Eramuslim – SUDAH menjadi kebiasaan umat Muslim di Indonesia mentalqin mayit yang baru saja dikubur. Hanya saja dalam kehidupan umat Islam sehari-hari, kerap muncul bagaimana hukum mentalkin tersebut.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui bahwa talqin secara bahasa berarti mengajar atau memahamkan secara lisan. Sedangkan secara istilah, mentalqin mayit artinya mengajar dan mengingatkan kembali kepada mayit (orang meninggal dunia) yang baru saja dikubur dengan kalimat-kalimat tertentu.
Sementara itu para ulama berbeda pendapat tentang hukum amalan ini. Pertama, sebagian ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali, menyatakan mentalqin mayit setelah dikubur hukumnya sunah. Syekh Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi menyebutkan:
وَإِنَّمَا لَا يُنْهَى عَنِ التَّلْقِينِ بَعْدَ الدَّفْنِ، لِأَنَّهُ لَا ضَرَرَ فِيهِ، بَلْ نَفْعٌ، فَإِنَّ الْمَيِّتَ يَسْتَأْنِسُ بِالذِّكْرِ.
“Sesungguhnya tidak dilarang mentalqin mayit setelah dikubur hanyalah karena tidak ada kemadharatan di dalamnya, bahkan terdapat manfaat. Sebab, mayit memperoleh manfaat dari pemberitahuan tersebut” (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Hasyiyah Raddul Mukhtar Ala Ad-Durril Muhtar, juz 2, h. 205).