Eramuslim – ALLAH memberikan kemudahan kepada umat manusia, dengan Allah jadikan semua yang ada di alam ini sebagai sesuatu yang mubah dan halal untuk mereka manfaatkan. Adanya barang yang haram dan benda yang najis, sifatnya pengecualian.
Allah Taala berfirman, “Dia-lah Dzat yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kalian.” (QS Al-Baqarah: 29)
Syaikh Abdurrahman as-Sadi ketika menafsirkan ayat ini, beliau menuliskan,
Dia menciptakan untuk kalian segala sesuatu yang ada di bumi, sebagai karena berbuat baik dan memberi rahmat, untuk dimanfaatkan, dinikmati, dan diambil pelajaran. Pada kandungan ayat yang mulia ini terdapat dalil bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci. Karena ayat ini disampaikan dalam konteks memaparkan kenikmatan.” (Tafsir as-Sadi, Taisir al-Karim ar-Rahman, hlm. 48).
Untuk itulah, para ulama menetapkan kaidah dalam ilmu fiqh, Hukum asal segala sesuatu adalah suci.
Ada 2 cara penerapan kaidah ini terkait barang gunaan,
[1] Semua benda yang dihukumi najis harus berdasarkan dalil. Menyatakan satu benda tertentu statusnya najis, harus didasari dalil. Tanpa dalil, pernyataannya tidak diterima, karena bertolak belakang dengan hukum asal.
[2] Jika ada benda yang suci, misalnya kain, tidak boleh kita hukumi terkena najis, sampai ada bukti najisnya. Jika tidak ada bukti, kembali kepada hukum asal, bahwa itu suci.