yang cukup mengantisipasi serangan musuh-musuh Islam dan memaksa mereka bertekuk lutut. Yang terjadi malah sebaliknya, umat kalah total di hadapan para aggressor tersebut.
Hal ini juga didorong oleh bujuk raru dan pererasaan terpana dengan gaya hidup mereka yang hanya memuaskan syahwat. Padahal Islam telah melarang secara jelas perilaku meniru-niru orang-orang kafir. Sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an surah Ali-Imran 149:
(يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ تُطِيْعُوا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَرُدُّوْكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوْا خَاسِرِيْنَ) [آل عمران: 149]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Akibat dari keterpanaan tersebut, orang-orang kafir dengan mudah menguasai negara-negara Islam, bahkan kaum penjajah seperti, Inggris, Perancis, Italy, Belanda, Belgia dan Negara Komunis (Uni Soviet) dengan mudah berhasil mengelompokkan negara-negara Islam -menjadi Negara-negara kecil dan lemah-. Mereka berupaya menjauhkan Islam dari pemerintahan dan menebar propaganda atheisme dan liberalisme di segenap negara Islam serta menebarkan fitnah dan desas-desus dalam pemahaman Islam.
Kemudian Imam Hasan Al-Banna berpendapat bahwa kondisi sulit yang menimpa banyak negara Islam, selayaknya memacu umat Islam berpikir ekstra supaya bisa keluar dari permasalahan-permasalahan yang membelit. Imam Hasan Al-Banna dan beberapa orang kawan karibnya kala itu, termasuk dalam barisan garda terdepan di antara umat Islam yang berpikir mencari solusi dari permasalahan pelik yang melanda. Dalam siatuasi kolonialisme yang melanda banyak negara Islam, Beliau dan beberapa rekannya berjuang mendirikan sebuah jamaah Ikhwanul Muslimin yang berperan membangunkan umat Islam dari tidur panjang, memberikan pencerahan serta membebaskan mereka dari mental-mental terjajah dan terhina.
Untuk mewujudkan misi itu, Ikhwanul Muslimin memasang beberapa target yang bersifat umum dan khusus. Target umum berupa pembebasan dunia Islam dari segala bentuk kekuatan, pengaruh dan otoritas asing serta berupaya mendirikan sebuah negara Islam. Sementara target-target khusus ialah reformasi pendidikan, memerangi kemiskinan dan kebodohan, menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan tindak pidana serta menata sebuah masyarakat percontohan yang pantas dinisbatkan pada Islam.
Imam Hasan Al-Banna berusaha memerangi kebodohan dan keterbelakangan dengan memajukan dunia pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lain, Beliau berupaya menanggulangi kemiskinan dengan membuka peluang kerja lewat pendirian perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik. Beliau juga berjuang menanggulangi masalah-masalah kesehatan dengan membangun klinik-klinik pengobatan. Dalam mewujudkan cita-cita mulia tersebut, Beliau menyarankan tiga hal berikut: iman yang kokoh, organisasi yang solid, serta kerja yang berkesinambungan.
Target umum dan khusus dari Ikhwanul Muslimin di atas terbukti memancing kemarahan para penjajah dan kaum kolonialis. Mereka tak menemukan alternatif lain kecuali harus menabuh genderang perang terhadap dakwah dan para kadernya serta menebar rintangan-rintangan dakwah yang diharapkan dapat menghalangi para kader dakwah dalam merealisasikan target umum dan khusus tersebut. Namun Imam Hasan Al-Banna telah lebih dahulu mengisyaratkan rintangan-rintangan yang bakal menghalangi para kader dalam jalan dakwah yanag mereka tempuh. Beliau te¬lah menggambarkan resiko-resiko yang harus dilalui dengan sabar dan tetap komitmen da¬lam medan perjuangan menghadapi tantangan para kaum kolonialis tersebut.
Beliau mengakhiri ceramahnya dengan untaian nasehat yang mengandung pelajaran-pelajaran berharga dalam dunia pergerakan, perpolitikan dan dakwah. Beliau kembali merunut kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi oleh para kader Ikhwanul Muslimin demi perwujudan cita-cita mulia, sembari menyemangati mereka bahwa kemenangan umat Islam pasti akan datang. Beliau mengungkapkan: “Ingatlah kemenangan yang telah dijanjikan Allah, karena waktu itu pasti akan datang dan tak diragukan lagi”. Lalu Beliau mengutip firman Allah dalam Qur’an surah Ar-Ruum 5:
(وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَ بِنَصْرِ اللهِ يَنْصُرُ مَنْ يَّشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ) [الروم: 4-5].
Artinya: dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. dan dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.