Pak ustadz yang saya hormati,
Membaca oase iman hari ini membuat saya merinding dengan apa yang dipaparkan penulis artikel tersebut. Yang ingin saya tanyakan
1. Haramkah jika kita memakan produk-produk yang dimaksud, apa benar hukumnya sama dengan memakan daging dan minum darah orang-orang palestina seperti yang dipaparkan penulis tersebut.
2. Apa hukumnya penghasilan pegawai dari produsen produk-produk yang dimaksud.
Terima kasih atas penjelasannya
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kita bisa memahami sikap seperti ini, apalagi bila kita melihat langsung apa yang dilakukan oleh yahudi, baik yang zionis maupun yang bukan zionis (toh keduanya sama saja), kita tentu tidak akan tega. Kebengisan dan kekejaman yahudi memang sudah sampai ubun-ubun. Sehingga apapun yang sekiranya bisa kita lakukan untuk menghantam musuh-musuh Allah itu pasti akan kita lakukan. Termasuk memboikot produk yahudi.
Dan alhamdulillah, kebanyakan umat Islam sepakat untuk melawan yahudi dengan berbagai cara. Termasuk anjuran untuk memboikot produk yahudi. Bila ternyata mereka belum lagi melakukannya, setidaknya kita berhusnudzdzan bahwa mereka belum menerima informasinya. Seandainya mereka tahu, pastilah mereka akan ikut memboikotnya. Itu pasti.
Mengharamkan Makanan
Namun kita harus cerdas dalam mendudukkan permasalahan. Memboikot itu berbeda dengan mengharamkan. Memboikot belum tentu mengharamkan. Sebab memboikot yang dimaksud Dr. Yusuf Qaradhawy adalah tidak membeli, tidak menyalurkan uang, tidak memberi keuntungan bagi perusahaan yang memproduksinya, bukan soal haram-halal.Sedangkan mengharamkan adalah mengubah status hukum suatu pekerjaan kepada status hukum yang lain, dan hanya dilakukan lewat proses istimbathul ahkam.
Secara hukum syariah, hukum dasar semua jenis makanan itu secara zat halal, selama disembelih atau diproses tanpa melanggar syariat Islam. Dan para ulama telah menyepakati bahwa hukum dasar dari segala sesuatu adalah halal.
Kalau segala sesuatu punya hukum dasar halal, maka untuk menjadikannya haram, harus terpenuhi syarat-syaratnya secara hukum. Mengingat agama Islam adalah agama hukum, bukan agama nafsu atau opini. Sebagai orang yang mengerti urusan hukum syariah, kita tidak diperkenankan untuk memfatwakan sesuatu tanpa dasar hukum syariah yang kuat dan tegas.
Bahkan Allah SWT telah menyatakan dengan tegas tentang larangan kita untuk mengharamkan sesuatu bila tanpa dasar hukum yang jelas.
Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan rezki yang baik?" Katakanlah, "Semuanya itu bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Al-A’raf: 32)
Ketika Rasulullah SAW terbawa emosi dan marah kepada para isterinya, sampai beliau mengharamkan dirinya untuk mengumpuli mereka, dari langit tujuh Allah SWT langsung menegur beliau. Urusan marah dan emosi dengan pihak tertentu tidak harus lantas dibawa-bawa pada masalah hukum.
Sebab hukum tidak pernah didasarkan pada emosi, melainkan alur logika berpikir yang nyambung, masuk akal dan komitmen. Maka turunlah ayat berikut ini kepada Rasulullah SAW sebagai sebuah teguran:
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. At-Tahrim: 1)
Demikian juga dengan sikap marah kita kepada musuh-musuh Allah SWT, entah itu yahudi, nasrani atau majusi. Semua adalah musuh Allah sWT, wabil khusus Israel. Namun untuk mengharamkan suatu makanan yang pada dasarnya halal, lain lagi urusannya. Dan gerakan boikot bukan masukdalam bidang halal-haram, namun kesadaran diri masing-masing pribadi untuk membantu perjuangan Muslim Palestina dan membantu Muslim-Muslim lainnya yang masih ditindas oleh Zionis.
Memboikot Bukan Mengharamkan
Kepada musuh-musuh Islam yang telah memerangi agama, kita harus membalas permusuhan mereka. Kalau kita tidak mampu melakukannya, maka masih ada banyak cara untuk melawan. Salah satunya dengan cara memboikot atau tidak membeli produk mereka
Kita bisa menganjurkan umat Islam untuk tidak membeli produk mereka, karena hal ini terbuktimenjadi salah satu cara untuk melemahkan kekuatan mereka. Sekali lagi, ini bukan soal haram-halal. Apalagi bila materi makanan itu pada zahirnya bukan babi, bangkai, darah, atau zat-zat yang ditetapkan keharamannya di dalam Al-Quran. Jadi yang haram itu bukan zat makanannya. Secara zat, makanan itu hukumnya halal.
Di sisi lain, kita punya komitmen untuk tidak memberikan keuntungan kepada perusahaan-perusahaan yang sudah jelas memberikan keuntungan kepada mesin perang yahudi. Sehingga dengan tidak membeli produk yahudi, kita telah ikut memberikan pukulan tepat di kantong mereka.
Benarkah Sasaran Tembaknya?
Tapi yang jadi masalah adalah ketika kita menyebut nama suatu produk dan perusahaan yang kita anggap sebagai perusahaan milik yahudi. Kita perlu teliti dan lakukan cross-check dengan arif, adil dan cermat. Intinya, betulkah sebuah produk atau suatu perusahaan yang kita cap sebagai milik yahudi memang benar-benar seperti yang kita tuduhkan.
Adakah data pasti secara hukum bahwa perusahaan itu memberikan bantuan kepada Israel?
Perlu diklariikasi langsung kepada masing-masing pemilik perusahaan tersebut. Sebab kalau tidak, kita hanya akan menuduh tanpa dasar. Dan menuduh tanpa dasar adalah perbuatan terlarang.
Seharusnya, anjuran untuk tidak memberi produk dari perusahaan tertentu karena dituduh ikut membantu musuh Islam dalam membantai manusia, dilengkapi dengan data dan fakta yang kongkrit dan detail serta bisa diterima secara hukum, bukan dengan asumsi atau dugaan semata.
Dan tentang bukti dan fakta bahwa sesuatu perusahaan membantu eksistensi Zionis-Israel, maka bisa dilihat langsung di situs www.inminds.co.uk. Situs ini menjadi pegangan bagi gerakan boikot pembelian produk Zionis dunia.
Bila bukti dan data itu memang ada dan diyakini kuat secara hukum, maka ada lembaga berwenang semacam Majelis Ulama atau badan-badan fatwa di berbagai ormas Islam berhak untuk mengeluarkan anjuran termasuk fatwa untuk memboikot produk tersebut. Namun selama belum ada data dan fakta hitam di atas putih, maka di sini terjadi kekosongan dasar hukum. Inilah ironis kita sebagai negeri Muslim terbesar dunia.
Ke depan, memang idealnya umat Islam bisa menciptakan dan memproduksi sendiri semua barang keperluannya. Agar tidak tergantung kepada pihak lain, apalagi tergantung kepada Zionis-Yahudi.
Wallahu ‘alam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc