Assalamua’laikum warohmatullahi wabarokatuh.
Buat Ustadz, saya ucapkan terima kasih kerana sudi menerima pertanyaan saya ini.
Mohon sekali agar ustadz menjelaskan hukum dan kedudukan rokok dalam pandangan syariah. Sebab saya bingung sekali. Seorang teman dengan tegas sekali menyebutkan bahwa rokok itu haram. Namun banyak sekali ustadz dan kiayi yang saya lihat mata kepala sendiri, mereka asyik menyedot rokok, bahkan di dalam pengajian.
Maka wajar dong kalau saya bingung, mana yang benar nih? Yang satu bilang haram, tapi yang lain asyik merokok. Barangkali ustadz bisa menjelaskan duduk masalahnya.
Jazakallahu khairan kathiira. Wassalamua’laikum warohmatullah.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah hukum keharaman rokok adalah masalah ikhitlaf, di mana para ulama tidak secara menyeluruh mengharamkannya, juga tidak secara menyeluruh menghalalkannya.
Halal dan haramnya rokok yang menjadi titik perbedaan ulama terjadi karena banyak faktor. Misalnya masalah benda yang disebut rokok itu sendiri. Ternyata rokok yang diperdebatkan hukumnya, terdiri dari banyak jenis. Setiap ganti generasi, rokok pun ikut berganti.
Di masa lalu, rokok adalah tembakau yang dibakar dan asapnya dihisap. Efek yang langsung dirasakan di masa lalu adalah sekedar bau mulut. Saat itu belum ada penelitian lebih dalam tentang efek negatif rokok buat kesehatan. Tidak seperti sekarang, para ahli telah menemukan bahwa dalam sebatang rokok ternyata terkandung tidak kurang dari 200 jenis racun yang amat berbahaya.
Di masa lalu, orang-orang belum tahu bahwa ada ancaman kesehatan yang sangat serius dalam sebatang rokok. Sehingga umumya tidak ada yang menulis bahwa rokok haram hukumnya. Maka pemandangan yang sering kita lihat sangat signifikan, di banyak wilayah, para ustadz, kiyai, pimpinan pondok pesantren, bahkan tokoh agama, banyak yang masih asyik mengepulkan asap rokok, bahkan termasuk ketika acara pengajian dan keagamaan.
Rupanya, dalam kitab fiqih mereka, rokok tidak sampai diharamkan, melainkan hanya sampai makruh.
Lho kok bisa? Bukankah rokok itu berbahaya dan mematikan? Mengapa hanya dihukumi makruh saja? Mengapa tidak sampai haram? Apakah para ustadz dan tokoh agama itu tidak punya otak?
Mungkin kita dengan cepat akan segera berpikir demikian. Tetapi sabar dulu, jangan terburu nafsu untuk memvonis mereka sebagai orang yang kurang perhatian terhadap masalah halal dan haram.
Ada baiknya kita melakukan riset kecil-kecilan. Begini, coba perhatikan jenis atau bentuk rokok di masa lalu. Ternyata benda yang disebut rokok di masa lalu sedikit berbeda dengan rokok di masa sekarang. Perhatikan rokok yang asyik disedot oleh simbah-simbah kita di desa, mereka ternyata meracik sendiri dan melinting sendiri. Terkadang, tembakau mereka bungkus dengan daun bambu (kaung) untuk dijadikan rokok.
Menurut sebagian dokter, ternyata yang sangat berbahaya dari sebatang rokok itu justru kertas pembungkus rokok. Karena kertas itu terbuat dari unsur-unsur kimiawi, salah satunya adalah tar. Tar inilah yang sangat berbahaya, bahkan jauh lebih berbahaya dari tembakaunya sendiri yang mengandung nikotin.
Tembakau, menurut sebagian ahli, meski mengandung nikotin, namun bila dihisap dengan kadar tertentu, tidak terlalu berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, para penghisap cerutu, umumnya lebih aman dari resiko bahaya kesehatan, ketimbang para penghisap rokok. Bahkan pada beberapa segi, daun tembakau berguna untuk kesehatan dan kekuatan gigi. Ingat, nenek-nenek di desa dan kebiasaan mereka makan sirih dan tembakau.
Dengan kenyataan jenis rokok di masa lalu yang tidak mengandung tar dan cenderung berbeda dengan rokok di zaman sekarang yang mengandung 200 jenis racun berbahaya pada kertasnya, maka wajar sekali bila fatwa rokok di masa lalu berbeda dengan fatwa rokok di masa sekarang.
Umumya para kiayi dan ustadz yang hobi merokok masih terpaku dengan fatwa makruh tentang rokok di masa lalu, yang memang resiko bahaya kesehatannya jauh di bawah resiko kesehatan pada rokok zaman sekarang. Sayangnya, yang mereka hisap saat ini adalah rokok dengan kandungan racun yang sudah sangat berbahaya. Seharusya, kalau mereka ingin mengatakan bahwa hukum rokok itu sekedar makruh, karena membuat mulut berbau, yang mereka hisap adalah rokok lintingan khas masa lalu. Tanpa 200 jenis racun yang berbahaya. Bukan rokok zaman sekarang yang jelas-jelas beresiko terhadap kesehatan, seperti paru-paru, jantung dan lainnya.
Maka fatwa tentang rokok ini harus dilengkapi dengan jenis rokok dan bahayanya, agar kita bisa mendudukkan perkaranya secara lebih tepat. Mengingat tidak ada satu pun dalil yang sharih (eksplisit) dan shahih (valid) dari perkataan, perbuatan atau taqrir Rasulullah SAW tentang najisnya rokok. Rokok jelas bukan benda najis. Kalau lah rokok itu diharamkan, semata-mata bukan karena sifat najisnya, tetapi karena kandungan racunnya yang sangat berbahaya.
Namun kalau ada benda yang dinamakan sebagai rokok, tetapi tidak mengandung racun yang berbahaya, maka tidak ada illat untuk mengharamkannya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc