“Dengan tangan termasuk di sini dengan kekuasaan, dengan melobi penguasa atau pemerintah setempat, atau dengan menggunakan jalur hukum (yudikatif) dan lain-lain,” kata Ustaz Kusyairi kepada Republika, beberapa hari lalu.
Meski demikian, bila tak memiliki kekuatan untuk secara langsung melawan kelompok-kelompok yang melakukan perobekan Alquran, terlebih Muslim Indonesia terpisah dengan jarak, Ustaz Kusyairi menyarankan, kaum Muslimin dapat menyuarakan sikap penolakan melalui media sosial ataupun media //mainstream// serta sarana lainnya. Hal ini termasuk yang disebutkan Rasulullah mencegah atau melawan kemungkaran dengan lisan.
Lebih lanjut, Ustaz Kusyairi menjelaskan, bagi kaum Muslimin yang tidak mempunyai kemampuan mecegah atau melawan aksi perobekan Alquran secara langsung baik melalui regulasi, jalur hukum, dan menyuarakan penolakan melalui media sosial, harus tetap mempunyai perasaan benci dan menentang dalam hati dengan perbuatan mungkar tersebut.
“Dengan hati, ada situasi dan kondisi yang terkadang seseorang tidak memungkinkan mencegahnya dengan tangan atau lisan atau karena ada regulasi yang melarang itu, misalnya, bagi kaum Muslimin minoritas atau adanya kekhawatiran menimbulkan madharat yang lebih besar, tetap wajib menentangnya, minimal dengan hati. Dalam berdakwah dan amar makruf nahi mungkar, perlu senantiasa mempertimbangkan dan memadukan antara fiqhu’l ahkam (fikih hukum) dengan fiqhu’l waqi’ (fikih realitas),” kata dia. (rol)