Peristiwa yang paling tegas dijadikan dalil kebolehan aksi boikot adalah yang dilakukan oleh Tsumamah bin Atsam, tokoh masyarakat Yamamah ketika masuk Islam. Dalam riwayat yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, setelah berislam Rasulullah perintahkan Tsumamah untuk berumrah.
Sesampainya di Makkah, ada yang membuatnya murka karena mengatakan dia telah berpindah agama menjadi Shabiin. Tsumamah menjawab, bahwa dia telah memeluk Islam bersama Rasulullah.
Lalu dia berkata, “Demi Allah, tidak akan pernah datang dari Yamamah sebutir gandum untuk kalian kecuali atas izin Rasulullah”.
Dalam riwayat lain yang disebutkan al-Baihaqi dalam dalâ`il al-Nubuwwah, Tsumamah memboikot penduduk Makkah sampai mereka kesulitan dan menulis surat kepada Rasulullah agar meminta Tsumamah kembali memasok gandum. Rasul pun mengabulkan.
Pada peristiwa tersebut Rasulullah merestui dan membenarkan tindakan Tsumamah, walaupun pada akhirnya beliau meminta Tsumamah mencabut aksi tersebut. Ini menunjukkan bahwa hukum asal boikot adalah boleh.
Senjata ‘boikot ekonomi’ ini juga pernah digunakan Nabi Yusuf AS kepada saudara-saudaranya yang datang ke mesir, karena saat itu sedang terjadi paceklik berkepanjangan yang menyebabkan kekurangan pasokan makanan. Allah berfirman:
وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُوْنِيْ بِاَخٍ لَّكُمْ مِّنْ اَبِيْكُمْ ۚ اَلَا تَرَوْنَ اَنِّيْٓ اُوْفِى الْكَيْلَ وَاَنَا۠ خَيْرُ الْمُنْزِلِيْنَ فَاِنْ لَّمْ تَأْتُوْنِيْ بِهٖ فَلَا كَيْلَ لَكُمْ عِنْدِيْ وَلَا تَقْرَبُوْنِ
“Dan ketika dia (Yusuf) menyiapkan bahan makanan untuk mereka, dia berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran dan aku adalah penerima tamu yang terbaik? Maka jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapat jatah (gandum) lagi dariku dan jangan kamu mendekatiku.” (QS. Yusuf: 59-60)
Pada ayat tersebut Nabi Yusuf yang bertanggungjawab atas logistik dan perbendaharaan negara saat itu di Mesir tidak memberi jatah pasokan makanan untuk saudara-saudaranya sebagai cara untuk menekan dan memaksa mereka agar mendatangkan saudara kandungnya (Benyamin).