Imam Bukhari melanjutkan, “Kecuali masih dalam batas normal, dilandasi bersabar, lebih mendahulukan orang lain dari pada dirinya, meskipun dia membutuhkannya. Seperti yang dilakukan Abu Bakr ketika beliau mensedekahkan hartanya atau perbuatan orang anshar yang lebih mendahulukan Muhajirin. Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang kita untuk menyia-nyiakan harta. Karena itu, tidak boleh menyia-nyiakan harta orang lain dengan alasan sedekah.” (Shahih Bukhari, 2/517). Masih banyak keterangan lain yang disampaikan ulama yang menekankan agar pelunasan lebih didahulukan dari pada sedekah. Kita sebutkan diantaranya,
[1] Keterangan Badruddin al-Aini, “Bahwa bagian dari syarat sedekah, dia bukan termasuk orang yang membutuhkan, keluarganya membutuhkan dan tidak memiliki utang. Jika dia memiliki utang, maka wajib baginya melunasi utangnya. Dan melunasi utang lebih berhak didahulukan dari pada sedekah, membebaskan budak, atau hibah. Karena harus mendahulukan yang wajib sebelum yang anjuran.” (Umdatul Qari, Syarh Sahih Bukhari, 13/327).
[2] Keterangan Ibnu Bathal, “Pernyataan Bukhari, Orang yang bersedekah sementara dia memiliki utang, maka seharusnya pelunasan utang lebih didahulukan dari pada sedekah, membebaskan budak, dan hibah. Ini merupakan ijma ulama, tidak ada perbedaan dalam hal ini diantara mereka.” (Syarh Shahih Bukhari, Ibnu Batthal, 3/430).
Dalam al-Minhaj dan syarahnya Mughnil Muhtaj buku madzhab Syafiiyah disebutkan keterangan an-Nawawi dan komentar al-Khatib as-Syarbini. An-Nawawi mengatakan, Orang yang memiliki utang dianjurkan untu tidak bersedekah sampai dia lunai utangnya. Komentar al-Khatib as-Syarbini, Menurutku, pendapat yang kuat adalah haramnya sedekah terhadap harta yang dia butuhkan dan menjadi kebutuhan orang yang dia nafkahi, atau karena dia memiliki utang yang tidak ada harapan bisa melunasi. (Mughnil Muhtaj, 4/197).
Keterangan lain disampaikan Ibnu Qudamah, “Siapa yang memiliki utang, tidak boleh bersedekah yang menyebabkan dia tidak bisa membayar utang. Karena membayar utang itu wajib yang tidak boleh dia tinggalkan.” (al-Kafi, 1/431). Keterangan di atas berlaku ketika utang tersebut harus segera dilunasi. Karena itulah, ketika utang jatuh tempo masih jauh, dan memungkinkan baginya untuk melunasi, seseorang boleh bersedekah, meskipun dia memiliki utang.