Eramuslim – BANJIR bisa saja membuat warga Muslim kesulitan mendapatkan air bersih guna keperluan bersuci sebelum salat. Sementara di sekeliling korban bencana ini terhampar air banjir. Lalu bagaimana Islam menyikapi problem tersebut?
Terkait hal itu, para korban banjir hendaknya tetap berupaya mencari air yang bersih dan jernih di sekelilingnya jika masih memungkinkan, misalnya dari keran yang berfungsi, bantuan air PDAM, dan sumber-sumber air lain yang layak untuk dibuat bersuci.
Meski begitu, tetap boleh bagi para korban banjir berwudhu dengan air banjir yang keruh sebab terkena tanah dan debu, selama air yang digunakan untuk bersuci tidak ditemukan komponen najis atau komponen selain tanah dan debu (mukholith) yang sampai mengubah warna, rasa, atau bau dari air. Sebab perubahan air karena faktor tercampur tanah atau debu tidak sampai mencegah kemutlakan nama air. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadramiyah:
وَلَا يضر تغير بمكث وتراب وطحلب وَمَا فِي مقره وممره
“Perubahan air sebab diamnya air (dalam waktu lama), sebab debu, lumut, dan sebab sesuatu yang menetap dalam tempat menetapnya air dan tempat berjalannya air merupakan hal yang tidak dipermasalahkan” (Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Bafadhal, al-Muqaddimah al-Hadramiyah, Hal. 21)