Eramuslim – SALAH satu syarat sahnya salat adalah bebas dari hadats dan najis. Hanya saja dalam pelaksanaannya seorang Muslim kerap mengalami masalah berupa saja tak sengaja keluar air kencing dari kemaluannya, tak terkontrol ketika sujud atau ruku.
Padahal sehabis buang air kecil, orang tersebut sudah berusaha mengeluarkan kotorannya dan membasuhnya, dilanjutkan dengan bersuci. Orang yang mengidap beser juga kerap mengalami hal ini ketika salat.
Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap Muslim yang mengalami problem seperti di atas? Pertanyaan ini berkaitan dengan istibra, yaitu upaya penirisan atau penyucian alat kelamin setelah membuang air kecil. Istibra dianjurkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini:
ودليل طلب الاستبراء: حديث ابن عباس: أن النبي صلّى الله عليه وسلم مرّ بقبرين، فقال: «إنهما ليعذبان، وما يعذبان في كبير: أماأحدهما فكان لا يستبرئ من بوله، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة»
Artinya, “Dalil istibra adalah hadits riwayat Sayyidina Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW ketika melewati dua makam bersabda, ‘Kedua ahli kubur ini disiksa. Keduanya disiksa bukan karena hal besar. Satu tidak istibra sesudah kencing. Satu lagi berjalan untuk mengadu domba,’” (HR Bukhari dan Muslim).
Ulama fiqih memasukkan istibra dalam bab thaharah. Ulama hampir jarang memisahkan pembahasan istinja dan istibra. Berikut ini kami kutip penjelasan istibra dari Syekh Wahbah Az-Zuhayli.
والاستبراء: طلب البراءة من الخارج، حتى يتيقن من زوال الأثر أو هو طلب براءة المخرج عن أثر الرشح من البول.
Artinya, “Istibra adalah upaya menyucikan dari najis kotoran yang keluar sehingga seseorang yakin atas hilangnya sisa kotoran atau upaya menyucikan kemaluan tempat keluar kotoran dari sisa tetesan air kencing,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], , cetakan kedua, juz I, halaman 192).