Oleh: DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris *
Fase-fase Dakwah dalam Harakah Islamiyyah
Ustadz Hasan Al-Banna telah mendefinisikan fase-fase budak menjadi tiga fase, yaitu:
Fase pertama adalah fase propaganda, pengenalan dan sosialisasi pemikiran kepada masyarakat.
Pada fase ini digunakan seluruh seluruh sarana komunikasi, stimulasi, pendidikan dan arahan, seperti ceramah, kajian, khutbah, reminar, sarasehan, dialog, pameran, panggil, syair, prosa. Kita juga akan menggunakan seluruh inovasi ilmu pengetahuan dalam sarana-sarana penyebaran, seperti media cetak dan elektronik. Digunakan pula semua sarana tulis, audio, video, atau gabungan dari seluruhnya seperti audio-video.
Fase kedua adalah fase pembentukan, pemilihan para pendukung, penyiapan pasukan dan mobilisasi barisan dari orang-orang yang menjadi sasaran dakwah.
Dalam fase ini digunakan seluruh sarana pendidikan dan pembentukan, baik spiritual, pemikiran, emosional atau fisik. Fokus upaya dalam fase ini adalah meneguhkan hubungan akh muslim dengan Allah dan Kitab-Nya dalam bentuk tilawah, pemahaman, hafalan, interaksi, pengalaman dan penyebaran. Hubungannya akan ditambah dan dikuatkan dengan Sunnah Rasulullah Saw. dalam bentuk pelajaran dan peneladanan.
Kemudian ia dibekali dengan pemikiran Islami yang bersih sehingga membuatnya mampu menghadapi gelombang pemikiran, menantangnya dan menghalahkannya. Gairah keislamannya dan persaudaraan keimanannya dengan sesama muslim juga harus ditingkatkan, khususnya dengan individu-individu jama’ah dan organisasi, agar terpupuk solidaritas di antara mereka; mengupayakan solusi bagi yang menghadapi masalah, berupaya mengeluarkan individu jama’ah dari tawanan atau penjara jika mampu. Setelah itu, ia dibina secara fisik agar kuat dan mampu menjalankan kewajiban-kewajiban Islam, terutama jihad yang merupakan kewajiban sejak dahulu kala hingga hari Kiamat, tidak bisa dibekukan oleh penguasa yang tiran dan zhalim.
Semangat ubudiyyah harus dijaga dan shalat sunnah harus diperbanyak, seperti qiyamul-lail, membaca Al-Qur’an, puasa sunnah Senin dan Kamis di setiap pekan, puasa Ayyamul Bidh di setiap bulan, puasa bulan 9 dan 10 bulan Muharram, puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, serta sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
Juga ziarah kubur untuk memetik nasihat dan pelajaran, melembutkan hati, mengingatkan hati akan kematian dan akhirat. Karena Imam Ahmad rahimahullah dalam Musnad-nya meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas bin Malik RA, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Kemudian terpikir olehku bahwa ziarah kubur itu dapat melembutkan hati, membuat mata menangis dan mengingatkan akan akhirat. Karena itu, berziarah kubur-lah kalian dan janganlah kalian mengucapkan perkataan yang kotor dan mengandung maksiat.”
Fase ketiga adalah fase pelaksanaan, amal dan produksi. Fase ini bukan buah dari fasei pengenalan dan fase pembentukan. Fase ini tidak ada kecuali setelah dilakukan propaganda secara luas, banyak memiliki pendukung dan organisasi telah terbentuk secara kokoh. Kita bisa menyebut fase ini dengan fase perubahan fundamental total terhadap sistem-sistem yang bertentangan dengan Islam. Ini adalah fase penentuan dan krusial. Mengenai fase ini, Imam Hasan Al-Banna rahimahullah mengatakan,
“Kapan fase pelaksanaan kita dimulai?”
“Kita di sini, dalam sebuah kongres yang saya anggap sebagai konres keluarga yang menghimpun keluarga Al-Ikhwan Al-Muslimun, saya ingin terbuka kepada kalian. Tidak ada gunanya bagi kita selain berterus-terang. Sesungguhnya wilayah perkataan itu berbeda dari wilayah imajinasi, wilayah amal itu berbeda dari wilayah perkataan, wilayah jihad berbeda dari wilayah amal dan wilayah jihad yang benar berbeda dari wilayah jihad yang keluar. Mudah bagi banyak orang untuk berkhayal, tetapi tidak setiap khayalan yang berputar-putar di benak kita itu dapat diekspresikan dengan kata-kata.
"Banyak orang yang bisa berkata-kata, tetapi dari sedikit sekali yang bisa konsisten saat beramal. Dari yang sedikit ini, banyak yang sanggup beramal, tetapi sedikit di antara mereka yang sanggup memikul beban jihad yang berat dan amal yang keras. Para mujahid yang merupakan orang-orang pilihan di antara para pendukung itu terkadang salah jalan dan tidak tepat tujuan apabila mereka tidak mendapatkan pengawalan dari Allah. Kisah Thaluth memuat penjelasan tentang apa yang saya katakan ini. Karena itu, persiapkanlah diri kalian, berilah diri kalian tarbiyah yang benar dan ujilah kalian dengan amal. Amal yang kuat, tidak disukai dan berat. Sapihlah diri dari syahwat dan kebiasaannya.
"Pada saat di antara kalian, wahai Al-Ikhwan Al-Muslimun, telah terbentuk tiga ratus batalyon yang telah menyiapkan diri secara spiritual dengan iman dan akidah, secara pemikiran dengan ilmu dan keahlian dan secara fisik dengan pelatihan dan olah-raga. Dengan kalian akan kutembus awan di langit, dengan kalian akan kuperangi setiap orang yang keras kepala dan sewenang-wenang. Aku pasti akan melakukannya, Insya’allah. Benar kiranya Rasulullah Saw. dalam sabdanya, “Dua belas pasukan tidak akan kalah akibat sedikitnya jumlah.”
Saya memperkirakan hal itu akan terjadi tidak lama lagi, setelah Allah memberikan taufiq dan pertolongan-Nya, mengijinkan dan menghendakinya. Bisa jadi Anda dapat mempercepat waktunya jika kalian kerahkan tekad kalian dan melipat-gandakan usaha kalian. Dan bisa jadi kalian lalai sehingga perhitungan ini meleset dan akibat yang ditimbulkannya tidak sesuai. Karena itu, rasakanlah mobilisasi, himpulkan batalyon-batalyon, jadilah kalian berkelompok-kelompok, terimalah pelajaran, segeralah berlatih dan sebarkanlah dakwah ke pihak-pihak yang belum tersentuh dakwah. Jangan sia-siakan satu waktu pun tanpa amal.”
“Sementara orang mengira bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun sedikit jumlahnya, atau lemah tenaganya. Bukan itu yang saya maksud dan ini bukan yang dipahami dari pernyataanku ini. Karena Alhamdulillah jumlah Al-Ikhwan Al-Muslimun banyak. Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam pertemuan ini saja terdiri dari seribu anggota, dimana setiap anggota mewakili satu bangsa utuh. Jumlah seperti ini tidak bisa dianggap sedikit, atau dilupakan usahanya, atau diabaikan haknya. Tetapi, yang saya maksud adalah bahwa orang yang bicara itu berbeda dengan orang yang beramal, orang yang beramal itu berbeda dengan orang yang berjihad dan orang yang berjihad saja itu berbeda dengan orang yang melakukan jihad yang bijak dan produktif, yang menghasilkan keuntungan maksimal dengan pengorbanan minimal.
*) DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris
DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris adalah anggota Parlemen Jordania. Berasal dari desa Falujah, Palestina yang diduduki Israel 1949. Lahir tahun 1940. Menjadi Anggota Parlemen Jordania pada tahun 1989, kemudian terpilih kembali pada tahun 2003. Sempat dicabut keanggotaannya sebagai anggota parlemen Jordania karena melayat saat terbunuhnya Az-Zarkawi, pimpinan Al-Qaedah di Irak, kemudian dipenjara selama 2 tahun dan dibebaskan berdasarkan surat perintah Raja Abdullah II bersama temannya sesama anggota perlemen Ali Abu Sakr.
DR Abu Faris aktivis Gerakan Dakwah di Jordania. Meraih gelar doktor dalam bidang Assiyasah Assyar’iyyah (Politik Islam). Kepala bidang Studi Fiqih dan Perundang-Undangan di Fakultas Syari’ah Universitas Jordania. Beliau juga Professor pada Fakultas Syari’ah pada universitas tersebut. Di samping itu, beliau juga Direktur Majlis Tsaqofah Wattarbiyah pada Lembaga Markaz Islami Al-Khairiyah. Mantan Anggota Maktab Tanfizi Ikhwanul Muslimin, Anggota Majlis Syura Ikhwanul Mislimin dan Partai Ikhwan di Jordania.
Beliau terkenal dengan ketegasannya, ceramah-ceramah yang dahsyat di Masjid Shuwailih, kota Oman. Beliau memiliki lebih dari 30 karya buku terkait Hukum Islam, Siroh Nabawiyah, Politik Islam, Gerakan Islam. Syekh DR. Abu Faris memiliki ilmu syari’ah yang mendalam sehingga menyebabkan Beliau pantas mengeluarkan fatwa-fatwa syar’iyah. Beliau juga sangat terkenal kemampuan penguasaan pemahaman Al-Qur’an dan tafsirnya.