Eramuslim – Para ulama berbeda pendapat tentang hukum perempuan haid berdiam di masjid, ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Lalu, bagaimana hukum perempuan haid yang ingin mengikuti ceramah atau pengajian di masjid?
Mahasantri Ma’had Aly Sukorejo, Muhammad Muhsin, menjelaskan dalam buletin Tanwirul Afkar (TA) bahwa para ulama masih berbeda pendapat tentang boleh dan tidaknya perempuan haid berdiam diri atau sekadar lewat di dalam masjid. Sekurang-kurangnya, mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, Mazhab Maliki dan Hanafi. Menurut mereka, perempuan yang sedang haid tidak boleh berdiam diri atau sekadar melewati bagian dalam masjid. Hal ini berdasarkan hadits:
وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ : دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – صَرْحَةَ هَذَا الْمَسْجِدِ فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ : « إنَّ الْمَسْجِدَ لا يَحِلُّ لِحَائِضٍ وَلا لِجُنُبٍ » . رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ
“Diriwayatkan dari Ummi Salamah, beliau berkata: “Rasulluah SAW pernah masuk ke halaman masjid, kemudian beliau bekata dengan sangat keras: “Sesungguhnya masjid tidak halal bagi orang yang haid dan orang yang junub.” (HR Ibnu Majah)
Hadits di atas menurut Imam Baihaqi adalah sahih dan secara tegas melarang perempuan haid masuk masjid dalam keadaan apapun. Namun, penjelasan ini sempat dibantah Ibnu Hazm dengan argumen sebaliknya. Menurut beliau, hadits ini tidak termasuk hadits sahih karena ada rawi yang tidak diketahui, yakni Abu al Khatab al Hajar.
Kedua, Mazhab Syafii dan Hanbali. Menurut mereka, wanita yang sedang haid dan nifas boleh melewati (bukan berdiam diri) masjid jika memang darahnya tidak mengotori masjid.